Keragaman selera, cara pandang, dan asumsi itu juga yang, barangkali, kini membuat sulit sekali mahami pilihan seseorang. Dalam hal apapun, bahkan pilihan paling buruk: politik.
Sebagaimana Mba Tami, aku pun tidak ingin mendebat untuk hal-hal semacam itu. Biarlah yang berbeda tetap berbeda. Sebab menjadi keliru bagaimana kita ketika bertoleran dengan menyamakan semua. Toleransi itu mengedepankan yang berbeda dan tidak mencampur-adukan itu.
***
Kejadian atau peristiwa yang ditulis Mba Tami terkadang remeh dan receh. Namun bisa menjadi berat bertingkat (asyiknya frasa 'berat bertingkat'?) manakala itu dikupas secara akademik. Yha. Tidak bisa tidak, Mba Tami adalah akademisi.
Aku kemudian membayangkan bagaimana kalau buku itu dibuatkan juga daftar pustaka atawa catatan kakinya. Barangkali sudah menghabiskan seperempat buku itu sendiri. Namun itulah yang mengasyikan, membaca buku 'Berbagi Ruang' seperti ikut kuliah bersama Mba Tami.
Semua tulisannya kaya akan referensi. Dan tulisan macam itu, percayalah, jauh lebih bergizi daripada pembenaran atas apapun alasan pasangan kita kala minta putus. Katanya, terlalu baik jadi lebih baik kita putus saja. Apa coba? Bahkan tiba-tiba menghilang setelah, walau belum terkait dan/atau terikat hubungan, sudah mengacak-acak rambut. Kemudian datang kembali, menyapa, dan memberi undangan nikahannya. Apa coba itu kalau bukan apes!
Hanya saja, entah ini selera aku yang kurang baik mungkin, cara Mba Tami mengeksekusinya membuat jenuh ketika mengutip buku atau ucapan atau apapun. Selalu dan selalu dengan serupa. Meski memang ada tatacara (baku) untuk mengutip tentu saja.
Misalnya dari esai yang berjudul 'Bu Dosen': Masing-masing peran itu menuntut penggunaan kosakata yang berbeda. Variasi bahasa berdasarkan penggunaanya disebut register. Douglas Biber dan Susan Conrad, dalam buku Register, Genre and Style, mengatakan bahwa deskripsi mengenai register mencakup tiga hal: konteks situasional, ciri linguistik, dab relasi fungsional di antara keduanya.
Lalu bayangkan itu ada di tiap tulisan. Tidak satu, tapi lebih dari itu. Bagaimana perasaanmu? Baik-baik saja meski, kamu tahu, ada yang tersakti dari caramu memgundangku itu. Hadeeeuh~
***
Semua kisah-kisah yang diceritakan Mba Tami dalam buku 'Berbagi Ruang' hadir dengan cair dan mencairkan. Seperti memungut remah-remah kue biskuit: biar bagaimanapun itu tetap saja bagian dari biskuit yang masih bisa dimakan.