Sejak Perang Dunia II hingga sekarang ini posisi PM Inggris hanya silih berganti diantara Partai Konservatif dan Partai Buruh.Â
Selain pemilihan Perdana Menteri, Partai Buruh di Australia dan Inggris juga memiliki kekuatan yang besar dalam parlemen di masing-masing negara, tercatat dari tahun 1910-2022 terlihat ALP selalu mendapatkan persentase suara di atas 27% di Pemilihan Federal Australia.Â
Hal serupa juga terjadi pada Partai Buruh Inggris dalam periode 1922-2019 partai ini selalu mendapatkan suara di atas 27% dan selalu berada pada dua besar partai di Parlemen Inggris.Â
Kesuksesan kedua partai ini tidak terlepas dari dukungan dari pekerja kerah biru (blue collar) dan kelas pekerja menengah kebawah. Selain itu kemampuan partai yang bertahan sangat lama dalam pemerintahan tidak terlepas dari kebijakan mereka yang lebih cenderung pragmatis dan membela kepentingan dalam negeri membuat kedua partai ini memiliki banyak pendukung yang loyal.Â
Tetapi meski terlihat merupakan partai yang sangat kuat di negara mereka Labour Party dan ALP memiliki permasalahan yang sama seperti Partai Buruh di Indonesia, kedua partai tersebut juga merupakan partai yang sangat tergantung pada serikat-serikat buruh untuk menunjang finansial partai.
Sebenarnya keduanya juga ingin terlepas dari ketergantungan yang berlebihan pada dana dari serikat-serikat buruh dan mencoba cara lain dengan mencari penggalangan dana dari masyarakat meskipun belum terlihat perubahan yang berarti.
Jika kita merujuk dari penjelasan di atas terlihat bahwa Partai Buruh di Indonesia bukan mustahil untuk mendapatkan suara di Pileg yang bukan hanya masuk sebagai partai minoritas tetapi sebagai mayoritas pemegang kursi terbanyak di DPR.Â
Selain adanya momentum tentang UU yang merugikan para buruh, komposisi jumlah pekerja informal yang cukup besar di Indonesia seharusnya menjadi lumbung suara yang besar bagi Partai Buruh.
Hambatan seperti finansial tidak bisa dijadikan alasan utama jika partai ini gagal mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat karena Partai Buruh di negara lain juga mengalami nasib serupa namun berhasil bersaing dengan partai-partai lain dan mampu diperhitungkan sebagai partai yang besar.
Hal ini bukan mustahil dilihat dari web Badan Pusat Statistik pada tahun 2019, jumlah pekerja informal di Indonesia (merupakan target utama Partai Buruh meraih suara) sekitar 70 Juta orang dari sekitar 192 juta daftar pemilih tetap pada saat itu yang berarti pekerja informal ini berkontribusi sekitar 37% suara nasional.
Itu berarti jika Partai Buruh mampu memfokuskan pemilih pada pekerja sektor informal saja mereka berpotensi mendapatkan lebih dari 30% suara secara nasional lebih besar dibandingkan suara yang didapatkan PDIP pada Pileg tahun 2019 yaitu sebesar 19,33% suara.