Tapi ada satu hal, untuk satu ini, entah kenapa, saya percaya kebetulan. Barangkali memang saya tidak menemukan padanan kata yang tepat saja dari "kebetulan". Kebetulan sekali saya bisa menikmati sebuah guyon yang lahir bukan dari/karena menyakiti. Juga kebetulan sekali, saya hidup tidak di zaman kerajaan; di mana pelawak hanya melucu untuk kalangan istana sahaja. Dan amat kebetulan sekali, saya dan pasangan saya yang dulu punya selera yang sama dalam hal komedi.
5/
Edgar Allan Poe pernah menulis cerita pendek yang mengisahkan sisi kelam seorang pelawak kerajaan. Hop-Frog, judulnya. Dia, si pelawak itu, Hop-Frog, adalah pelawak favorit kerajaan. Di antara para pelawak lain, secara fisik Hop-Frog memang berbeda. Entah dari cara berjalan dan bentuk tubuh yang pendek. Untuk kedua alasan ini juga jadi alasan Sang Raja menyukai Hop-Frog.
Pada masa itu tidak ada yang jauh lebih menyedihkan menjadi pelawak. Secara materil mungkin menguntungkan, karena kerajaan dengan suka-rela membayar semua pelawak. Kerajaan, khususnya Sang Raja beserta para menterinya, betul-betul butuh atau haus akan hiburan setelah lelah mengurus dan memikirkan kerajaan.
Sudah begitu, Sang Raja memasang suka sebuah lelucon yang tidak rumit. Barangkali itu juga yang menjadikan Hop-Frog pelawak favorit. Melihatnya berjalan saja sudah pasti ketawa.
6/
Jika tawa adalah nafas setiap pelawak di panggung, maka, saya kira, ditertawakan karena fisik yang cenderung abnormal bukanlah cara terbaik memberi "nafas" pada pelawak itu.
7/
Pada satu waktu Hop-Frog diberi kesempatan oleh Sang Raja memberi ide untuk pesta topeng yang ingin dilaksanakan di istana. Itulah kesempatan yang dilakukan Hop-Frog di mana ia bisa membalaskan dendamnya. Setidaknya untuk memberinya pelajaran atas sikapnya terhadap dirinya dan pelawak lain.
Hop-Frog mengusulkan: Sang Raja dan para Menterinya dipakaikan kostum monyet, jadi ketika pesta sedang berlangsung Sang Raja keluar untuk menakuti. Semua pintu istana mesti ditutup supaya tidak ada yang bisa kabur keluar. Sang Raja suka ide itu. Katanya, ide gila hanya bisa keluar dari orang gila. Sang Raja tertawa puas.
Di situlah pembalasan dendam dimulai. Ketika pesta topeng berlangsung dan Sang Raja sudah siap keluar untuk menakut-nakuti, Hop-Frog --bersama teman perempuannya-- menyiapkan rencana lain. Sebuah kandang besar disiapkan untuk nantinya menangkap monyet-monyet sialan itu.