Lagi, sialnya aku tertawa. Bahkan, seperti biasa, Ridwan Remin mengemasnya dengan teknik yang baik.
Lalu --yang katanya-- penampil terbaik hari itu: Bintang Emon. Tapi, menurutku biasa saja. Yang patut diapresiasi justru bagaimana Bintang Emon menyusun set-list dengan baik.Â
6/
Senang menonton Hifdzi. Seorang pribadi yang lucu dan mampu melucui apapun. Aku senang. I'm a fan boy! Mantap-mantap~
Mungkin saking lamanya tidak menonton David Nurbianto, penampilannya malam itu sungguh berkesan.Â
Aku rindu akan cara orang betawi ngebanyol. Aku rindu celetukannya. Aku rindu kesalnya mereka dengan berbagai kejadian/peristiwa. Aku rindu bagaimana orang Betawi menyikapi suatu masalah. Dan malam itu, menurutku, David Nurbianto berhasil mengobati rinduku.
8/
Tetapi ada yang baru aku sadari: ternyata komedi dan komika kita sedang tumbuh berbarengan. Itu adalah suatu yang alami.
Dulu, aku ingat, di Kedai Alania, pernah berdiskusi dengan Detective Ferry tentang selera komedi dalam buku. Saat itu ia tengah menulis buku --yang entah kini bagaimana kelanjutannya-- lalu memberi contoh bukunya Raditya Dika.Â
Menurutku, dulu, bukunya Raditya Dika sudah habis komedinya pada "Manusia Setengah Salmon". Tidak ada lagi cerita-cerita yang membuat kocak-ngakak-terpingkal. Namun, mulai dari buku itu, semua yang kocak-ngakak-terpingkal baru sebatas potensi.
Kala itu Ferry tidak menyangkal karena (1) belum baca buku-bukunya Raditya Dika dan (2) ia beralasan karena kini Radit telah bertambah usia --sudah tua, intinya. Dengan argumen itu aku bisa menerima. Sebab, kata Detective Ferry, tidak mungkin orang sudah lebih dari berkepala-tiga masih membahas jomlo.