Aku duduk di atas sofa emuk. Hemmm... Nyaman sekali. Jarang pantatku merasakan kursi seenak ini.
"Cinderella!"
"Cinderella!"
Hah! Suara nyepreng itu terdengar lagi. Berteriak terus tanpa henti. Begitulah cara Saudara Tirinya memanggil sosok gadis itu. Sungguh, Cinderella gadis yang malang, setelah ayahnya meninggal tanpa penyebab yang jelas. Ibu dan Saudara Tirinya menjadikannya sebagai budak di rumah mewahnya sendiri.
Hatiku iba mendengarnya. Sayang sekali nasibnya tak secantik parasnya.
"Iya... Anatasia! Drizella!"
Suara lembut dan lemah itu, semoga bisa meredamkan amarah dari kedua saudara tirinya.
Dengan langkah cepat, nyaris seperti orang berlari. Cinderella menaiki anak tangga dan masuk ke dalam kamar mereka. Bukan perlakuan manis yang dia dapatkan, tapi tatapan sengit dari kedua saudaranya. Terutama Lady Tremaine, ibu tirinya yang juga ada di sana.
"Cinderella! Mana sarapanku? Aku lapar!" tanya Anatasia dengan nada menyentak.
"Cinderella! Baju-bajuku sudah kamu cucikan? Aku tak ingin ada noda sedikitpun di gaun-gaunku," Drizella ikut menyahut.
"Sudah! Semua sudah ku siapkan," jawab Cinderella lembut.