Mohon tunggu...
Harry Ramdhani
Harry Ramdhani Mohon Tunggu... Teknisi - Immaterial Worker

sedang berusaha agar namanya di (((kata pengantar))) skripsi orang lain. | think globally act comedy | @_HarRam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Terlalu Banyak "Katanya" di Papua

11 Juni 2016   03:09 Diperbarui: 20 Agustus 2019   15:05 1315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: kompas.com/Barry Kusuma

Di kampus saya dulu, ada juga Keluarga Mahasiswa Papua. Mereka inilah yang membuat dan sedikit-banyak mempengaruhi saya tentang memandang bangku perkuliahan. Oleh mereka, orang-orang Papua itu, kuliah menjadi tempat belajar caranya belajar. Ya, belajar caranya belajar. Mencari tahu apa yang kita tidak tahu, mempertanyakan jawaban, haus akan wawasan orang lain dan lain sebagainya.

Karena teman-teman saya yang asal Papua itu, saya jadi paham kalau orang-orang Papua dibagi menjadi tiga: kota, gunung dan pesisir. Itu pengelompokan berdasarkan tempat tinggal. Pembangunan memang baru banyak dilakukan di kota. Untuk daerah gunung dan pesisir baru sebagian. Setidaknya sampai saat ini sedang berjalan.

Dari acara Bicara Papua itu, saya jadi tahu kalau ada dua hal elementer yang penting untuk segera diperbaiki di Papua: pembangunan dan kepemimpinan.

Untuk pembangunan, setidaknya sudah ada tindak nyata dari Pemerintah dengan Program membangun tol laut di Pelabuhan Wasior. Saat peresmian, itu merupakan kunjungan keempat Pemerintah Pusat ke Papua. Sebelumnya, telah bertandang ke sana pada Desember 2015, pertengahan Mei 2015, dan Desember 2014. Permasalahan di Papua mesti diselesaikan dengan langkah konkrit!

Bagaimana dengan kepemimpinan? Saya kira ini tidak hanya di Papua, di hampir banyak daerah di Indonesia pun demikian. Namun, yang menjadi urgensi di sini adalah tentang bagaimana orang Papua sendiri dapat membangun wilayahnya sendiri.

Oleh karenanya banyak pembicara dengan berbagai latar belakang, tapi membawa satu topik: Papua. Ada Dr. Lakshmi, antropolog UGM yg pernah melakukan riset di Merauke, Jecko Siompo dengan timnya yang telah memperkenalkan Papua kepada dunia lewat “Animal Pop Dance”, Ari Sihasale beserta Nia Zulkarnaen yang melakukan perjalanan mereka selama di Papua dan mendokumentasikannya lewat serial documenter “Uncover Papua”. Juga banyak lagi yang lainnya.

Jika boleh meminjam istilah kodian tak bertuan: bila surga bisa bocor, pasti tetesannya ada di Indonesia dan tetesan paling banyak akan menetes di Papua. Lihat saja kekayaan alam dan budaya yang ada.

Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UGM, Prof. Dr. Suratman menyampaikan pada pembukaan acara Papua Days di UGM, “Bahwa di Papua, terdapat lebih dari 200 bahasa dan etnis. Itu adalah kekayaan yang tidak ada di daerah mana pun di dunia. Kita mesti menjaga dan melestarikannya.”

***

Saya kira yang paling umum dan bisa dari suatu perjalanan atau liburan atau apapun namanya, adalah menceritakan pengalaman singkatnya kepada orang lain.

Bila saat perjalanan itu ia mendapat cerita menarik, ia bisa sebarkan dengan cepat. Namun bila tidak, itu akan yang berbahaya. Berbahaya di sini maksudnya adalah satu hal kecil bisa diimbuhi 'bumbu penyedap' yang terlalu banyak. Ini yang saya maksud dengan terlalu banyak 'katanya' tentang Papua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun