Saat itu Mahfudz Tejani masih bekerja di area Bukit Beruntung, sekitar setengah jam dari Bandar Rawang. Setiap hari Minggu atau libur kerja, ia pergi ke Kuala Lumpur untuk membeli media khas Indonesia.
"Waktu itu saya masih berstatus full illegal, karena tidak memegang KTP dan passport, disebabkan hilang saat pertama kali masuk ke Malaysia," katanya.
Setelah mendapat Tabloid Bola, ia sadar, kalau di dekatnya berdiri kala itu ada dua orang polisi bertugas. Karena takut, ia mencoba menghindar dengan memasuki kerumunan orang-orang untuk membaur.
Namun, naasnya ternyata di antara kerumunan itu, ada 2 polisi lain. Seorang polisi memegang tali celana bagian belakangnya dan menariknya ke tangga area pertokoan lama di sekitar Jalan Silang.
Ketika diintrogasi ia hanya bisa menunduk tidak menjawab dan menggelengkan kepala. Dengan berpura-pura sedih, akhirnya ia dilepaskan juga oleh petugas polisi tersebut.
***
Pada waktu yang telah ditentukan, Jumat (26/10) telah  menjadi edisi terakhir Tabloid Bola. Informasi tentang terbitan terakhir itu, mengutip cuitan dari akun Twitter TabloidBOLA, akan berisikan 60 halaman dan fullcolor.
Kenangan dan romantisme itu akan mencapai puncaknya nanti. Tetapi jawaban yang tepat atas pertanyaan yang telah diajukan tadi, rasa-rasanya jelas, yaitu: ke mana kita saat dulu mau bersusah payah mendapatkan Tabloid Bola dan kini setelah punya penghasilan sendiri justru yang terlebih dulu meninggalkannya.
Yha. Ternyata memang kita yang lebih dulu meninggalkan Tabloid Bola daripada Tabloid Bola itu sendiri. Dan itu akan menjadi sesuatu yang banal antara sepakbola dan media(nya).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H