Mohon tunggu...
Harry Cahya
Harry Cahya Mohon Tunggu... Konsultan - Saya adalah seorang yang senang berbagi pengalaman & visi.\r\nMelihat kehidupan sebagai anugrah yang harus disyukuri, sekaligus tantangan yang harus dihadapi.\r\nMisi ku adalah menjadi saluran berkat Tuhan bagi orang lain. Pandanganku tentang kehidupan kutulis dalam buku \"Quantum Asset\" (terbit 2008)

Saya adalah seorang yang senang berbagi pengalaman & visi.\r\nMelihat kehidupan sebagai anugrah yang harus disyukuri, sekaligus tantangan yang harus dihadapi.\r\nMisi ku adalah menjadi saluran berkat Tuhan bagi orang lain. Pandanganku tentang kehidupan kutulis dalam buku \"Quantum Asset\" (terbit 2008)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Lewatkan Masa Indah di Rumah

2 April 2020   21:00 Diperbarui: 3 April 2020   01:58 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Segala sesuatu akan menjadi seperti apa tergantung dari Sikap kita. Hujan akan menjadi baik jika kita menyikapi dengan bijak, lihatlah air langit yang sangat baik untuk  diminum, setelah diproses ionisasi elektrolisa. Panas akan menjadi bermanfaat kalau kita menyikapi dengan benar.

Sikap yang baik lahir oleh karena kita membuka diri bagi hadirnya  sisi baik.  Lihatlah sekarang orang pada berjemur setiap pukul 10 sd 11, karena melihat sisi baik dari sinar surya. Pagi senantiasa tampak sejuk   ketika kita melihat embun indah menempel di muka daun dan buah buah segar di pohon, oksigen pun seakan ditambahkan lebih banyak dan  bersih.

Siang akan menjadi baik ketika sinar surya menerangi obyek pekerjaan kita. Dengan sinar matahari berapa banyak hematan listrik yang kita dapat. Malam, akan kita rasakan indah syahdu.ketika secangkir kopi menemani perbincangan hati dengan kekasih. Malam yang nyaris gulita dapat mengangkat fantasi lilin lilin kecil di sekitar meja taman kita berdua.

Apakah jika di rumah lebih boros atau lebih hemat, itupun tergatung dari sikap kita. Makan minum keluarga seperti biasa dengan memasak sendiri akan lebih hemat, dibanding selalu on call, on line order karena plus ongkir makanan. Jika sungguh lelah barangkali nilainya lebih hemat jika pesan.

SIKAP MENGUBAH SEGALANYA

   (  Belajar dari Dokter Zhang ) 

Dr. Zhang adalah dokter ahli virus termuka di Tiongkok. Umurnya 51 tahun. Kelahiran Wenzhou kota pantai di seberang Taipei. Dokter Zhang lulusan Fakultas Kedokteran Fudan University, Shanghai. Pernah belajar di Harvard Medical School, Boston, Amerika. Kini dokter Zhang Wenhong menjabat ketua departemen penyakit menular di Huashan Hospital, Shanghai.

Nama Zhang Wenhong melangit sejak Januari lalu. Yakni ketika wabah Covid-19 kian serius di Wuhan. Waktu itu ia memerlukan lebih banyak dokter lagi yang harus ke garis depan: mengatasi wabah Covid-19.  Berarti harus lebih banyak lagi dokter Shanghai yang harus ditugaskan terjun ke Wuhan. Itu untuk menggantikan ”pasukan” gelombang pertama.  Dokter Zhang tahu perasaan para dokter yang ditugaskan ke sana itu.

Maka dokter Zhang mengeluarkan kata-kata keras. ”Kita tidak seharusnya mengingkari tanggung jawab kita kepada rakyat. Saya tidak peduli kalian suka atau tidak suka dengan tugas ini. Saya tidak peduli kalian melakukannya dengan sepenuh hati atau terpaksa. Pokoknya jalankan.” 

Video pidatonya itu langsung viral. Ditonton puluhan juta netizen di Tiongkok. Sejak saat itu Dr  Zhang Wenhong langsung jadi media darling. ( dipetik dari tulisan bp. Dahlan Iskan berjudul “Kantormu masih ada. Tidak hilang” ).

Dr. Zhang telah memilih SIKAP, untuk komitmen dengan sumpah dokter, dan kemudian meresonansikan kepada para rekan kerja  dokter yang lain.

Dr. Zhang sangat menekankan ”jangan keluar rumah”. Itulah satu-satunya cara untuk memutus penularan. Kalau semua orang disiplin tidak keluar rumah, Covid-19 teratasi dalam dua bulan.

Dr Zhang Wenhong tidak hanya diidolakan publik seluruh Tiongkok. Anak buahnya pun sangat mencintainya. ”Beliau suka membina dokter-dokter muda. Sampai-sampai kami memanggil beliau Papa Zhang,” ujar staf di rumah sakit itu.

Jadikanlah himbauan tinggal di rumah menjadi pilihan sikap sadar kita, sebagai sikap yang baik dan benar.

MARI MEMILIH SIKAP KITA

Segalanya akan menjadi baik dan indah adanya, jika kita memilih sikap dengan benar. Sikap yang baik di mulai saat diri membuka terhadap intervensi kebaikan dan sisi baik dalam segala hal. Apakah dari sisi obyek maupun kondisi suasana. Sikap yang baik akan mempercepat datangnya efek kebaikan. Efek kebaikan itu juga perlu waktu untuk sampai ke posisi jangkauan kita. Manakala kita bersikap baik maka waktu proses datangnya efek kebaikan juga semakin cepat.

Sebagai contoh Presiden Jokowi memang bukan Malaikat, ia juga memiliki saat lelah seperti kita. Mengalami kecemasan seperti kita. Namun seorang Presiden baik dalam kondisi lelah ataupun tidak, pusing ataupun tidak,  tetap harus membuat keputusan keputusan penting bagi bangsa dan negara.  Keputusan Presiden tanggal 31 Maret 2020 kemaren berintikan penambahan  anggaran dalam skema APBN sebesar Rp. 405,1 T terkait Pembatasan Sosial erskala Besar ( PSBB)  dalam menghadapi pandemi covid.19. Bagaimana kita menyikapi.

Jika kita bersikap baik maka efek dari kebaikan keputusan Presiden itu juga cepat sampai dalam jangkauan kita. Namun bisa juga sebaliknya.  Bersikap baik dalam konteks ini adalah “kesediaan” menunda sikap skeptis  atas keputusan ini sampai dengan selesainya masa darurat.

 Sekarang bagaimana kita bersikap saat di rumah? jangan lewatkan masa indah di rumah

  1. Kita punya kesempatan bersama  orang orang yang kita sayangi di rumah. Berlama lama  memandang wajah mereka, walau berjarak 1 meter, atau lebih. Ini hal  belum tentu terjadi sejak kita berusia 20 tahun
  2. Membersihkan kamar tidur, mengganti sprei, menata meja dan apapun yang biasanya dikerjakan pembantu sekarang dapat kita alami.
  3. Menyapu halaman rumah? berapa lama kita tak melakukan..sekarang kita punya kesempatan melakukan sambil berjemur  diri.
  4. Memasak nasi goreng sendiri. Membuat sambal kecap, menggoreng atau merebus telur.. Barangkali nasi goreng kita terlalu asin atau kurang asin.lalu orang sekeluarga menertawakan diri. Kita alami rasakan sebagai perasaan tukang masak.
  5. Kita dapat melakukan pekerjaan kita secara online   di tengah keluarga, dan kita tidak perlu merasa salah, atau minta ijin kepada atasan untuk tidur lebih lama di rumah dari biasanya yang hanya maksimum 5 jam.
  6. Membaca buku buku kita yang biasanya dipajang hanya untuk hiasan. Sekarang berkesempatan membuka dan membacanya.
  7. Tanaman di halaman rumah kita, kapan terakhir kita sentuh kita sirami kita pupuk kita bersihkan dari semak belukar. Sekarang bisa kita lakukan.
  8. Bercanda dengan anak anak langsung, tanpa di batasi waktu gegara tiba tiba ada panggilan celuler untuk meeting. Saat ini kita punya waktu, gunakan !
  9. Kita punya berbagai alasan obyektif untuk tidak bisa bersama keluarga berdoa di ruang tamu.. Sekarang kita punya waktu, laksanakan !
  10. Saatnya kita melakukan komunikasi dengan diri sendiri. Komunikasi dengan diri sejati. Entah mau Anda sebut meditasi atau Samadi atau  Short Contemplation atau hening, silahkan. Intinya diam ! menelanjangi diri untuk berbenah kata bung Ebiet G. Ade.

Komunikasi dengan diri sejati di dalam hati adalah koneksitas dengan Yang Maha Ada Segala. klik tombol connect to God cobalah Anda rasakan kemudian (entah berapa jam) muncul sinyal hati “you were connected to God”  rasakan signalnya. Sebuah sinyal koneksi spiritual.

Sekali kali boleh rasakan sensasinya. Rasakan pengalaman baru. Untuk melengkapi pengalaman masa lalu yang  hanya melulu melihat sinyal free wifi. tapi ini sinyal diri yang terkoneksi dengan Hyang Suci. Sensasi yang membawa hati seolah berteriak :   “eureka !  eureka! ”, seperti  Archimedes saat berendam di bak air dan kemudian menemukan hukum Archimedes.

Koneksi spiritual ini tidak eksklusif. Ini koneksi inklusif really genuine like free wifi. Saatnya kita boleh  mencoba, sekaligus boleh gagal untuk mengulangi. Ini kesempatan indah saat kita memaksa diri  di rumah.  Kalau sudah terkoneksi lantas kita mau komunikasi apa denganNYA..?

Hal yang paling normatif otomatis pasti kita mohon agar sehat terbebas dari virus dan mohon  wabah ini segera berakhir.  Itu permohonan normatif sah sah saja...

Kemudian, lewatkan dan delete aja perdebatan diri apakah Tuhan membiarkan wabah, atau sedang dalam proses menghentikan. Lewatkan saja perdebatan diri itu.   Kita masuki sekuen baru. Ruang memory yang masih kosong dan bersih. Kalau FOLDER permohonan atas mau kita sudah penuh...buatlah FOLDER BARU. Folder diri yang baru bisa kita notifikasi dengan narasi :

Apa yang Engkau kehendaki atas diriku, atas komunitasku atas bangsa ku

Aku bersedia melakukan apa yang Engkau kehendaki

Kesediaan kita sepadan dengan passion kita untuk berbenah dan berubah, yang jelas lebih dari sekedar ibadah.  “Amanah lebih dari sekedar ritual ibadah”

Mari temukan pembaharuan amanah atas diri kita masing-masing. Itulah berbenah, itulah berubah, itulah esensi ibadah. Memfokuskan kehendaNya, bukan fokus kepada kekhawatiran dan kecemasan kita akan covid.19 dengan segala dampaknya.

Betapa Indah saat Kita di Rumah, adalah cara hemat dan tetap produktif bagi isolasi mandiri

Selamat mencoba, tetap sehat, tetap bersih, terus cuci tangan, jaga jarak dan laksanakan Social Distanching secara disiplin, sebagai tanda nyata kita lagi berbenah. (HC)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun