Mohon tunggu...
Amni Haruni
Amni Haruni Mohon Tunggu... -

Profile yang terdeskripsikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Satu Cita-cita Menuju Banyuwangi yang Kian Wangi

30 September 2015   14:28 Diperbarui: 30 September 2015   15:03 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Senin pertama, bulan kesepuluh, tahun 1986 Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingati Hari Habitat Dunia untuk pertama kalinya. Bertepatan dengan hari itu, di Jawa Timur, usia Tri Rismaharini menuju duapuluh lima. Sekitar setahun, sebelum orang yang paling dicintai Arek Suroboyo itu masuk kuliah, Jurusan Arsitektur. Jurusan yang kemudian mengantarkannya membawa sejuk di tengah panasnya Surabaya. 

Di tempat lain, di hari yang sama, di daerah dingin di Jawa Barat, seorang remaja masih sumringah memeringati ulang tahun ke-limabelasnya meski sudah tiga hari yang lalu ia merayakannya. Sekitar empat tahun setelah hari itu, remaja ini mengikuti jejak Risma. Entah, sejak dulu mereka kenal atau tidak. Keduanya sama-sama memilih Institut Tekhnologi di Jawa yang sama-sama dekat dengan rumahnya, Risma di Surabaya dan remaja yang kemudian diketahui bernama Ridwan Kamil di Bandung.

Hari ini, empat hari sebelum Hari Habitat Dunia yang diperingati setiap Senin pertama Oktober, dua lulusan arsitektur itu sedang bekerja keras membenahi wilayahnya yang semakin hari semakin membaik saja. Ridwan mungkin lebih bersemangat karena empat hari lagi, sehari sebelum merayakan Hari Habitat Dunia, ia merayakan ulang tahun yang ke empat puluh empat.

Dua anak bangsa ini kini sedang tenar-tenarnya, membawa kota yang mereka pimpin menjadi kota yang memuaskan dibanding sebelumnya. Jika melihat latar belakang keduanya, maka banyak orang yang mengatakan wajar dengan apa yang mereka capai kini. Ilmu mereka mendukung guna memodifikasi kota menjadi layak huni, layak dijadikan habitat hidup. Keduanya mengambil jurusan arsitektur, maka wajar jika keduanya bisa mendesain kota menjadi lebih tertata.

Selain sisi akademis kedua pemimpin yang mumpuni, faktor  lain yang membuat kedua kota ini menjadi perhatian adalah posisinya. Bandung dan Surabaya merupakan ibukota provinsi jawa barat dan jawa timur. Adalah wajar ketika kedua wilayah tersebut mengalami perubahan simultan ke arah yang lebih baik dan banyak pihak memerhatikan. Keduanya pusat provinsi. Keduanya memiliki sejarah yang panjang sejak, sesudah, maupun sebelum kemerdekaan.

Sementara itu, ditengah hiruk pikuk ketenaran kedua kota di atas, di ekor pulau jawa muncul daerah yang tiba-tiba ramai gelar. Tentu, gelar yang diraih daerah tersebut berimbas pada pemimpinnya. Uniknya, daerah ini jauh dari pusat provinsi. Perjalanan ke daerah ini dari Surabaya, jika menggunakan kereta, memakan waktu enam jam, itu paling cepat. Selain posisinya yang berbeda dengan dua kota sebelumnya, statusnya bukan kota, ternyata pemimpin daerah di ujung timur jawa ini juga tidak memiliki latar belakang ilmu tata kota, arsitektur, atau yang berdekatan dengan bidang itu.

Saat kuliah, pemimpin daerah ini mengambil sarjana sastra, sastra Arab tepatnya. Jika dipikir, apa hubungannya sastra Arab dengan pengembangan wilayah daerah? Jawabannya mungkin tidak ada namun daerah yang dipimpinnya kini berangsur-angsur membaik dan itu unik. Daerah itu bernama Banyuwangi.

Sebagai bocah yang dilahirkan di Banyuwangi, akan tidak adil ketika saya hanya membahas Abdullah Azwar Anas terkait predikat yang diperoleh Banyuwangi saat ini. Selain anas, ada banyak pihak lain yang terkait dengan prestasi Banyuwangi, khususnya pemimpin Banyuwangi terdahulu, Samsul Hadi dan Ratna Ani Lestari.

Ketika mengenyam pendidikan dasar, telinga saya sering mendengar suara merdu Samsul menyanyikan lagu berjudul Jenggirat Tangi di kaset maupun radio. Melalui lagu itu, Samsul mengajak semua penduduk Banyuwangi dari berbagai suku agar tidak malu menggunakan bahasa Using, bahasa asli suku Using, suku asli Banyuwangi. Sejak itu, produksi lagu khas Banyuwangi benar-benar masif dan sampai sekarang masih terasa efeknya. Anda tidak percaya?

Silakan naik bis di jawa timur lalu dengarkan lagu yang sedang di putar di dalamnya atau tengok apa yang sedang dibawakan pengamen saat itu. Kebanyakan lagu Using, lagu berbahasa asli Banyuwangi.

Dari langkah kecil Samsul itu, saya merasakan keunikan Banyuwangi sekaligus menemukan karakter lokal Banyuwangi. Selain menghimbau agar tidak malu menggunakan bahasa Using, Samsul juga meminta warga untuk saling mengasihi antara satu sama lain. Sehingga memunculkan harmoni di Banyuwangi.

Saat saya memasuki pendidikan menengah pertama, Samsul diganti Ratna Ani lestari. bupati berganti tapi efek Samsul masih mengena lewat lagu-lagu yang masih disuarakan dimana-mana, pertanda kebanggaan pada Banyuwangi..

Berbeda dengan Samsul yang keturunan Using, asli Banyuwangi, Ratna berasal dari Bali. Sadar akan asal-usulnya yang tidak mungkin memaksimalkan budaya seperti Samsul, Ratna membuat gebrakan yang sama-sama mengembangkan Banyuwangi.  Slogan terkenal saat kepemimpinan Ratna adalah Banyuwangi Ijo Royo-royo.

 

Slogan ini bertujuan menghijaukan Banyuwangi di segala penjuru. Semua pihak harus merasakan hijau Banyuwangi. Untuk mewujudkan ide ini, ratna memudahkan sarana perhubungan seluruh Banyuwangi dengan memperbaiki infrastruktur. Jalan-jalan yang semula berbatu dan berdebu dilapisi aspal. Perhubungan antar kota kecamatan dengan pelosok dusun membaik. Efek hijau juga menyebar di pelosok dusun.

Melalui program ini, masyarakat yang biasanya enggan keluar dari pelosok , kecuali untuk kebutuhan yang sangat mendesak, karena jalanan rusak dan kurang enak dilewati, menjadi sering pusat kecamatan/kabupaten. Waktu tunggu bertani digunakan untuk beraktifitas di pasar kecamatan. Perlahan-lahan ekonomi berputar dan berimbas pada banyak sudut di Banyuwangi.

Masih tentang tagline itu, Ratna juga mulai menanam bakau di pantai-pantai yang sudah terkena abrasi. Akhir pekan sering dimanfaatkan untuk mengunjungi pantai-pantai yang kondisinya menghawatirkan. Kondisi pantai perlahan membaik.

Bupati selanjutnya, yang saat ini sedang menjabat, Abdullah Azwar Anas juga bercita-cita sama, mengembangkan Banyuwangi meski dengan cara yang berbeda. Melalui dua slogan utama “Banyuwangi The Sunrise of Java” dan “I Love Banyuwangi”, Anas mengembangkan Banyuwangi ke sisi yang lebih maju. Tidak melulu fokus di wilayah lokal, namun juga menyentuh zona internasional menggunakan bahasa inggris, bahasa dunia.

Pada zaman Anas, beberapa lapangan yang hanya ramai saat ada pasar malam, acara agustusan, maupun konser band indonesia yang lebih sering berakhir ricuh diubah menjadi ruang terbuka hijau. Tembok lapangan dihilangkan diganti ruang terbuka yang bisa dimanfaatkan siapa saja. Pinggir lapangan yang biasanya sepi menjadi bergairah setiap malam.

Pedagang kecil seperti penjual cilok, penjual kacang rebus, penjual gorengan mendapatkan keuntungan lebih. Hal yang sama juga dirasakan penyedia persewaan mobil-mobilan. Warga yang bosan di rumah bisa mengunjungi ruang terbuka hijau yang tersedia di masing-masing kecamatan. Baru ketika akhir pekan, warga akan mengunjungi kecamatan yang lebih ramai seperti Genteng maupun Banyuwangi Kota.  

Inilah keunikan Banyuwangi dibanding kabupaten lain di jawa timur, bahkan di indonesia. Tingkat ketimpangan antara satu kecamatan dengan kecamatan lain di Banyuwangi relatif kecil.

Anda masih tidak percaya?  Silakan anda ke Banyuwangi menggunakan kendaraan darat. Saat turun dari Gunung Gumitir memasuki kabupaten Banyuwangi, tidak lama anda akan menjumpai pasar yang lumayan ramai di samping stasiun kereta api, itu kecamatan Kalibaru, kecamatan paling barat di kabupaten Banyuwangi. Setelah itu, coba lanjutkan perjalanan, tidak beberapa lama, akan muncul keramaian yang tidak jauh berbeda dengan Kalibaru, itu kecamatan Glenmore. Saat anda melanjutkan perjalanan, keadaan yang tidak jauh berbeda akan anda saksikan dean keramaian yang tidak jauh berbeda di sepanjang jalur ke Banyuwangi. Hal yang sama akan anda rasakan saat memasuki Banyuwangi dari pelabuhan ketapang maupun dari Situbondo.

Dengan keunikannya ini, kondisi yang hampir sama antar satu kecamatan dengan kecamatan lain, memudahkan pemerintah untuk menyejahterakan Banyuwangi. Berbeda dengan kabupaten atau kota lain yang cenderung mengalami ketimpangan antara pusat kota dengan daerah-daerah di sekitarnya.  

Inilah yang dimaksimalkan Anas dari segi tata kota, setiap kecamatan disediakan ruang terbuka hijau. Ada ekonomi yang bergerak dari banyaknya pedagang dan pengunjung. Ada permintaan dan penawaran yang memutar perekonomian. Serta, ada komunikasi antar warga yang memunculkan guyub. Masing-masing kecamatan bergerak sendiri-sendiri dengan kapasitasnya sendiri yang pada akhinya berimbas pada kinerja Banyuwangi secara keseluruhan.

Kinerja Banyuwangi selama ini adalah hasil dari proses panjang. Tidak hanya kinerja satu bupati tapi juga kinerja bupati sebelum-sebelumnya. Meskipun setiap bupati memiliki cara berbeda dengan bupati yang lain, namun mereka memiliki cita-cita yang seragam yang tidak jauh-jauh dengan tujuan untuk memajukan dan menyejahterakan Banyuwangi.

Inilah inti yang harus diambil oleh daerah-daerah lain. Banyak daerah yang cita-cita antara satu pemimpin dengan pemimpin lain berbeda, cara meraih cita-cita  tersebut tentu juga berbeda. Akibatnya, muncul kompetisi antar kepala daerah saat ini dengan sebelumnya atau sesudahnya untuk mengukuhkan cita-cita khas pemimpin tersebut. Satu cita-cita terbentuk, diruntuhkan cita-cita pemimpin lain yang juga ingin dianggap lebih. Padahal, masa kepemimpinan kepala daerah maksimal hanya sepuluh tahun. Akan mustahil mewujudkan cita-cita daerah dengan waktu sependek ini karena mewujudkan cita-cita  manusia saja, tidak mungkin secepat itu. Sehingga, penting untuk menjaga kesinambungan cita-cita memajukan dan menyejahterakan daerah antar satu kepala daerah dengan kepala daerah lain.

Acara Hari Habitat Dunia, selalu dibarengi pemberian penghargaan kepada dua pemenang. Indonesia, yang empat hari lagi menjadi tuan rumah Hari Habitat Dunia untuk yang ketiga kalinya hanya pernah mendapatkan satu kali pengharagaan tahun 1992 melalui Kampung Improvement Program dari Institut Tekhnologi Sepuluh November, Surabaya. Dengan adanya kesadaran untuk menyatukan cita-cita memajukan dan menyejahterakan daerah, diraharapkan indonesia tidak hanya mengeloksi terimakasih sebagai tuan rumah, namun juga memperoleh perhargaan yang lebih melimpah pada Hari Habitat Dunia tahun-tahun berikutnya.

 Referensi
  1. Kementrian PU, Dkk. 2015. Buku Panduan Penyelenggaraan Hari Habitat Dunia Jakarta: Sekretaris Nasional Habitat Indonesia.
  2. Anoegrajekti, Novi. 2013. Sastra Lokal dan Industri Kreatif: Revitalisasi Sastra dan Budaya Using. Antavisme Jurnal Ilmiah Kajian Sastra Vol 16 No 2
  3. Pemkab Banyuwangi. 2010. Bupati Canangkan Gerakan Banyuwangi Ijo Royo-royo.go.id (diakses 20/09/2015 13:12)
  4. World Habitat Award. Winner and Finalist Project Details. worldhabitatawards.org (diakses 20/09/2015 13:20)

*) Sumber Gambar: Dok. Pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun