Anggaplah itu tempat yang memang diperuntukan untuk parkir, entah fasilitas atau lahan yang sudah dipersipakan. Tetapi, setelah kamu (ingin) pergi, ada yang (anggaplah tidak memmbantu, tapi menyapamu) memberimu senyum sambil mengingatkan: hati-hati di jalan.
Lalu, ada uang di dasbor kendaraanmu, recehan, apa tidak ingin kamu selipkan salam balik pada dengan mengucap balik: terima kasih --sambil lalu menempelkan recahanmu padanya?
Ya, uang yang kamu berikan tidak akan membuatmu tiba-tiba jatuh miskin. Pun, tidak mungkin membuat dia tiba-tiba kaya.
Lantas, dari mana datang kekesalanmu itu? Mencari uang di tempat yang tidak semestinya?
Semestinya juga kamu tidak dapat perhatian itu. Orang yang mengingatkanmu untuk berkendara dengan hati-hati.
Atau, barangkali, dia kesal dan ketus kepadamu ketika kamu pergi? Mengapa kamu begitu peduli dan memikirkan respon oranglain terhadapmu? Ada beben moril apa yang kamu punya untuk itu? Bukankah kamu setelah itu ingin pergi? Dianggap angin lalu pun kurasa berlebihan.
***
Parkir dilegalisasi. Tidak ada tukang parkir. Atau, paling tidak, uangnya tidak untuk tukang parkir. Uangnya diambil sebagai pendapatan daerah dan tukang parkir digaji.
Jadi, masalah parkir liar ini ada pada kendaraan yang asal parkir atau kehadiran tukang parkir yang asal minta-minta-itu menurutmu?
Toh, pada awalnya memang kamu yang datang ke suatu tempat dengan kendaraanmu untuk urusan tertentu dan memarkirkan kendaraanmu. Kamu yang asal parkir. Kamu yang "liar" menaruh kendaraanmu.
***