Tidak bisa dipungkiri, dampak acaranya ini tentu sangat besar, baik itu secara sosial maupun ekonomi. Hotel, rumah makan, pedagang souvenir yang tersebar di sekitar Sekumpul dan Martapura akan kebanjiran pengunjung. Belum lagi dengan rencana kehadiran tokoh nasional, ulama, artis ibu kota, hal ini tentu akan menjadi sorotan media nasional. Dalam kaca mata marketing, ini akan menjadi promosi yang bagus bagi Martapura dan Kabupaten Banjar secara umum. Sorotan dan liputan media akan tertuju ke kota berjuluk Serambi Mekah ini. Namun begitu, panitia haul mewanti-wanti agar acara ini jangan dikomersilkan, apalagi dipolitisir. Panitia menghimbau masyarakat untuk lebih mengedepankan semangat kebersamaan, gotong royong dan keikhlasan untuk mensukseskan acara haul yang sakral ini.
Terlepas dari itu semua, menurut pandangan saya, Kabupaten Banjar wajib menyambut momentum haul ini. Kabupaten Banjar juga mempunyai potensi wisata religi yang cukup kuat. Selain Makam Guru Sekumpul dan Datu Kelampaian, Â kabupaten ini juga memiliki Masjid Agung Al Karomah yang sarat dengan nilai sejarah.
Jadi bukan suatu hal yang berlebihan jika Kabupaten Banjar bisa "memanfaatkan" keberadaan situs wisata religi tersebut untuk mendatangkan wisatawan dalam hal ini peziarah. Seperti pernah disampaikan oleh Gubernur Kalsel, H. Sahbirin Noor, provinsi ini tidak mau selamanya tergantung pada sektor pertambangan, namun harus mulai melirik sektor pariwisata. Acara Haul ulama dan tokoh kharismatik Kalimantan Selatan Muhammad Zaini bin Abdul Ghani al-Banjari ini bisa menjadi agenda wisata religi. Saya setuju dengan apa yang disampaikan Paman Birin saat membuka Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kalimantan Selatan, di Bank Indonesia tahun 2016 waktu itu. (antaranews.com 15 Des 2016). Saat ini wisata ziarah menjadi andalan di beberapa daerah untuk mendapatkan pemasukan daerah. Ini adalah potensi cukup besar untuk sektor pariwisata, paparnya.
Berkaca dari wisata religi Wali Songo misalnya, saya menyebutnya segmen wisata jenis ini cukup militan. Bagaimana tidak, untuk mengikuti tour ziarah Wali Songo, peziarah rela menghabiskan waktu minimal 5 hari, bahkan hingga 1 minggu.
Dari Cirebon (ziarah Makan Sunan Gunung Jati), lalu Demak (Sunan Kalijaga), Kudus (Sunan Kudus dan Sunan Muria), Tuban (Sunan Bonang), Lamongan (Sunan Drajat), Gresik (Sunan Maulana Malik Ibrahim dan Sunan Giri) hingga Surabaya (Sunan Ampel) dengan menggunakan bus akan memakan waktu sedikitnya 5 hari.
Jika kita bisa memanfaatkan militansi segmen ini untuk lebih meningkatkan kunjungan wisata ke Kalimantan Selatan, bukan tidak mungkin jumlah wisatawan nusantara yang datang ke Kalsel akan meningkat. Dengan jumlah wisatawan yang meningkat, tentu diharapkan multiplier effect di berbagai sektor.
Jadi, sepertinya pemerintah dan pihak berwenang lainnya wajib mempromosikan acara ini sebagai agenda tahunan wisata religi sehingga membawa berkah dan manfaat bagi masyarakat luas. Bagaimana membuat peziarah bisa lebih lama berada di Martapura dan Kalimantan Selatan dengan mengelola destinasi yang ada serta membuat destinasi tambahan. Hal ini tentu akan berdampak positif bagi perkembangan wisata Kalimantan Selatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H