Gambarnya kusuka: seorang perempuan menangis yang tersenyum. Rambutnya dicepol satu ke belakang. Sekilas aku ingat kamu, tapi aku telah lama melupakanmu.
Pada halaman awal, aku baca ada namamu tertera di sana. Sebuah buku puisi yang dipersembahkan untuk namamu. Aku tersenyum. Barangkali kebetulan itu ada.
***
Kamu ingin memelukku dan menangis di bahuku, tapi ada perut yang terlampu besar yang menghalangi. Aku hanya bisa memintamu berhenti menangis. Kecantikkanmu hilang. Aku benci ada yang hilang dari kamu. Namun aku lebih membenci ada yang menambah di perutmu itu.
"Kita ini manusia, pasti bertumbuh," kamu sedikit menghibur diri. "Tidak mungkin aku datang kembali menemuimu dengan aku yang dulu."
"Tapi, jika kamu masih ingat, aku masih orang yang sama yang kamu tinggalkan."
"Berapa harga maaf yang bisa aku bayarkan?"
"Tidak ada toko yang menjual maaf," kataku. "Sekalipun itu di toko buku, tempat kata maaf berkumpul."
***
Buku puisi penyair itu kembali aku letakkan di tempat semula. Aku tidak bisa dan tidak ingin meneruskan membacanya. Orang-orang datang ke perpustakaan mencari buku yang mereka inginkan. Aku tidak ingin membaca buku apapun saat ini. Kebencian sungguh sejahat itu!
Hari berjalan begitu lambat. Aku menerima dan mempersilakan orang pergi dengan ucapan "terimakasih, semoga besok datang lagi."