Mohon tunggu...
Harrist Riansyah
Harrist Riansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Lulusan Jurusan Ilmu Sejarah yang memiliki minat terhadap isu sosial, ekonomi, dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Sejarah Kebijakan Multikulturalisme di Australia

13 November 2022   16:30 Diperbarui: 13 November 2022   16:42 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selesainya Perang Dunia II (PD II) membuat Australia kedatangan banyaknya pendatang korban perang yang menandai pergeseran budaya besar dari masyarakat yang sebelumnya berorientasi pada Inggris monokultural menjadi salah satu masyarakat paling multikultural di dunia. 

Dari tahun 1945 hingga 1960 populasi Australia hampir dua kali lipat, dari 7 juta menjadi 13 juta, dengan rata-rata tingkat pertumbuhan tahunan 2,7 persen per tahun. Pada tahun 1961, 8 persen populasi bukan berasal dari Inggris, dengan kelompok migran terbesar adalah orang Italia diikuti oleh orang Jerman, Yunani, dan Polandia.

Kedatangan para migran ini membuat pemerintahan Australia pada tahun 1950an mulai melonggarkan kebijakan White Australian Policy. salah satu perubahan pertama adalah memberikan kesempatan bagi migran non-Eropa untuk mengajukan permohonan kewarganegaraan. Ini diikuti dengan penghapusan tes dikte di bawah Undang-Undang Migrasi tahun 1958, yang mengakhiri pengecualian migran non-Eropa.

Perubahan paling signifikan yang terjadi pada pengenalan Undang-Undang Migrasi 1966 oleh Perdana Menteri Harold Holt, yang memungkinkan orang non-Eropa dengan kualifikasi profesional dan akademis untuk mendaftar kewarganegaraan Australia. 

Ini secara tidak langsung mengakhiri kebijakan Australia Putih (yang sebenarnya baru secara resmi ditinggalkan pada tahun 1973) dengan para migran sekarang dipilih sesuai dengan keterampilan dan kemampuan mereka untuk berkontribusi pada masyarakat Australia, bukan berdasarkan etnisitas. Tindakan ini juga bertujuan untuk mengembangkan perdagangan, pariwisata, dan hubungan yang lebih erat antara Australia dan negara-negara lain, khususnya di Asia.

Pada tahun 1973 pemerintahan Partai Buruh yang baru, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Gough Whitlam, menerapkan Kebijakan Migrasi Universal, yang menandai awal dari masyarakat yang beragam secara budaya. 

Perubahan radikal dalam kebijakan ini memungkinkan seseorang dari negara mana pun untuk mengajukan permohonan bermigrasi ke Australia, tanpa didiskriminasi berdasarkan etnis, jenis kelamin, atau agama. Kebijakan tersebut berfokus pada mendorong pekerja terampil dan profesional untuk mengajukan permohonan imigrasi guna meningkatkan kapasitas produktif Australia dan secara langsung menguntungkan perekonomian.

Program migrasi massal dihentikan, mengakibatkan penurunan dramatis dalam jumlah imigran Inggris dan Eropa dari tahun 1975. Namun, gelombang migrasi baru dimulai dengan kedatangan pengungsi Asia pertama sebagai bagian dari program bantuan yang ditandatangani dengan PBB untuk menyediakan pemukiman kembali di Australia bagi orang-orang yang melarikan diri dari kesulitan dan penganiayaan pemerintah di negara lain (mayoritas berasal dari Asia Tenggara).

Pada tahun 1985 lebih dari 75.000 pengungsi dari Asia Tenggara telah datang ke Australia. Para imigran ini sebagian besar bekerja di pekerjaan berketerampilan rendah, seperti manufaktur. Jumlah migran dari kawasan Asia terus meningkat selama tahun 1990-an, mencapai puncaknya pada tahun 1990-1991 dengan 60.900 pemukim. Pada tahun 1998, 33 persen dari semua migran yang tiba di Australia adalah kelahiran Asia.

Kota-kota besar menerima sebagian besar imigrasi pascaperang. Melbourne merupakan kota pertama yang mendapatkan keuntungan dalam industrialisasi terkait erat dengan ledakan imigrasi, tetapi Sydney akhirnya terbukti lebih menarik. 

Sedangkan penduduk yang lahir di luar negeri menyumbang sekitar sepertiga dari total Sydney dan Melbourne pada awal abad ke-21, proporsi nasional lebih dari seperlima dan terus meningkat. Dampak imigrasi tidak terbatas pada dua pusat ini, masing-masing ibu kota negara bagian lain dan pusat-pusat provinsi industrialisasi juga menerima bagian mereka dari arus masuk migran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun