"Haha. Tentu aku cemas padamu tapi aku tahu kamu akan berkata, 'kubawakan bunga edelweis untukmu jangan terlalu cemas padaku'."
Kini aku yang tertawa saat dia berkata seperti itu. Membawakan bunga itu untuknya adalah salah satu bukti jika aku selamat selama mendaki. Itulah janjiku padanya.
"Apa kamu bisa mengantarku besok?" tanyaku sedikit ragu.
"Maaf Dion aku tak bisa, besok tak ada jadwal penerbanganku ke Lombok."
Kuakhiri perbincangan ini dengan perasaan kecewa. Mungkin tak ada pelukan hangat darinya sebelum aku mendaki nanti.
Kueratkan tas ransel di punggungku bersiap mendaki gunung api tertinggi kedua di Indonesia. Ada perasaan yang kurang dalam diriku. Andai ada Sofia kemarin di pesawat yang aku tumpangin mungkin rasanya akan berbeda.Â
Sayangnya dia tidak ada. Sudah satu tahun ini dia pindah rute penerbangan ke kota lain. Mungkin aku harus berdamai dengan kenyataan ini.
Ponsel di saku celanaku menjerit seolah tak sabar untuk segera minta diangkat.
Sofia?
"Hai," sambutnya ceria sama seperti sebelum-sebelumnya.
"Hai, apa kamu sudah mendarat dengan selamat?" pertanyaan monoton itu terulang lagi dari mulutku.