Mohon tunggu...
Harry Ramdhani
Harry Ramdhani Mohon Tunggu... Teknisi - Immaterial Worker

sedang berusaha agar namanya di (((kata pengantar))) skripsi orang lain. | think globally act comedy | @_HarRam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Satu Hari Ketika Gomah Tidak di Dapur

23 Desember 2016   02:53 Diperbarui: 23 Desember 2016   23:22 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rumah saya sekejap akan seperti dapur umum kalau ada orang yang ingin hajatan dan meminta Gomah untuk memasaknya. Semua senjatanya di lemari dapur akan keluar. Kompor yang kadang saya sendiri tidak tahu merasa memilikinya, penggorengan sebesar bak mandi bayi dan lain sebagainya.

Satu waktu Gomah pernah "tertipu" ketika memasak untuk pesta pernikahan. Sebab biaya membeli bahan makanan berbeda dengan ongkos memasak. Jadi hitung-hitungan diawal sebatas hitung-hitungan membeli bahan makanan saja. Setelah pesta pernikahan selesai, tetangga saya hanya datang ke rumah dan mengucapkan "terimakasih". Tidak lebih. Tentu Gomah kecewa tentu saja. Sebab dari bayaran itu, setelahnya Gomah akan masak lagi untuk makan-makan dengan tetangga saya. Setidaknya sebagai ganti bantu-bantu atau terkena imbas bau masakannya.

Seingat saya, itu jadi kali terakhir Gomah menerima pesanan orang dengan serampangan. Kini Gomah selektif sekali untuk orang-orang yang bisa menggunakan jasanya memasak. Salah satunya dengan memasang tarif yang tinggi. Atau, dengan alasan kondisi tidak sehat.

Gomah adalah penguasa tunggal dapur. Siapapun yang ingin menggunakan dapurnya, mesti siap dicerewetin Gomah. Ini mesti begini, itu mesti begitu. Apalagi jika dapur kotor setelah digunakan, duh, saran saya lebih baik menyerah saja. Teman perempuan saya tidak ada yang berani masak jika sudah main ke rumah. Siapa saja setelah saya ceritakan bagaimana dapur itu milik Gomah seorang.

Oia, btw-btw saya suka lho perempuan yang bisa masak. Pernah seorang teman perempuan saya dengan rasa percaya diri maksimal menantang balik saya. Ia bilang, ia berani masak di rumah saya. Tentu saya persilakan. Gomah juga selalu mengizinkan. Namun, setelah itu, teman perempuan saya menyesal pernah melakukan itu. Itu kali pertama ia datang ke rumah saya dan kali terakhir. Itu juga menjadi asal mula hubungan saya dan teman perempuan saya berakhir.

***

Sekenyang apapun saya makan di luar, saya selalu menyempatkan makan di rumah. Sudah tentu karena masakkan Gomah alasannya.

Tapi dari Gomah saya belajar: cara terbaik membantu penjual makanan (yang suka lewat di depan rumah, khususnya) adalah dengan membeli dan memakannya. Tidak pernah Gomah kasihan terhadap penjual apa gitu dengan membeli saja. Kata Gomah, tak ada yang lebih membahagiakan kalau masakannya dimakan.

Barangkali dengan seperti itu saya bisa membahagiakan Gomah setiap hari.

***

Enam sampai delapan tahun lalu mungkin tepatnya. Saya lupa. Itu untuk kali pertama keluarga saya merayakan Hari Ibu. Pagi harinya, ketika Hari Ibu, semula seperti biasa saja. Seperti tidak ada apa-apa. Namun ketika malamnya, ketika sedang ingin makan malam, Gomah nyeletuk, "kalau lagi hari ibu, mamah gak masak, yah. Sehari aja."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun