Pagi itu Gomah mesti menjual gorengan --risoles, tahu isi, dan lontong--di depan warung penjual sayuran. Sebelum itu memang Gomah sudah berdagang.
Dan ini juga mengingatkan saya pada cerita Pandji Pragiwaksono lewat bukunya "Nasional Is Me".
Pada buku itu, Pandji menjelaskan tahap-tahap di mana ia bisa begitu mencintai Indonesia. Salah satunya, lewat sekolah. Diceritakan semua tingakat dari SD sampai Kuliah, hingga secara langsung atau tidak membentukknya sampai menjadi sekarang ini.
Ada yang menarik saat di mana Pandji masuk SMP. Itu adalah kali pertama ia sekolah di sekolah negeri.Â
Dulu dari TK, kalau tidak salah, sampai SD di sekolah swasta. Yang terjadi: berbanding terbalik. Semua yang tidak ia dapat dulu di sekolah swasta, didapatnya di Sekolah Negeri. Dari diminta uang oleh kakak kelas, coret-coret meja, serta ditolak banyak wanita.
Namun yang membuat Pandji sadar adalah di Sekolah Negeri ia paham artinya seragam sekolah. Hanya dengan menggunakan seragam sekolah saja murid-murid sama secara derajat.Â
Tidak ada yang terlihat kaya atau miskin. Tidak ada pembeda-bedaan agama. Semua dapat perlakuan sama ketika sudah berseragam.
Tidak perlu ada semoga. Pendidikan memang mengenalkan kepada saya tentang apa itu harapan.Â
Namun, biarlah saya yang melakukan itu sendiri, dengan cara saya sendiri. Biar besok saya cukup mengantarkan Peang ke sekolah, meninggalkannya sebentar untuk urusan ini-itu dan menjemputnya pulang.
Dan besok juga, mintanya Peang, setelah pulang sekolah mampir dulu ke sekolah lamanya, Taman Kanak-kanak, menemui teman dan guru-gurunya di sana.
Perpustakaan Teras Baca, 17 Juli 2016