Mohon tunggu...
Har Sono
Har Sono Mohon Tunggu... -

hitam. dark. suka melamun.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sunset With Sunrise (Album Kedua, sebuah novel)

7 Januari 2011   13:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:51 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

“Kamu?” aku balik bertanya.

Hari ini kelompok 25, temen-temen OSPEK-ku, memang berencana untuk bermain ke Pantai Sundak. Rasa kekompakan dan kekeluargaan yang terbina sejak bekerja bersama 3 hari lalu memang masih sangat melekat. Sehari setelah OSPEK, kami berniat untuk bermain bersama ke pantai. Melepas penat setelah 3 hari lalu digodok oleh kakak-kakak angkatan.

Setidaknya ini kami lakukan karena menyadari bahwa kami tak mungkin bisa bersama-sama terus nantinya.

Aku dari industri, ada Ria dari Fisika, Mei dari Kimia, ketua kelompokku Rio si manusia tegas dan berwibawa dari Geologi, Delon dari Sipil, dan teman-teman lain yang tersebar di 8 jurusan di fakultas Teknik. Fakultar Teknik sangat luas, gedungnya terpisah-pisah. Sangat jarang pasti nanti kami bisa berkumpul, ditambah dengan kesibukan kami masing-masing. Hal ini kami sadari nanti. Ya, nanti. Bahwa ada sebagian dari kami bahkan lupa dengan nama-nama teman sekelompoknya.

Tapi, perkenalan dan kebersamaan singkat itu tak akan kami lupa sampai kapanpun. Ya walaupun kami hanya bisa mengenangnya lewat foto. Nanti, sebulan setelah OSPEK kami juga mengadakan buka bersama bareng. Yang datang sudah berkurang, tidak seperti pas bermain di pantai nanti. Tinggal 25 orang. Reuni ramadhan tahun berikutnya lebih ironis, yang datang hanya 12 orang termasuk aku dan Landung. Dan hari-hari setelahnya, kami jarang bertemu, bahkan tidak pernah. Sesekali kami masih saling berpapasan di bagian tata usaha di fakultas saat mengurus A atau B. Kami hanya saling menyapa, say hello, nanya kabar. Finish.

“Entahlah aku juga bingung. Hari ini aku dan Bari kan pindahan ke kos.”

“Jadi kos di Pogung?”

“Iya, deket soalnya dari kampus.”

Aku diam, masih sok sibuk menyirami bunga-bunga. Padahal sekali-kali aku melirik Landung yang duduk di kursi bambu di bawah pohon mangga. Ganteng sekali pagi ini, batinku. Oh, tidak, tidak. Dia tidak hanya ganteng di pagi ini, tapi juga tiap hari. Aku terkekeh kecil di dalam hati.

“Gimana, kamu ikut tidak?” tanya dia.

Aku mengangkat bahu. Sebenarnya aku ingin bilang padanya, pada si Landung itu, bahwa aku akan ikut jika dia ikut.

“Kamu sendiri?” tanyaku balik.

“Aku akan ikut kalo kamu ikut, gimana?”

# # #

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun