Aku pernah datang ke hatimu, sekali waktu, dengan harapan yang tidak perlu: berpikir kamu akan jadi tempat parkirku yang tak perlu ditagih berapa lama waktuku berhenti, menginap, dan menetap.
Tidak. Ternyata tidak seperti itu. Kutaruh semua di tempat itu, lalu pergi dengan perasaan yang tak menentu: sakit dan sulit.
***
Aku tidak pernah mempermasalahkan parkir. Bayar atau tidak, sama saja. Aku datang, menaruh kendaraanku, menyelesaikan urusanku, lalu pergi.
Hubunganku dengan tukang parkir pun selalu baik-baik saja. Aku kenal beberapa --meski kutak tahu siapa namanya.
Lalu, ada yang mempersoalkan: tukang parkir datang hanya untuk meminta uang, tetapi tidak pernah membantu. Maksudku, bantuan seperti apa yang kamu inginkan?
Berharap tukang parkir yang mengeluarkan kendaraanmu seperti layaknya tamu hotel bingtang-5? Tidak! Siapa kamu dan apa kendaraanmu? Pun di mana kamu parkir?
Baru setelah itu kamu kesal: ada uang yang mesti kamu keluarkan dan kamu kepikiran malah tidak ikhlas.
Tuhan!
Anggaplah itu tempat yang tidak diperuntukan untuk parkir. Tetapi, pada akhirnya kamu memarikirkan kendaraanmu di situ.
Anggaplah itu tempat yang memang diperuntukan untuk parkir, entah fasilitas atau lahan yang sudah dipersipakan. Tetapi, setelah kamu (ingin) pergi, ada yang (anggaplah tidak memmbantu, tapi menyapamu) memberimu senyum sambil mengingatkan: hati-hati di jalan.
Lalu, ada uang di dasbor kendaraanmu, recehan, apa tidak ingin kamu selipkan salam balik pada dengan mengucap balik: terima kasih --sambil lalu menempelkan recahanmu padanya?
Ya, uang yang kamu berikan tidak akan membuatmu tiba-tiba jatuh miskin. Pun, tidak mungkin membuat dia tiba-tiba kaya.
Lantas, dari mana datang kekesalanmu itu? Mencari uang di tempat yang tidak semestinya?
Semestinya juga kamu tidak dapat perhatian itu. Orang yang mengingatkanmu untuk berkendara dengan hati-hati.
Atau, barangkali, dia kesal dan ketus kepadamu ketika kamu pergi? Mengapa kamu begitu peduli dan memikirkan respon oranglain terhadapmu? Ada beben moril apa yang kamu punya untuk itu? Bukankah kamu setelah itu ingin pergi? Dianggap angin lalu pun kurasa berlebihan.
***
Parkir dilegalisasi. Tidak ada tukang parkir. Atau, paling tidak, uangnya tidak untuk tukang parkir. Uangnya diambil sebagai pendapatan daerah dan tukang parkir digaji.
Jadi, masalah parkir liar ini ada pada kendaraan yang asal parkir atau kehadiran tukang parkir yang asal minta-minta-itu menurutmu?
Toh, pada awalnya memang kamu yang datang ke suatu tempat dengan kendaraanmu untuk urusan tertentu dan memarkirkan kendaraanmu. Kamu yang asal parkir. Kamu yang "liar" menaruh kendaraanmu.
***
Seingatku, aku tidak asal parkir. Aku tahu di mana tempatnya dan memang sebelumnya tidak ada yang memarkirkan sesuatu di situ.
Seperti yang sudah kujelaskan sebelumnya, hubunganku selalu baik-baik saja dengan tukang parkir. Tidak ada masalah, tidak ada yang salah.
Aku masih parkir dan kamu pergi. Itu bikin sakit dan sulit.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H