Dengan kata lain, saya juga bisa menjualnya kepada masyarakat luas dengan harga yang lebih terjangkau. Karena apa saya bisa membebaskan diri dari para spekulan/tengkulak yang menjadi masalah dalam lonjaknya sembako di pasar terbuka selama ini.
Namun saya mau membatasi, dimana poinnya adalah, masalah ketahanan pangan ini adalah masalah bersama, antara pemerintah dan rakyatnya. Di mana dengan adanya suatu gerakan spontan berswasembada dalam lingkup keluarga ini tentu akan menjadi gerakan yang bisa membantu cita-cita Indonesia dalam berswasemba dalam arti lebih luas lagi.
Nah, bisakah gerakan berhidropinik dan menggunakan e-commerce tadi menjadi solusi, stabilitas harga sembako?
Dengan gencarnya pemerintah dalam menggenjot industri kreatif, setidaknya saya bermimpi, apakah  model kegiatan-kegiatan e-commerce semacam tanihub dan rego-pantes, ini dapat menjadi pemacu lahirnya e-commerce pertanian yang sejenis. Selain  upaya yakni terus mengkampanyekan dan memfasilitasi hobi baru sebagai sebuah gerakan ini di tengah masyarakat baik di perkotaan pada khususnya.
Sehingga, bisa saja harapan di suatu saat nanti, petani kita yang ada di pedalaman juga bisa mengoperasikan gadgetnya dalam memainkan aplikasi-aplikasi semacam ini dan langsung tersambung dengan kita dan konsumennya di perkotaan atau di mana saja. Sehingga rantai distribusi dapat segera dikurangi dalam memberikan keuntungan lebih keduanya, iya baik produsen dan konsumen, dengan harga murahnya.
Apalagi jika infrastruktur baik jalan dan juga sinyal telekomunikasi di pedesaan yang menjadi lumbung pangan kebutuhan pokok mulus dan lancar, tidak ada alasan lain untuk mengelak mimpi ini terwujudkan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H