Mohon tunggu...
Muhammad Harun Sukarno
Muhammad Harun Sukarno Mohon Tunggu... Akuntan - NIM 55521120014, Dosen Pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

UNIVERSITAS MERCU BUANA, PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI, MATA KULIAH PAJAK INTERNASIONAL - P552120005 - Kamis 19:30-22:00 (XC-008) (Dosen: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak) UNIVERSITAS MERCU BUANA, PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI PEMERIKSAAN PAJAK - P552120006 - Sabtu 14:30-16:59 (I-404) (Dosen: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

K3_Reformasi Administrasi Perpajakan dan Penyesuaian Fiskal (Tax Administration Reform and Fiscal Adjustment)

21 September 2022   09:36 Diperbarui: 21 September 2022   11:24 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Frame Analysis Kesenjangan Pajak (Sumber : Data Diolah Penulis) 

Sekilas Tentang Reformasi Pajak Indonesia 

Krisis keuangan Asia tahun 1997 menjadi alasan utama untuk mereformasi administrasi perpajakan Indonesia. 

Akibatnya, pada bulan Juli 1998 nilai Rupiah telah terdepresiasi sekitar 80 persen dan situasi semakin memburuk karena sistem perbankan yang tidak berjalan baik membuat banyak bank bangkrut. 

Keterlambatan dalam reformasi dan iklim politik yang semakin tidak menentu berkontribusi untuk memperbaharui tekanan pada nilai Rupiah dan akhirnya tekanan inflasi baru muncul.

Reformasi Pajak Indonesia (Sumber : Reformasi djp slideshare) 
Reformasi Pajak Indonesia (Sumber : Reformasi djp slideshare) 

Program reformasi ekonomi pemerintah selama awal tahun 2000-an juga sangat mementingkan perbaikan iklim investasi sebagai kunci untuk mencapai tujuan pertumbuhan dan lapangan kerja. Dengan sejumlah studi dan survei yang menunjukkan bahwa masalah dalam administrasi perpajakan adalah salah satu hambatan utama untuk melakukan bisnis di Indonesia. 

Reformasi administrasi perpajakan menjadi penting karena alasan di luar potensinya untuk menghasilkan pendapatan. Akibatnya, strategi reformasi Direktorat Jendral Pajak akhirnya diperluas untuk mencakup langkah-langkah yang bertujuan untuk menyederhanakan persyaratan kepatuhan sistem perpajakan, mempromosikan integritas diantara petugas pajak, mempercepat pengembalian dana kepada pembayar pajak dan sejumlah inisiatif peningkatan investasi lainnya.

Pada tahun 2002 menjadi tahun yang sangat penting bagi reformasi administrasi perpajakan di Indonesia. Anggaran tahun itu menargetkan pengurangan defisit yang cukup besar yang meningkatkan pendapatan pajak non-minyak sebesar 1,2 poin persentase dari PDB. Sekitar setengah dari peningkatan pendapatan akan dihasilkan melalui perbaikan administrasi perpajakan. 

Untuk mencapai peningkatan yang ditargetkan, pemerintah meminta DJP untuk mengidentifikasi langkah-langkah administratif khusus untuk meningkatkan pemungutan pajak. Mengaitkan reformasi administrasi perpajakan dengan tujuan ekonomi tingkat tinggi akan terbukti penting untuk mengunci komitmen politik yang diperlukan untuk melaksanakan agenda reformasi DJP.


Peran Reformasi Administrasi Perpajakan 

Peran reformasi administrasi perpajakan dalam mendukung penyesuaian fiskal sangat dibutuhkan saat ini khususnya di Indonesia. Tujuan utama dari administrasi pajak adalah untuk mengumpulkan jumlah potensi pajak yang terutang berdasarkan undang-undang perpajakan dengan biaya yang efektif dan sesuai dengan standar integritas yang tinggi. 

Administrasi perpajakan dan penyesuaian fiskal saling bersinggungan ketika pelaksanaan program penyesuaian fiskal membutuhkan penguatan pada lembaga pajak suatu negara dalam hal ini Indonesia. 

Penyesuaian fiskal melibatkan penggunaan ukuran pendapatan dan pengeluaran publik untuk membantu mencapai tujuan ekonomi utama (Daniel et al., 2006). Tujuan-tujuan ini umumnya termasuk mendorong pertumbuhan ekonomi, mencapai stabilitas ekonomi makro, mengentaskan kemiskinan, dan mengurangi kerentanan fiskal. Penyesuaian fiskal telah menjadi bagian integral dari upaya reformasi ekonomi Indonesia.

Selama beberapa tahun terakhir, Direktorat Jenderal Pajak mulai melakukan modernisasi sebagai tindak lanjut untuk kemajuan dua tujuan fiskal utama: pertama adalah meningkatkan penerimaan hasil pajak dan kedua mendorong iklim investasi.

Dalam mengejar tujuan ini, petugas pajak harus menerapkan berbagai tindakan untuk membantu wajib pajak dalam mematuhi persyaratan undang-undang perpajakan dan untuk menegakkan kepatuhan apabila wajib pajak gagal dalam melaksanakan secara sukarela. Kedua komponen tersebut berperan penting dalam strategi reformasi administrasi perpajakan di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

Kerangka Analisis

Analisis bagaimana perbaikan administrasi perpajakan dapat meningkatkan penerimaan pajak berlabuh dalam konsep kesenjangan pajak. Kesenjangan pajak umumnya didefinisikan sebagai perbedaan antara jumlah penerimaan pajak yang akan dikumpulkan seandainya semua wajib pajak sepenuhnya memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang perpajakan dengan jumlah penerimaan pajak yang sebenarnya dipungut secara administrasi pajak. 

Perbedaan  atau kesenjangan, antara pemungutan pajak potensial dan aktual terdiri dari pajak yang terutang secara sah tetapi tidak dibayar oleh wajib pajak sebagai akibat dari ketidakpatuhan.

Frame Analysis Kesenjangan Pajak (Sumber : Data Diolah Penulis) 
Frame Analysis Kesenjangan Pajak (Sumber : Data Diolah Penulis) 

1. Bentuk Pemungutan Pajak

Seorang petugas pajak menerima pendapatan dalam dua cara yakni pajak yang dibayar secara sukarela oleh wajib pajak dan pajak yang dikumpulkan dari pembayar pajak yang tidak patuh melalui beberapa bentuk penegakan oleh otoritas pajak. Di semua negara, kedua bentuk pemungutan ini menghasilkan bagian pendapatan pajak yang sangat berbeda dan merespon secara berbeda terhadap program administrasi lembaga pajak.

2. Koleksi Sukarela

Penagihan sukarela terdiri dari pajak-pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak tanpa memerlukan bentuk penegakan langsung dari otoritas pajak. Penagihan ini biasanya terjadi ketika wajib pajak menilai sendiri pengembalian pajak dan secara sukarela membayar kewajiban pajak yang dinyatakan. Di semua negara, pungutan sukarela menyumbang proporsi yang jauh lebih besar dari pendapatan pajak dari pada pungutan paksa. 

Administrasi pajak dapat meningkatkan pemungutan sukarela dengan menerapkan langkah-langkah yang meningkatkan tingkat kepatuhan sukarela di antara pembayar pajak.

3. Koleksi Yang Dipaksakan

Penagihan yang dipaksakan adalah pajak yang dikumpulkan oleh petugas pajak melalui beberapa bentuk tindakan penegakan yang diambil terhadap individu dan bisnis yang tidak patuh. 

Contohnya termasuk pendapatan yang diperoleh kembali dari wajib pajak yang gagal mengajukan pengembalian pajak tepat waktu, melaporkan pajak yang kurang, atau tunggakan pajak yang terutang. Pendapatan dari pemungutan paksa biasanya menyumbang bagian yang relatif kecil dari pendapatan pajak suatu negara.

4. Instrumen Administrasi Perpajakan Dan Keterkaitannya Dengan Hasil Pajak

Petugas pajak memiliki dua set instrumen yang luas untuk mengurangi kesenjangan pajak seperti fasilitasi kepatuhan dan penegakan kepatuhan. Kedua perangkat instrumen ini mempengaruhi hasil pajak dengan cara yang berbeda melalui dampaknya terhadap pemungutan sukarela dan pemungutan paksa.

5. Fasilitasi Kepatuhan Mempengaruhi Hasil Pajak Dengan Meningkatkan Pemungutan Sukarela

Fasilitasi kepatuhan mencakup langkah-langkah administrasi perpajakan yang memudahkan wajib pajak untuk mematuhi kewajiban mereka berdasarkan undang-undang perpajakan. Contoh umum termasuk menyederhanakan undang-undang perpajakan, merampingkan prosedur administrasi dan persyaratan pelaporan informasi, dan meningkatkan layanan wajib pajak. 

Dengan mengurangi biaya kepatuhan, fasilitasi kepatuhan menciptakan insentif bagi wajib pajak untuk secara sukarela membayar pajak mereka. Sejauh pembayar pajak menanggapi secara positif insentif ini, tingkat kepatuhan sukarela mereka akan meningkat dan pengumpulan sukarela akan meningkat.

6. Penegakan Kepatuhan Mempengaruhi Hasil Pajak Dengan Meningkatkan Pemungutan Sukarela Dan Pemungutan Paksa

Penegakan kepatuhan melibatkan langkah-langkah petugas pajak untuk mendeteksi dan memperbaiki ketidakpatuhan oleh wajib pajak. Contoh umum termasuk mengidentifikasi pendaftar potensial, mendeteksi kewajiban pajak yang tidak dilaporkan, dan memulihkan pengembalian pajak yang menunggak dan pembayaran pajak yang terlambat. 

Langkah-langkah penegakan kepatuhan dapat memiliki efek langsung pada hasil pajak dengan meningkatkan pemungutan yang dipaksakan. Mereka juga dapat memiliki efek tidak langsung pada penerimaan pajak dengan mencegah pembayar pajak dari terlibat dalam ketidakpatuhan dan dengan demikian meningkatkan pemungutan sukarela.

Inisiatif Penghasil Pendapatan

Untuk membantu mencapai target penerimaan dalam anggaran, DJP menerapkan empat langkah yang ditujukan untuk mengintensifkan penegakan. Langkah-langkah ini diharapkan menghasilkan keuntungan pendapatan terutama dengan meningkatkan pemungutan yang dipaksakan. 

Reformasi juga diharapkan dapat meningkatkan pemungutan sukarela karena wajib pajak secara bertahap meningkatkan tingkat kepatuhan mereka sebagai tanggapan atas upaya penegakan yang ditingkatkan DJP.

Program DJP (Sumber : Reformasi Pajak DJP Slideshare) 
Program DJP (Sumber : Reformasi Pajak DJP Slideshare) 
  • Program Ekstensifikasi

Program ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendaftarkan orang pribadi dan badan usaha yang melakukan kegiatan kena pajak tanpa mendaftarkan diri ke DJP. Mengingat banyaknya perusahaan dan individu yang dianggap beroperasi di luar sistem perpajakan, program ekstensifikasi dianggap sebagai lahan subur untuk memperluas jaring pajak dan meningkatkan pendapatan.

  • Program Pemeriksaan

Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan kapasitas DJP dalam mengidentifikasi dan mengenakan pajak atas pendapatan dan penjualan yang tidak dilaporkan. Dengan demikian, program pemeriksaan yang intensif dipandang menyediakan sumber pendapatan pajak tambahan yang siap pakai, pertama dengan memulihkan pajak yang tidak dilaporkan dan kedua dengan meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak.

Program Ekstensifikasi (Sumber : Reformasi DJP Slideshare) 
Program Ekstensifikasi (Sumber : Reformasi DJP Slideshare) 
  • Program Penagihan Tunggakan

Program ini berupaya untuk meningkatkan kemampuan DJP untuk memulihkan pajak yang terutang secara sah tetapi belum dibayar oleh wajib pajak dalam batas waktu pembayaran menurut undang-undang. Meskipun ini tidak berlebihan menurut standar daerah, tunggakan pajak tetap merupakan sumber pendapatan potensial lain untuk mendukung tujuan pendapatan program penyesuaian fiscal.

  • Program Penegakan Pengajuan Pengembalian

Program ini berupaya untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak terhadap kewajibannya menyampaikan SPT. Masalah ini menjadi perhatian serius karena ketidakpatuhan terhadap kewajiban pengajuan tidak hanya mengakibatkan hilangnya pendapatan tetapi juga menyerang jantung sistem perpajakan. 

Dalam lingkungan di mana ada sedikit konsekuensi karena gagal mengajukan pengembalian pajak, kepatuhan wajib pajak juga didorong untuk memilih keluar dari sistem pajak.

Inisiatif Wajib Pajak Besar

Inisiatif ini melibatkan pembentukan Kantor Wajib Pajak Besar (KPP) khusus di lingkungan DJP untuk mengelola jumlah wajib pajak relatif kecil yang secara kolektif, namun menyumbang porsi terbesar dari pemungutan pajak. 

Inisiatif wajib pajak yang besar menawarkan keuntungan penting bagi program penyesuaian fiskal Indonesia melalui potensinya untuk meningkatkan penerimaan pajak dengan mencapai kontrol yang ketat atas sebagian besar basis pajak dan meningkatkan iklim investasi dengan menyediakan wajib pajak besar, yang juga investor besar, dengan layanan berkualitas tinggi dan memperkenalkan sejumlah langkah untuk mengekang penyimpangan oleh petugas pajak.

Selain itu, pembentukan KPP dipandang sebagai batu loncatan penting dalam memodernisasi DJP dengan menyediakan lingkungan yang terkendali untuk menguji berbagai proses administrasi perpajakan baru sebelum diluncurkan ke kantor pajak lainnya. Sistem pembayaran yang berlaku pada tahun 2001 terkesan lambat, mahal, dan rentan disalahgunakan. 

Sifat sistem berbasis kertas mengakibatkan penundaan waktu yang signifikan sebelum DJP menerima konfirmasi pembayaran pajak dari Direktorat Jenderal Anggaran, yang secara serius menghambat kemampuan DJP untuk mengidentifikasi wajib pajak yang menunggak secara tepat waktu dan mengambil tindakan untuk memulihkan tunggakan pajak.

Sistem pembayaran berbasis kertas juga membuka peluang bagi oknum wajib pajak untuk menyampaikan saran pembayaran palsu kepada DJP dan menerima kredit untuk pajak yang sebenarnya belum mereka bayar. 

Dengan sistem elektronik baru melalui bank, setelah menerima pembayaran pajak dari wajib pajak, bank mengirimkan informasi pembayaran elektronik ke DJP yang secara otomatis diposting ke rekening wajib pajak di DJP. 

Informasi pembayaran disampaikan melalui jalur komunikasi aman yang menghubungkan bank ke DJP, dan mencakup sejumlah kontrol yang memastikan keaslian pembayaran. Melalui sistem ini, DJP menerima notifikasi pembayaran pajak secara real-time dari bank.

 

Memperluas Reformasi Awal

1. Menggulirkan Reformasi Pembayar Pajak Besar

Pada tahun 2003, beberapa inovasi yang berhasil diperkenalkan di KPP telah mencapai tingkat kematangan yang menandakan kesiapan mereka untuk diperluas ke kantor pajak lainnya. Oleh karena itu, DJP mengambil keputusan pada awal tahun 2003 untuk memulai pelaksanaan reformasi wajib pajak besar ke Wilayah VII administratifnya di Jakarta. 

Wilayah ini memiliki sejumlah kesamaan dengan LTO---termasuk sejumlah besar pembayar pajak besar dan investor besar yang menjadikannya kandidat ideal untuk mengadopsi reformasi pembayar pajak besar.

 

2. Memperbaiki Administrasi Wajib Pajak Kecil Dan Menengah

Setelah menetapkan pengaturan yang efektif untuk pembayar pajak besar, DJP mengalihkan perhatiannya untuk mengembangkan pendekatan baru untuk mengelola kategori pembayar pajak lainnya. 

Inisiatif ini bertujuan untuk menyesuaikan layanan dan program penegakan wajib pajak DJP dengan karakteristik wajib pajak kecil dan menengah. Reformasi itu akan diuji di satu wilayah dan, jika berhasil, direplikasi di seluruh negeri.

 

3. Melanjutkan Inisiatif Peningkatan Pendapatan

Sementara reformasi jangka menengah sedang dirancang dan dilaksanakan, DJP menyadari pentingnya terus melindungi pemungutan pajak yang sedang berlangsung. Untuk alasan ini, diambil keputusan untuk melanjutkan inisiatif peningkatan pendapatan, yang telah diperkenalkan pertama kali pada tahun 2002. 

Seperti dijelaskan di bagian sebelumnya, inisiatif ini memerlukan penetapan target nasional untuk setiap program penegakan utama DJP dan penerapan langkah-langkah khusus untuk mencapai target.

 

Perluasan Cakupan Reformasi

Ketika reformasi jangka menengah sedang dirumuskan, DJP menyadari bahwa peningkatan lebih lanjut dalam pengumpulan pendapatan dan perbaikan iklim investasi akan membutuhkan lebih dari sekadar memperluas reformasi administrasi perpajakan awal ke kantor pajak tambahan. Dengan mengingat hal ini, strategi jangka menengah juga mencakup serangkaian reformasi yang lebih luas yang ditujukan untuk mengatasi beberapa kendala paling mendasar terhadap kinerja DJP.

 

1. Menyederhanakan Undang-Undang Perpajakan

Inisiatif ini dimaksudkan untuk melakukan tinjauan komprehensif terhadap setiap pajak utama, dimulai dengan pajak pertambahan nilai, dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan menghilangkan aspek-aspek sistem perpajakan yang tidak perlu meningkatkan biaya kepatuhan dan administrasi.

 

2. Memperbaiki Kerangka Hukum Administrasi Perpajakan

Tujuan utama dari inisiatif ini adalah untuk memperkuat kerangka hukum DJP dengan merevisi aturan dan prosedur yang mengatur administrasi perpajakan. 

Aturan ini terkandung dalam dua perangkat undang-undang perpajakan: aturan yang berlaku untuk semua pajak diatur dalam undang-undang umum tentang administrasi perpajakan dan penagihan tunggakan sedangkan aturan yang berlaku untuk pajak tertentu diatur dalam setiap undang-undang pajak substantif (pajak penghasilan, PPN, dll). 

Kekurangan kritis dalam undang-undang ini melemahkan kapasitas DJP untuk menegakkan undang-undang perpajakan dan mengurangi kepercayaan wajib pajak terhadap keadilan sistem perpajakan.

 

3. Meningkatkan Efektivitas Pemeriksaan

Meskipun fungsi pemeriksaan pajak merupakan salah satu alat terpenting lembaga pajak untuk memastikan bahwa wajib pajak mematuhi undang-undang perpajakan, fungsi ini merupakan salah satu mata rantai terlemah di antara program penegakan DJP selama bertahun-tahun. 

Meskipun beberapa reformasi sedikit demi sedikit telah diperkenalkan di bidang ini di bawah strategi reformasi jangka pendek, kemampuan pemeriksaan DJP pada tahun 2003 terus menghadapi kesulitan dalam mendeteksi sejumlah besar pajak yang tidak dilaporkan dan pendapatan yang hilang. Dalam hubungan ini, penguatan fungsi audit DJP menjadi prioritas utama dalam strategi reformasi jangka menengah.

 

4. Menerapkan Sistem Pengukuran Kinerja

Tujuan utama dari inisiatif ini adalah untuk mengembangkan seperangkat langkah-langkah yang komprehensif untuk mengevaluasi kinerja DJP. Idenya adalah untuk membuka mindset DJP dalam mencapai target pengumpulan pendapatan tahunan yang sebelumnya dianggap menciptakan insentif yang merugikan bagi administrasi yang sewenang-wenang menjadi meningkatkan proses administrasi perpajakan yang lebih displin. 

Inisiatif ini dapat berkontribusi pada pengumpulan pendapatan dalam program penyesuaian fiskal dan efek iklim investasi dengan menciptakan akuntabilitas yang lebih besar untuk hasil dan meningkatkan transparansi dalam administrasi.

 

5. Reformasi Kebijakan Manajemen Sumber Daya Manusia

Inisiatif ini berupaya untuk meningkatkan produktivitas dan integritas petugas pajak dengan memberikan fleksibilitas yang lebih besar kepada DJP atas kebijakan pengelolaan sumber daya manusia. SDM yang ada di direktorat, yang didasarkan pada sistem standar pegawai negeri, dipandang kurang cocok untuk memotivasi tenaga kerjanya dan membangun akuntabilitas atas hasil. 

Untuk alasan ini, pemerintah yang lebih fleksibel dipandang penting untuk memberikan jenis insentif yang diperlukan kepada petugas pajak untuk mengubah DJP menjadi lembaga pengumpulan pendapatan yang berkinerja tinggi.

 

6. Merancang Masterplan Teknologi Informasi

Tujuan utama dari inisiatif ini adalah untuk mengembangkan strategi teknologi informasi (TI) yang selaras dengan rencana reformasi jangka menengah direktorat secara keseluruhan. Dengan cara ini, inisiatif TI dapat lebih efektif mendukung layanan dan program penegakan pajak DJP, yang merupakan kunci untuk meningkatkan kepatuhan dan pendapatan. 

Selain itu, teknologi informasi yang canggih juga dapat membantu meningkatkan iklim bisnis dengan mengurangi kebutuhan akan kontak tatap muka antara wajib pajak dan petugas pajak, sehingga memberikan kemudahan yang lebih besar kepada wajib pajak dan membatasi peluang perilaku mencari rente oleh petugas pajak.

 

7. Membentuk Unit Investigasi Internal

Untuk meningkatkan tata kelola di antara petugas pajak dan staf Kementerian Keuangan lainnya, pada tahun 2003 pihak berwenang Indonesia memutuskan untuk membentuk unit investigasi internal di Kementerian Keuangan dengan tanggung jawab untuk menyelidiki tuduhan pelanggaran dan korupsi di dalam direktorat kementerian. 

Mengingat keluhan yang meluas di kalangan wajib pajak tentang penyimpangan oleh petugas pajak, inisiatif ini berupaya memulihkan kepercayaan wajib pajak terhadap administrasi perpajakan yang bersama dengan inisiatif peningkatan tata kelola lainnya, dipandang penting untuk meningkatkan iklim investasi Indonesia.

 

Dampak Terhadap Iklim Investasi

Reformasi administrasi perpajakan tampaknya menjadi faktor yang perlu tetapi tidak cukup untuk meningkatkan iklim investasi di Indonesia. Meskipun administrasi perpajakan telah dan terus menjadi hambatan utama bagi investasi di Indonesia, kepuasan wajib pajak terhadap kantor DJP percontohan sangat tinggi. 

Reformasi yang mencapai hasil yang sangat baik, seperti yang dirasakan oleh pembayar pajak besar, adalah kerangka tata kelola dan pengembalian dana yang dipercepat. Reformasi yang masih belum tuntas antara lain penyederhanaan pajak dan revisi undang-undang administrasi perpajakan.

 Hal yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya antara lain proses pemeriksaan dan banding DJP dan unit investigasi internal kementerian keuangan. Memperbaiki iklim investasi tetap penting untuk memenuhi tujuan pengentasan kemiskinan dan lapangan pekerjaan di Indonesia. Karena investor terus memandang administrasi perpajakan sebagai hambatan utama bagi lingkungan bisnis, DJP perlu membuat kemajuan lebih lanjut di bidang ini. 

Strategi yang bijaksana bagi DJP adalah memperluas secara nasional reformasi ramah investor yang telah terbukti berhasil dengan baik di kantor percontohan dan melipat gandakan upaya reformasi yang sejauh ini tidak sesuai harapan.

 

UU Cipta Kerja Klaster Perpajakan 

 

Sumber Gambar : UU Cipta Kerja (Slideshare) 
Sumber Gambar : UU Cipta Kerja (Slideshare) 

Dengan UU No.11 Tahun 2020 pada klaster kemudahan berusaha dibidang perpajakan. UU Cipta Kerja disahkan pada tanggal 2 November 2020. 

Hal yang melatarbelakangi kemudahan berusaha dalam hal perpajakan yaitu menguatnya ekonomi, mendorong iklim investasi supaya terjadi peningkatan daya serap tenaga kerja, penerimaan pajak disaat perekonomian melemah pada masa COVID-19 dengan cara tercapainya iklim investasi, kepatuhan sukarela, iklim berusaha dan kepastian hukum. 

Ada 3 tiga perubahan Undang-Undang perpajakan yaitu UU KUP, UU PPh, & UU PPN, dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Dengan demikian, diharapkan reformasi perpajakan dapat meningkatkan investasi, kepatuhan sukarela, kepastian hukum, & keadilan iklim berusaha juga akan meningkatkan penerimaan pajak. 

Sumber Referensi : 

1. https://fiskal.kemenkeu.go.id/publikasi/siaran-pers-detil/326

2. https://www.pajak.com/pwf/uu-hpp-sebagai-bagian-reformasi-perpajakan-dan-dampaknya/ 

3. Reformasi Pajak DJP Slideshare 

4. UU Cipta Kerja Omnibus Law Slideshre 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun