Mohon tunggu...
Harry Ramdhani
Harry Ramdhani Mohon Tunggu... Teknisi - Immaterial Worker

sedang berusaha agar namanya di (((kata pengantar))) skripsi orang lain. | think globally act comedy | @_HarRam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memahami dari Mana Asal Kesantunan Anak STM

30 September 2019   13:45 Diperbarui: 30 September 2019   19:21 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rangga sedang menyendiri di gudang sekolah. (sumber: tangkapan layar dari film AADC)

Berdoa, menurut mereka, adalah cara ampuh menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Ada ketaatan yang mereka punya di balik aksi dan tanggapan mereka yang begajulan.

5/
Aku ingat: hari terakhir Masa Orientasi Siswa (MOS), panitia menghadirkan seorang mahasiswa tekhnik dari luar negeri. Bule asli, bukan kaleng-kaleng. Lantas ia bercerita tentang perbedaan sekolah kejuruan di Indonesia dengan Eropa.

Kalau di luar negeri, katanya, sekolah kejuruan itu untuk orang-orang kaya. Jadi hanya orangtua dengan penghasilan tinggi yang serius akan memasukan anaknya ke sekolah kejuruan.

Sedangkan di Indonesia, seperti yang kita tahu, pilihan sekolah kejuruan itu adalah pilihan terakhir agar supaya anaknya bisa tetap melanjutkan sekolah --jika anaknya badung barulah opsi terakhirnya pesantren.

Sekolah kejuruan memang murah. Sangat murah malah. Aku bisa patungan untuk membeli buku LKS. Yang penting, kata guruku, ada. Perihal menjawab soal, bisa ditulis di selembar kertas yang bisa dikumpulkan.

Itu baru satu contoh. Sebenarnya masih ada yang lain, semisal, untuk peralatan praktik di bengkel kita selalu diberi cara supaya tidak keluar uang sendiri. Apapun dipermudah. Menunggak sampai selesai ujian juga boleh.

6/
Setiap pagi buta temanku selalu membantu orangtuanya menyiapkan dagangan ayahnya di pasar. Selesai dari sana, ia mesti pulang ke rumah dan menyiapkan diri untuk berangkat ke sekolah.

Sialnya, setiap pagi mesti bertemu dengan sekolah lain. Ia diganggu dan ia marah. Halangan seperti itu yang terus ia jalani dengan kondisi tubuh yang kadung lelah sebelum ia sampai di sekolah.

Tidak ada satupun meman pembenaran dari itu. Kadang, keadaan yang memaksanya untuk terus begitu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun