Mohon tunggu...
Harrist Riansyah
Harrist Riansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Lulusan Jurusan Ilmu Sejarah yang memiliki minat terhadap isu sosial, ekonomi, dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mampukah Partai Buruh Menguasai DPR?

15 Desember 2022   13:14 Diperbarui: 16 Desember 2022   07:07 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: tribuntipikor.com

Partai Buruh di Indonesia pada beberapa tahun belakangan ini seperti bangkit dari kubur untuk berpartisipasi dalam Pemilihan Umum (Pemilu) yang akan diadakan pada tahun 2024. 

Hal ini tidak terlepas dari banyaknya rancangan Undang-Undang seperti Omnibus Law dan UU Cipta Kerja yang dirumuskan oleh DPR yang dianggap tidak berpihak pada kaum buruh. 

Alhasil serikat-serikat buruh yang dipimpin oleh Said Iqbal sepakat untuk menghidupkan lagi partai buruh yang sebelumnya selalu gagal memenuhi minimal suara nasional (parliamentary threshold) untuk menduduki kursi DPR. 

Dengan adanya isu-isu terkait buruh yang sangat dibahas selama beberapa tahun terakhir Partai Buruh mengharapkan untuk bisa mendapatkan kursi di DPR RI dengan harapan perolehan suara dari serikat buruh yang berafiliasi dengan partai dan juga dari para pekerja di sektor formal maupun informal yang juga turut dirugikan dari adanya rancangan undang-undang yang dirumuskan oleh DPR.

Dan kemarin, tepatnya pada tanggal 14 Desember 2022 partai ini pun resmi mengikuti pemilu pada tahun 2024 mendatang setelah mengikuti tahapan pendaftaran hingga verifikasi faktual yang sudah ditetapkan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum). 

Jika kita lihat mungkin peluang untuk Partai Buruh memenuhi minimal ambang batas parlemen sebesar 4% Partai Buruh tentu saja memiliki peluang yang cukup besar. 

Itu yang terlihat dari banyaknya isu-isu tentang perburuhan yang sangat ramai dibicarakan sekarang ini dan juga Partai Buruh seperti yang dilansir oleh website partai buruh sendiri mengklaim memiliki jumlah anggota yang berasal dari organisasi-organisasi yang berperan untuk menghidupkan kembali partai ini sebesar 10 juta orang atau sekitar 7% suara sah pada pemilu legislatif (Pileg) pada tahun 2019 yang sekitar 139 juta lebih suara. 

Sumber Foto: tribuntipikor.com
Sumber Foto: tribuntipikor.com

Partai Buruh sendiri juga hanya menargetkan mendapatkan suara 4-5% suara nasional dalam pemilihan legislatif atau mendapatkan sekitar 15-20 kursi DPR. 

Para pengamat pun juga beranggapan Partai Buruh berpotensi besar untuk mendapatkan suara di atas 4% yang semua itu tergantung pada Partai Buruh itu sendiri untuk memanfaatkan kondisi yang ada sekarang ini.

Selain harus berusaha memenuhi ambang batas suara partai ini juga harus menghadapi permasalahan pedanaan yang menjadi salah satu alasan mengapa partai ini berhenti dalam kontestasi politik di Indonesia. 

Hal sangat sulit bagi Partai Buruh karena berbeda dengan partai-partai mapan yang memiliki pendanaan yang besar dari kalangan pengusaha dan masyarakat luas, Partai Buruh di Indonesia masih sangat bergantung pendanaannya dari iuran kader-kader mereka yang juga berasal dari serikat-serikat buruh yang tentu saja dibandingkan dengan partai besar di Indonesia Partai Buruh sangat kalah bersaing dari segi finansial partai.

Namun terlepas dari peluang dan hambatan yang dilalui sekarang tengah dihadapi oleh partai ini, jika kita melihat partai ini lebih jauh lagi mungkinkah Partai Buruh di Indonesia bisa menguasai DPR atau dibilang mendapatkan suara terbanyak dalam Pileg yang akan datang? 

Sebenarnya berkuasanya Partai Buruh di parlemen bukan merupakan hal baru dalam politik sebuah negara, setidaknya ada dua negara yang dibilang sebagai negara yang demokratis di mana Partai Buruh merupakan partai besar di sana yang tidak jarang menguasai parlemen dalam kurun waktu yang cukup lama.

Dua negara itu ialah Australia dan Inggris.

Di Australia sendiri nama partai buruhnya ialah Australian Labor Party (ALP) yang merupakan partai politik tertua di Australia yang berdiri sejak 1890-an. 

ALP lebih merupakan partai yang bersifat sosialis kiri yang memiliki karakteristik sebagai partai yang sentralistis dan memiliki disiplin organisasi yang paling kuat dari pada partai-partai politik lain di Australia. 

ALP banyak mendapat dukungan dari kalangan pekerja kasar dan serikat-serikat buruh yang juga turut membantu keuangan partai tersebut. 

ALP juga beberapa kali berhasil menjadikan anggotanya sebagai Perdana Menteri Australia seperti Gough Whitlam (1972-1973), Bob Hawke (1983-1991), Paul Keating (1991-1996), Kevin Rudd (2007-2010, 2013), Julia Gillard (2010-2013), dan terakhir merupakan Perdana Menteri Australia saat ini yaitu Anthony Albanese yang menjabat sejak Mei 2022.

Sedangkan di Inggris, partai buruh di sana (Labour Party) merupakan partai yang sangat kuat, hal ini terlihat pada Pemilu Inggris yang dilaksanakan tahun 1945 (pasca Perang Dunia II berakhir di Eropa). 

Pada saat itu Partai konservatif yang diwakili oleh PM Winston Churchill yang memiliki peranan yang besar dalam berakhirnya Perang Dunia II di Eropa justru harus kalah dengan lawannya Clement Attlee yang berasal dari Partai Buruh yang kemudian menduduki posisi PM Inggris dari tahun 1945-1951. 

Sejak Perang Dunia II hingga sekarang ini posisi PM Inggris hanya silih berganti diantara Partai Konservatif dan Partai Buruh. 

Selain pemilihan Perdana Menteri, Partai Buruh di Australia dan Inggris juga memiliki kekuatan yang besar dalam parlemen di masing-masing negara, tercatat dari tahun 1910-2022 terlihat ALP selalu mendapatkan persentase suara di atas 27% di Pemilihan Federal Australia. 

Hal serupa juga terjadi pada Partai Buruh Inggris dalam periode 1922-2019 partai ini selalu mendapatkan suara di atas 27% dan selalu berada pada dua besar partai di Parlemen Inggris. 

Kesuksesan kedua partai ini tidak terlepas dari dukungan dari pekerja kerah biru (blue collar) dan kelas pekerja menengah kebawah. Selain itu kemampuan partai yang bertahan sangat lama dalam pemerintahan tidak terlepas dari kebijakan mereka yang lebih cenderung pragmatis dan membela kepentingan dalam negeri membuat kedua partai ini memiliki banyak pendukung yang loyal. 

Tetapi meski terlihat merupakan partai yang sangat kuat di negara mereka Labour Party dan ALP memiliki permasalahan yang sama seperti Partai Buruh di Indonesia, kedua partai tersebut juga merupakan partai yang sangat tergantung pada serikat-serikat buruh untuk menunjang finansial partai.

Sebenarnya keduanya juga ingin terlepas dari ketergantungan yang berlebihan pada dana dari serikat-serikat buruh dan mencoba cara lain dengan mencari penggalangan dana dari masyarakat meskipun belum terlihat perubahan yang berarti.

Jika kita merujuk dari penjelasan di atas terlihat bahwa Partai Buruh di Indonesia bukan mustahil untuk mendapatkan suara di Pileg yang bukan hanya masuk sebagai partai minoritas tetapi sebagai mayoritas pemegang kursi terbanyak di DPR. 

Selain adanya momentum tentang UU yang merugikan para buruh, komposisi jumlah pekerja informal yang cukup besar di Indonesia seharusnya menjadi lumbung suara yang besar bagi Partai Buruh.

Hambatan seperti finansial tidak bisa dijadikan alasan utama jika partai ini gagal mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat karena Partai Buruh di negara lain juga mengalami nasib serupa namun berhasil bersaing dengan partai-partai lain dan mampu diperhitungkan sebagai partai yang besar.

Hal ini bukan mustahil dilihat dari web Badan Pusat Statistik pada tahun 2019, jumlah pekerja informal di Indonesia (merupakan target utama Partai Buruh meraih suara) sekitar 70 Juta orang dari sekitar 192 juta daftar pemilih tetap pada saat itu yang berarti pekerja informal ini berkontribusi sekitar 37% suara nasional.

Itu berarti jika Partai Buruh mampu memfokuskan pemilih pada pekerja sektor informal saja mereka berpotensi mendapatkan lebih dari 30% suara secara nasional lebih besar dibandingkan suara yang didapatkan PDIP pada Pileg tahun 2019 yaitu sebesar 19,33% suara.

Belum termasuk jika berhasil menarik kerabat-kerabat dari para pekerja informal untuk juga memilih Partai Buruh dalam Pileg yang akan datang.

Kalaupun Partai Buruh mampu melakukan hal tersebut dalam Pileg selanjutnya perlu adanya penuntasan janji kampanye dan membuat peraturan-peraturan yang menguntungkan bagi para kelas pekerja menengah ke bawah guna partai ini melanggengkan kekuasaan mereka di Pemerintahan Pusat seperti yang dilakukan Labour Party dan ALP di Inggris Raya dan Australia.

Sumber:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun