"Kamu jadi ketua kelas?" tanya saya.
"Bukan,"
"Kok kamu mimpin barisan?"
"Disuruh Bu Amel," jawab Peang. "Ketua kelasnya ada lagi, putih. Gateng, deh,"
Saya sadar, Peang hanya menang besar (perutnya).
Lalu kemarin. Saya baru sadar, sekarang setiap kamis anak-anak sekolah memakai seragam pramuka. Seragam Peang kebesaran. Tidak ada ukuran yang pas untuknya. Peang mulai kenal beberapa teman. Anehnya, yang dikenal Peang semuanya perempuan. Peang hafal dan menyebutkannya satu per-satu. Berasan --itu istilah yang Peang gunakan untuk mengumpamakan kekesalan, semisal: "belagu lu".
Dari luar kamar Gomah sudah meminta kami tidur. Kemudian Peang membalas, ya. Kepada saya, ia "ssttt...,"
Saya pun meminta Peang tidur. Dia tidak mau. Peang melanjutkan ceritanya.
Hari ini ia olahraga. Main futsal. Katanya, timnya menang dengan skor 10 - 3. Saya tidak percaya. Saya tahu cara hitung-hitungan Peang kalau untuk ini. Lawannya pasti dipaksa melakukan ini-itu sampai. Walau bolanya masuk dihitung, namun ketika nilainya mendekat, nilai lawannya dikuranginya sendiri. Sesuka hati. Saya adalah korbannya.
Juga, katanya lagi, tadi dia sholat jumat. Pulangnya hujan-hujan setelah mampir dulu ke rumah makan Padang. Naik motor sama Gopah. Sampai di rumah, keduanya diomelin Gomah.
Saya minta Peang untuk tidur. Tunggu-tunggu, katanya.