Atas keberhasilan penalukkan tersebut ia (suami adik perempuannya) diangkat menjadi Sultan Barus yang diikuti pengangkatan dua putra Sultan Alauddin Riayat Syah menjadi Sultan Aru (Sultan Ghori) dan Sultan Pariaman (Sultan Mughal).
Jumlah Penduduk Aceh pada abad ini sekitar 70.000 orang berada di kotanya dan 7.500 diantaranya merupakan orang asing. Orang-orang asing sendiri tinggal di berbagai kawasan di kota.Â
Ada satu kawasan yang dihuni 3.500 saudagar Pasai, ada juga desa yang dihuni 3.000 orang saudagar asing yang ditempat tinggal mereka ada Gudang untuk menyimpan barang dagangan. Keberagaman yang terdapat di kota ini tidak terlepas dari keberhasilan Aceh yang mampu menyerap tradisi dari negeri-negeri yang ditaklukkan.
Kehidupan para bangsawan pribumi di Aceh kerap membedakan diri dengan orang awam seperti membiarkan kuku ibu jari dan kelingking tumbuh Panjang, sebagai bentuk ungkapan kepada orang lain bahwa mereka tidak pernah melakukan kerja-tangan.Â
Sedangkan rumah para bangsawan dan Raja pun sedikit berbeda dengan rumah rakyat biasa. Perbedaannya terdapat pada bangunannya yang lebih besar, tinggi, dan Istimewa meski bahan-bahan yang digunakan untuk membangun rumah sama.
Daftar Pustaka:
Andaya, L. Y. (2019). Selat Malaka, Sejarah Perdagangan dan Etnisitas. Depok: Komunitas Bambu.
Bustamam-Ahmad, K. (2016). Relasi Islam dan Politik dalam Sejarah Politik Aceh Abad 16–17. Al-Tahrir, 16(2).
Poesponegoro, M. D. (1984). Sejarah Nasional Indonesia Jilid III. Jakarta: Balai Pustaka.
Reid, A. (2011). Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450–1680 Jilid 2: Jaringan Perdagangan Global. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
— — — —, (2014). Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450–1680 Jilid 1: Tanah di Bawah Angin. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.