Multikulturalisme merupakan suatu faham yang menghargai perbedaan diantara berbagai macam masyarakat, adat, agama dan kepercayaan yang berbeda didalam sebuah komunitas, faham multikulturalisme juga ditunjang oleh hak dan status sosial-politik yang sama didalam sebuah pemerintahan yang plural serta tidak membeda-bedakan.Â
Sedangkan Menurut Fay, Jary dan Watson, multikulturalisme adalah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individu maupun kelompok. Salahsatu negara yang bisa dijadikan sebagai salahsatu contoh masyarakat multikultural saat ini ialah Australia.
Menurut data sensus tahun 2011, tercatat lebih dari seperempat populasi Austarlia (26%) lahir diluar negeri dan seperlima lagi (20%) memiliki setidaknya satu orang tua yang lahir di luar negeri. Kebanyakan dari mereka pada awalnya tinggal di ibukota dan baru dua atau tiga generasi berikutnya pindah ke kota-kota kecil di Australia.Â
Dengan banyaknya orang-orang imigran ini juga membuat bahasa yang digunakan masyarakat di Australia bermacam-macam. Menurut data tahun 2011, 81% orang Australia berusia 5 tahun ke atas, hanya berbicara bahasa Inggris di rumah sementara 2% tidak berbicara bahasa Inggris sama sekali. Bahasa yang paling umum digunakan di rumah (selain bahasa Inggris) adalah Mandarin (1,7%), Italia (1,5%), Arab (1,4%), Kanton (1,3%) dan Yunani (1,3%).Â
Sedangkan dari segi penganut agama atau kepercayaan sejak diberlakukannya sensus pertama kali di negara itu dengan pada tahun 1911 dengan pemeluk mayoritas agama Kristen sebesar 96%, berkurang menjadi 61% (dengan mayoritas katolik sebesar 25,3% dan Anglikan sebesar 17,1%) pada tahun 2011.Â
Hal ini terjadi dengan seiringnya bertambahnya jumlah pemeluk agama lain seperti Hindu (1,3%), Budha (2,5%), dan Islam (2,2%). Selain itu banyaknya penduduk yang memilih tidak memeluk kepercayaan apapun juga meningkat yang pada tahun 2001 sebesar 15% naik menjadi 22% pada tahun 2011 yang mayoritas berada pada usia 15-34 tahun.Â
Dari data-data diatas bisa dilihat bagaimana masyarakat di Australia yang semakin berbagai macam asal-usul dan kepercayaan yang dianutnya sehingga membentuk masyarakat yang sangat multikultur seperti sekarang ini.Â
Multikultural Australia dan penghargaan Australia terhadap perbedaan agama di masyarakat terlihat juga dengan adanya "Harmony Day" setiap tanggal 21 Maret sebagai sebuah bentuk promosi, partisipasi, keterbukaan dan rasa memiliki antara semua orang di Australia. Bahkan agenda ini dijadikan sebagai agenda nasional warga Australia untuk memerangani rasialisme dan intolerasi agama dan kultural. Namun masyarakat multikultural di Australia sekarang ini bukan lahir secara instan melainkan berasal dari proses yang panjang dari sejarah negara itu.
Â
Pasca Perang Dunia II
Selesainya Perang Dunia II (PD II) membuat Australia kedatangan banyaknya pendatang korban perang yang menandai pergeseran budaya besar dari masyarakat yang sebelumnya berorientasi pada Inggris monokultural menjadi salah satu masyarakat paling multikultural di dunia.Â
Dari tahun 1945 hingga 1960 populasi Australia hampir dua kali lipat, dari 7 juta menjadi 13 juta, dengan rata-rata tingkat pertumbuhan tahunan 2,7 persen per tahun. Pada tahun 1961, 8 persen populasi bukan berasal dari Inggris, dengan kelompok migran terbesar adalah orang Italia diikuti oleh orang Jerman, Yunani, dan Polandia.
Kedatangan para migran ini membuat pemerintahan Australia pada tahun 1950an mulai melonggarkan kebijakan White Australian Policy. salah satu perubahan pertama adalah memberikan kesempatan bagi migran non-Eropa untuk mengajukan permohonan kewarganegaraan. Ini diikuti dengan penghapusan tes dikte di bawah Undang-Undang Migrasi tahun 1958, yang mengakhiri pengecualian migran non-Eropa.
Perubahan paling signifikan yang terjadi pada pengenalan Undang-Undang Migrasi 1966 oleh Perdana Menteri Harold Holt, yang memungkinkan orang non-Eropa dengan kualifikasi profesional dan akademis untuk mendaftar kewarganegaraan Australia.Â
Ini secara tidak langsung mengakhiri kebijakan Australia Putih (yang sebenarnya baru secara resmi ditinggalkan pada tahun 1973) dengan para migran sekarang dipilih sesuai dengan keterampilan dan kemampuan mereka untuk berkontribusi pada masyarakat Australia, bukan berdasarkan etnisitas. Tindakan ini juga bertujuan untuk mengembangkan perdagangan, pariwisata, dan hubungan yang lebih erat antara Australia dan negara-negara lain, khususnya di Asia.
Pada tahun 1973 pemerintahan Partai Buruh yang baru, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Gough Whitlam, menerapkan Kebijakan Migrasi Universal, yang menandai awal dari masyarakat yang beragam secara budaya.Â
Perubahan radikal dalam kebijakan ini memungkinkan seseorang dari negara mana pun untuk mengajukan permohonan bermigrasi ke Australia, tanpa didiskriminasi berdasarkan etnis, jenis kelamin, atau agama. Kebijakan tersebut berfokus pada mendorong pekerja terampil dan profesional untuk mengajukan permohonan imigrasi guna meningkatkan kapasitas produktif Australia dan secara langsung menguntungkan perekonomian.
Program migrasi massal dihentikan, mengakibatkan penurunan dramatis dalam jumlah imigran Inggris dan Eropa dari tahun 1975. Namun, gelombang migrasi baru dimulai dengan kedatangan pengungsi Asia pertama sebagai bagian dari program bantuan yang ditandatangani dengan PBB untuk menyediakan pemukiman kembali di Australia bagi orang-orang yang melarikan diri dari kesulitan dan penganiayaan pemerintah di negara lain (mayoritas berasal dari Asia Tenggara).
Pada tahun 1985 lebih dari 75.000 pengungsi dari Asia Tenggara telah datang ke Australia. Para imigran ini sebagian besar bekerja di pekerjaan berketerampilan rendah, seperti manufaktur. Jumlah migran dari kawasan Asia terus meningkat selama tahun 1990-an, mencapai puncaknya pada tahun 1990-1991 dengan 60.900 pemukim. Pada tahun 1998, 33 persen dari semua migran yang tiba di Australia adalah kelahiran Asia.
Kota-kota besar menerima sebagian besar imigrasi pascaperang. Melbourne merupakan kota pertama yang mendapatkan keuntungan dalam industrialisasi terkait erat dengan ledakan imigrasi, tetapi Sydney akhirnya terbukti lebih menarik.Â
Sedangkan penduduk yang lahir di luar negeri menyumbang sekitar sepertiga dari total Sydney dan Melbourne pada awal abad ke-21, proporsi nasional lebih dari seperlima dan terus meningkat. Dampak imigrasi tidak terbatas pada dua pusat ini, masing-masing ibu kota negara bagian lain dan pusat-pusat provinsi industrialisasi juga menerima bagian mereka dari arus masuk migran.
Â
Kesimpulan
Bermula dari banyaknya imigran yang datang ke benua Australia pasca PD II mendorong pemerintah Australia untuk memperbaiki kebijakan mereka dengan  pengadopsian masyarakat multikultural di Australia dengan dibuatnya kebijakan multikultural oleh pemerintaha Australia yang membuat negara untuk mendapatkan keuntungan karena mendapatkan tenaga kerja yang menunjang industrialisasi negara itu yang berarti para migran ini membawa dampak positif bagi perekonomian Australia hingga sekarang ini.
Sumber:
Â
Healey, J. (Ed.). (2016). Multiculturalism and australian identity. ProQuest Ebook Central https://ebookcentral.proquest.com
Suparlan, P. (2002). Multikulturalisme. Jurnal Ketahanan Nasional, 7(1), 9-18.
Veevers, J. J. , Roe, . Michael , Rickard, . John David , Ride, . W.D.L. , Lange, . Robert Terence , Powell, . Joseph Michael and Twidale, . Charles Rowland (2022, November 7). Australia. Encyclopedia Britannica. https://www.britannica.com/place/Australia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H