Mohon tunggu...
S. Haryani C.
S. Haryani C. Mohon Tunggu... Penulis - A Freelance Writer

DM for Collaborate Artikel, Esai, Puisi, Narasi, dan Notulen Pertemuan 📍 Surabaya, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Resensi Novel Mustika Naga (Bagian 1)

24 Juli 2015   14:09 Diperbarui: 24 Juli 2015   14:26 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ISBN  : 9789799108951

Novel mengisahkan tentang perjuangan Syeikh Subakir yang berkali-kali  memohon izin pada Sabda Palon untuk meminjamkan tanah Jawanya. Syukur, permohonan Subakir disetujui pada kali keempat ia memohon. Dalam perjanjiannya, Sabda Palon hanya meminjamkan tanah Jawa kepada Syekh Subakir selama lima ratus tahun, dan sekarang lima ratus tahun itu telah berlalu. Kontrak janji mereka sudah di luar batas. Sabda Palon ingin kembali mengajarkan kepercayaan awalnya di pulau Jawa, yakni Djawa Sunda.  Merupakan ajaran pitaya, percaya pada Gusti yang Esa. Janji adalah hutang yang harus ditepati, begitu pula sifat pinjam yang harus dikembalikan suatu saat. Generasi sekarang kebingungan menguak sejarah. Semua adalah kalimat tanya yang harus dicari jawabannya dengan menemukan orang-orang yang terlibat dalam perjanjian tersebut. Peristiwa tersebut sama halnya dengan peristiwa yang terjadi di Keraton Yogyakarta yang baru-baru ini Sri Sultan Hamengku Bawono X telah menyampaikan isi Sabda Raja dan Dawuh (perintah) dari leluhurnya. Di mana, dalam titah Beliau terdapat penyimpangan silsilah yang telah dipertahankan selama bertahun-tahun lamanya. Begitu juga dengan ajaran Islam di pulau Jawa sekarang yang bermunculan dengan berbagai macam aliran, sehingga rentan terjadi perpecahan umat.

Sabda raja

"Gusti Allah, Gusti Agung, Kuoso Cipto paringono siro kabeh adiningsun, sederek dalem, sentono dalem lan abdi dalem nompo welinge dawuh Gusti Allah, Gusti Agung, Kuoso Cipto lan romo ningsun eyang-eyang ingsun, poro leluhur Mataram wiwit waktu iki ingsun nompo dawuh kanugrahan dawuh Gusti Allah, Gusti Agung, Kuoso Cipto asmo kelenggahan ingsun Ngarso Dalem Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Surya ning Mataram, Senopati ing Kalogo, Langenging Bawono Langgeng, Langgeng ing Toto Panotogomo.

Sabdo Rojo iki perlu dimangerteni diugemi lan ditindakake yo mengkono sabdo ingsun."

(Artinya)

"Tuhan Allah, Tuhan Agung, Maha Pencipta, ketahuilah para adik-adik, saudara, keluarga di Keraton dan abdi dalem, saya menerima perintah dari Allah, ayah saya, nenek moyang saya dan para leluhur Mataram, mulai saat ini saya bernama Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Surya ning Mataram, Senopati ing Kalogo, Langenging Bawono Langgeng, Langgeng ing Toto Panotogomo.

Sabda Raja ini perlu dimengerti, dihayati dan dilaksanakan seperti itu sabda saya."

Sebelumnya gelar Raja Keraton Yogyakarta adalah Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwana Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sadasa ing Ngayogyakarta Hadiningrat.

Sementara isi duwuh leluhur Sultan Hamengku Buwono X menyangkut pengangkatan GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi.

Duwuh leluhur

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun