Amy Chua dalam tulisannya pada buku "Political Tribes", menganalisis penyebab gagalnya negara adidaya AS untuk memusnahkan organisasi Taliban disebabkan para pembuat kebijakan AS hanya melihat Taliban sebagai organisasi Islam Radikal padahal kenyataannya ada gerakan etnis tertentu (etnis Pashtun) di dalam Taliban yang tidak dilihat oleh AS. Tidak melihat politik kesukuan di Afghanistan inilah yang membuat AS mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang keliru untuk Afghanistan terutama ketika bergabung dengan Aliansi Utara yang dipimpin oleh Panglima perang Tajik dan Uzbekistan, Abdul Rashid Dostum, yang dikenal banyak orang sebagai Anti-Pashtun bahkan tidak segan-segan membunuh pasukan Taliban meskipun banyak diantaranya yang sudah menyerah.
Penyelesaian konflik di Papua
Jika melihat penjelasan diatas tentu saja penempatan militer yang sangat besar di Papua yang didominasi oleh bukan orang Papua yang membuat seperti di Afghanistan hanya memperburuk usaha penyelesaian konflik di wilayah tersebut. Dan lagi masyarakat awam yang masih melihat penduduk Papua sebagai hanya satu etnis yang mendiami 2 provinsi Indonesia dan juga melihat gerakan OPM yang dianggap sebagai organisasi yang besar harus diubah.
Pemerintah sendiri sebenarnya sudah berusaha melakukan upaya penyelesaian damai dengan membentuk Operasi Damai Cartenz yaitu kampanye pendekatan ke masyarakat Papua yang dilakukan oleh Polri.
Namun kita tidak bisa menampik permasalahan mengenai perekonomian dan pembangunan menjadi persoalan beberapa masalah dari kian banyak masalah yang tengah dihadapi di pulau dengan kekayaan mineral yang besar ini karena kebanyakan penghasilana atau keuntungan yang dihasilkan oleh aktvitas pertambangan di Papua lebih banyak diambil oleh Pemerintah Pusat, dan diperburuk dengan praktik korupsi oleh pejabat setempat yang sangat memperburuk pembangunan di Papua. Dan yang terbaru terkuaknya praktik korupsi yang dilakukan oleh Gubernur Papua, Lukas Enembe yang merupakan notabene orang asli Papua sendiri.
Pemerintahan Jokowi pun sebenarnya juga mengupayakan pembangunan di Papua dengan membagun sarana prasarana, khususnya jalan tol. Namun upaya ini masih dikritik oleh banyak pihak karena disamping perekonomian dan pembangunan, isu HAM dan diskriminasi justru meningkat di pemerintahan kedua Jokowi.
Melihat hal tersebut tentu pemerintah pusat dan daerah perlu melakukan langkah serius untuk menyelesaikan konflik bersenjata di Papua tidak hanya dengan memperbaiki perekonomian namun juga kesetaraan ras harus lebih diperhatikan. Kemudian keseriusan yang mendalam tidak hanya pemerintah pusat dan daerah saja, tetapi seluruh masyarakat Indonesia untuk juga perlu mengubah "mindset" mereka melihat orang Papua dan konflik yang sering terjadi di Papua supaya tidak menimbulkan kesalahpaham antara orang-orang Papua dengan masyarakat Indonesia lain.
Sumber rujukan:
Chua, A. (2019). Politik Kesukuan: Insting Kelompok dan Nasib Bangsa. Manado: Globalindo.
Diamond, J. (2018). Guns, Germ & Steel (Bedil, Kuman & Baja). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Firdausi, F.A. (2019). Sejarah Pepera 1969: Upaya Lancung RI Merebut Papau?. Tirto.id. diakses pada 11 Februari 2023 melalui https://tirto.id/sejarah-pepera-1969-upaya-lancung-ri-merebut-papua-egAj