Mohon tunggu...
Harum Sahara
Harum Sahara Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Magister Agribisnis Universitas Muhammadiyah Malang

Bacalah, bacalah, bacalah kemudiah tulislah

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Selayang Pandang Panic Selling Telur Ayam

6 Februari 2022   15:30 Diperbarui: 6 Februari 2022   15:34 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Data BPS 2020 menyebut kondisi pandemi menyebabkan sektor perekonomian Indonesia mengalami goncangan. Mengingat 46% populasi ada di pulau Jawa. 

Kepadatan penduduk yang awalnya potensial dijadikan sasaran peningkatan ekonomi khususnya dibidang pangan justru menjadi salah satu penyebab supply (penawaran) dan demand (permintaan) terhadap harga tidak seimbang.

Namun pertanian menjadi sektor andalan pembangunan nasional di era pandemi sebab mampu tumbuh positif pada triwulan 1 tahun 2021, yakni sebesar 2,95%. Menurut BPS 2021, pertumbuhannya terletak pada subsektor tanaman pangan sebesar 10,32%, subsektor hortikultura sebesar 3,02%, dan subsektor peternakan sebesar 2,48%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam kondisi pandemi, gaya hidup bisa diturunkan, tetapi tidak dengan pemenuhan kalori harian.

Pun peternakan menjadi subsektor yang menjanjikan untuk menguatkan ekosistem pangan nasional yang berkelanjutan. Sebab peternakan juga bertanggungjawab dalam kelangsungan hidup setiap insan. 

Salah satu komoditas peternakan yang dapat dijangkau setiap kalangan adalah telur ayam. Dimana telur ayam mengandung asam amino esensial yang lengkap sehingga menjadi patokan dalam menentukan mutu protein berbagai bahan pangan. Karenanya, telur ayam dapat menjadi sumber nutrisi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) masyarakat Indonesia.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) mengungkapkan produksi telur ayam pada tahun 2020 sebanyak 5.141,57 ton dengan total konsumsi 110,745 kapita/tahun. 

Artinya, penawaran (produksi) telur ayam lebih tinggi daripada permintaan (kebutuhan). Sehingga terjadi disparitas harga yang besar antara produsen (peternak) dan konsumen akibat penurunan penyerapan telur ayam di pasar tradisional.

Selain kelebihan pasokan, hal tersebut juga disebakan permainan pihak tertentu. Dimana tengkulak (pedagang antara) sebagai pihak ketiga terkadang memainkan kondisi psikologis peternak khususnya dimasa pandemi ini dengan istilah panic selling. 

Padahal rantai penjualan telur ayam sudah sangat panjang, sehingga diperlukan upaya untuk mencegah panic selling telur ayam agar ekosistem pangan nasional yang berkelanjutan dapat tercapai.

Istilah panic selling biasanya digunakan para investor bursa saham dimana terdapat ketakutann dan rasa panik untuk segera menjual saham tanpa menggunakan pertimbangan fundamental maupun teknikal. 

Panic selling juga dapat terjadi pada dunia perunggasan khususnya telur ayam dimana tengkulak melakukan siasat tersebut apabila gagal bernegosiasi harga dengan peternak.

Tengkulak menggunakan situasi pandemi maupun kelebihan pasokan untuk mempengaruhi kondisi psikologis peternak. Adanya kecemasan berlebihan menyebabkan mau tidak mau peternak membanting harga produknya dibawah harga pokok penjualan (HPP). 

Peternak pun tidak dapat balik modal, bahkan mengalami kerugian. Bahasa sederhananya, lebih baik dijual dengan harga murah daripada tidak laku sama sekali.

Perusahaan pembibitan ayam petelur juga ikut berpartisipasi mendistribusikan telur infertil atau telur HE sehingga terjadi kelebihan pasokan telur ayam di pasar. 

Padahal pemerintah telah melarang penjualan telur infertil yang diatur dalam Permentan Nomor 32 Tahun 2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi. 

Bab III pasal 13 menyebutkan, pelaku usaha integrasi, pembibit GPS, pembibit PS, pelaku usaha mandiri dan koperasi dilarang memperjualbelikan telur tertunas dan infertil sebagai telur konsumsi.

Selain itu, menurut Ditjen PKH ekspor telur ayam pada tahun 2020 sebanyak 78 ton sedangkan impor telur sebanyak 2.027,55 ton. Sehingga masih terdapat defisit nilai neraca ekspor-impor telur ayam sebab nilai impor lebih besar daripada nilai ekspor. Hal tersebut menambah daftar panjang permasalahan telur ayam yang justru menyebabkan panic selling bagi peternak menjadi suatu keharusan.

Padahal penghasilan peternak sudah pas-pasan, sebab pengeluaran budidaya lebih banyak dihabiskan untuk pengadaan jagung sebagai bahan baku utama pakan ayam. 

Sedangkan mayoritas jagung didapatkan dari impor padahal kebutuhannya lebih dari 50% dalam ransum. Harga jagung tingkat dunia pun mengalami kenaikan namun tidak diimbangi dengan kenaikan permintaan sehingga peternak tidak bisa menaikkan harga jual telur ayam.

Sebenarnya, banyak solusi yang dapat menjadi upaya pencegahan panic selling telur ayam. Diantaranya, penguatan mental peternak ayam petelur sebagai tokoh utama. 

Dalam situasi pandemi, sebenarnya pasar masih mau menerima harga telur ayam yang normal. Namun karena terdapat rantai panjang penjualan dari peternak sampai ke pasar, adanya berbagai perilaku konsumen dan tidak meratanya distribusi telur ayam ke berbagai wilayah di Indonesia menyebabkan prinsip pasar berlaku, bahwa harga ditentukan oleh supply dan demand.

Berdasarkan data Ditjen PKH tahun 2020 yang diperoleh dari 34 provinsi, sebaran populasi ternak sebagian besar terkonsentrasi di Pulau Jawa. Dimana populasi ayam ras petelur terbanyak berada di Provinsi Jawa Timur. Pengeluaran tertinggi untuk telur ayam berada di provinsi Sumatera Selatan sebanyak 694,4 juta butir. Sedangkan pemasukan tertinggi berada di Provinsi Banten sebanyak 571,1 juta butir. Hal tersebut menggambarkan distribusi telur ayam masih belum merata. Dimana terdapat wilayah yang defisit dan swasembada atau surplus telur ayam.

Pemerintah sebagai pihak yang berwenang dapat menyediakan fasilitas logistik pangan yang memadai agar tercapai pemerataan distribusi telur ayam di berbagai wilayah di Indonesia. 

Selain itu, menurut Ditjen PKH total produksi telur ayam ras petelur pada tahun 2020 sebanyak 5,1 juta ton atau 87,53 persen dari keseluruhan produksi. Sehingga telur ayam berpotensi didistribusikan ke pasar domestik maupun global.

Pemerintah dapat bekerjasama dengan perusahaan swasta untuk menyediakan atau mengumpulkan investor permodalan dan pengadaan pelatihan pengolahan telur berbasis kompetensi. 

Melalui pendekatan penerapan Standard Operating Procedure (SOP) dan Good Handling Practices (GHP) yang baik, peternak tidak hanya menjadi pembudidaya, tetapi juga dapat mengolah produk telurnya untuk menambah nilai jual. 

Ketika harga telur sedang tidak stabil, peternak dapat melakukan diversifikasi olahan telur ayam agar tidak bergantung dengan penjualan dalam bentuk segar sehingga kejadian panic selling dapat ditekan.

Tragedi harga telur ayam seharusnya menjadi bahan perenungan semua pihak yang bersangkutan. Komitmen penuh pemerintah dan pelaku usaha dalam menjaga stabilitas harga telur ayam di tingkat peternak perlu dilakukan. Sebab peternak merupakan salah satu pahlawan ketahanan pangan. 

Komitmen pemerintah untuk lebih menindak tegas secara hukum pidana dan perdata terhadap perusahaan pembibitan nakal dan tengkulak yang melakukan kecurangan harga jual beli telur ayam di tingkat peternak maupun di pasar tradisional diperlukan agar stabilitas harga telur ayam dapat tercapai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun