Meskipun sebagai penegak peraturan daerah kami melihat banyak pelanggaran lain, misalnya berkenaan dengan izin usaha, izin penjualan minuman keras bahkan masalah persampahan.
Pada kesempatan tersebut kami ingatkan tentang peraturan bupati yang menutup lokalisasi, dan peraturan daerah yang melarang prostitusi. Pelanggaran terhadap perda dapat diambil tindakan hukum dan dikenakan sanksi pidana kurungan maupun denda.
Meskipun di akhir sosialisasi kami berikan kesempatan untuk berdialog, namun para pemilik wisma tampaknya menyadari kesalahan dan tidak ingin menunjukkan itikad tidak mematuhi aturan, meskipun secara pribadi tampaknya mereka akan tetap melakukan pelanggaran.
Lokalisasi dan Prostitusi
Pada tahun 2019 telah dilakukan deklarasi penutupan lokalisasi dan pemulangan wanita tuna susila yang bekerja di lokalisasi Lembah Durian. Saat itu ada 160 orang pekerja seks komersial yang terdata, dan hanya 5 orang yang dipulangkan oleh pemerintah daerah.
Sebagian besar pekerja seks tersebut memilih untuk pulang sendiri. Masalahnya adalah apakah mereka yang memilih pulang dengan biaya sendiri betul betul sudah pulang atau hanya sekedar pindah keluar dari wisma-wisma yang ada di Lembah Durian.
Berdasarkan rumor yang beredar di masyarakat sejak ditutupnya lokalisasi Lembah Durian, kegiatan prostitusi berlangsung di wisma atau penginapan di dalam kota Muara Teweh. Rumor yang menegaskan argumen penutupan lokalisasi malah menyebabkan masalah baru seperti yang kami tulis di Kompasiana Penanggulangan Dampak Penutupan Lokalisasi Prostitusi.
Kebijakan Penertiban
Meskipun pemilik wisma yang tersisa sekarang hanya 12 dibandingkan 19 di tahun 2018, namun pemilik wisma adalah pihak pertama yang harus diberikan pembinaan
 Berdasarkan Perda Kabupaten Barito Utara Nomor 1  tahun 2020 pihak yang memfasilitasi prostitusi juga dapat dikenakan hukuman pidana.