"Itu dia, jalan setapaknya," sorak Anna kegirangan.
     Aku melongo. Tidak mengerti apa maksudnya. Aku coba hafalkan lagi jalan-jalan yang baru saja kami lewati. Semua telapak kaki kami jelas nampak tidak beraturan.
    "Itu dia, di sana !" sahutnya penuh kesenangan.
     Aku kembali melihat ke arah telunjuknya. Sebuah jalan setapak yang hanya bisa dilewati dua orang saja.
    "Ayo dipercepat lagi jalanmu," teriak wanita cantik di sebelahku.
     Di depan sana, tampak sebuah sungai yang memantulkan cahaya matahari  dari permukaanya. Kami hampir mendekati jembatan pinggir sungai, ketika sebuah pohon kecil tumbang tepat di depan kami. Aku melompat, menarik lengan Anna.
    "Terima kasih," ujarnya.
     Beberapa pasang mata memandang. Tepuk tangan terdengar bergemuruh hebat di dalam gedung kesenian.
     "Aktingnya keren, pak." Terdengar suara lembut di hadapanku.
     "Settingan panggungnya yang keren," jawabku sambil tersenyum.
     Ambar, Anna, Anto dan Arimbi tertawa renyah.