1/Beberapa pelajar hendak meyerang balik. Mereka berlarian, menyeberang jalan, tapi ada seorang kakek hendak di tengah pelajar itu, dengan tenang.
Alih-alih bertindak brutal, para pelajar itu justru salim ke kakek tersebut. Meminta doanya agar supaya semua baik-baik saja.
2/
Para pelajar asal Tangerang hendak ikut bersama pelajar lainnya melakukan aksi di depan DPR/MPR. Baru setengah jalan, mereka bertemu dengan petugas Dishub.
Tidak. Pelajar tersebut tidak menyerang atau merusak.
Pelajar tersebut justru salim kepada petugas Dishub.
Antre, satu per-satu, sambil mendengar nasehatnya untuk berhati-hati selama menjalankan aksi.
3/
Ada banyak yang kaget ketika pelajar STM se-Bogor tiba-tiba bersatu. Hari itu, untuk pertama kalinya, mereka seakan tidak percaya bahwa bisa akur untuk hal yang jau dari nalar.
Itu benar, meski tidak sepenuhnya. Sebab, setiap Ujian Nasional kita --anak STM, sebagaimana aku dulu-- bisa akur dengan STM lain.
Tidak hanya itu, aku pernah datang ke sekolah temanku yang notabene musuh. Kita bertukar bocoran UN dengan santai dan ngopi bareng hingga lulus bareng.
4/
Yang perlu diketahui dari bagaimana anak STM tawuran: mereka pasti janjian. Percikan-percikan kecil di jalan ketika perjalanan berangkat sekolah sekadar percikan-percikan kecil.
Lantas yang sering dilakukan oleh teman-temanku sebelum tawuran terjadi adalah sholat berjamaah di masjid sekolah.
Berdoa, menurut mereka, adalah cara ampuh menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Ada ketaatan yang mereka punya di balik aksi dan tanggapan mereka yang begajulan.
5/
Aku ingat: hari terakhir Masa Orientasi Siswa (MOS), panitia menghadirkan seorang mahasiswa tekhnik dari luar negeri. Bule asli, bukan kaleng-kaleng. Lantas ia bercerita tentang perbedaan sekolah kejuruan di Indonesia dengan Eropa.
Kalau di luar negeri, katanya, sekolah kejuruan itu untuk orang-orang kaya. Jadi hanya orangtua dengan penghasilan tinggi yang serius akan memasukan anaknya ke sekolah kejuruan.
Sedangkan di Indonesia, seperti yang kita tahu, pilihan sekolah kejuruan itu adalah pilihan terakhir agar supaya anaknya bisa tetap melanjutkan sekolah --jika anaknya badung barulah opsi terakhirnya pesantren.
Sekolah kejuruan memang murah. Sangat murah malah. Aku bisa patungan untuk membeli buku LKS. Yang penting, kata guruku, ada. Perihal menjawab soal, bisa ditulis di selembar kertas yang bisa dikumpulkan.
Itu baru satu contoh. Sebenarnya masih ada yang lain, semisal, untuk peralatan praktik di bengkel kita selalu diberi cara supaya tidak keluar uang sendiri. Apapun dipermudah. Menunggak sampai selesai ujian juga boleh.
6/
Setiap pagi buta temanku selalu membantu orangtuanya menyiapkan dagangan ayahnya di pasar. Selesai dari sana, ia mesti pulang ke rumah dan menyiapkan diri untuk berangkat ke sekolah.
Sialnya, setiap pagi mesti bertemu dengan sekolah lain. Ia diganggu dan ia marah. Halangan seperti itu yang terus ia jalani dengan kondisi tubuh yang kadung lelah sebelum ia sampai di sekolah.
Tidak ada satupun meman pembenaran dari itu. Kadang, keadaan yang memaksanya untuk terus begitu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H