Mohon tunggu...
Harri Andi Setiawan
Harri Andi Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 2 Purworejo

Guru Sejati adalah pembelajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Syariat, Hakikat, Tarikat, dan Makrifat dalam Penerapan Budi Pekerti Menurut KHD

30 Mei 2024   09:48 Diperbarui: 30 Mei 2024   10:01 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia, mencetuskan konsep "Tri Dharma" yang menjadi pedoman dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Salah satu aspek penting dalam Tri Dharma adalah "Budi Pekerti", yang berfokus pada pembentukan karakter mulia pada diri peserta didik.

Ki Hadjar Dewantara membagi pengajaran budi pekerti menjadi 4 tingkatan, yaitu syariat, hakikat, tarikat, dan makrifat. Setiap tingkatan memiliki fokus dan pendekatan yang berbeda dalam menanamkan nilai-nilai luhur pada diri peserta didik. Berikut analisis tentang 4 tingkatan pengajaran budi pekerti menurut Ki Hadjar Dewantara, dilengkapi dengan contoh konkrit.

A. Syariat (Tingkat Pengenalan)

Ki Hadjar Dewantara menekankan pentingnya penanaman nilai-nilai luhur sejak usia dini. Hal ini sejalan dengan fokus syariat pada pelaksanaan hukum Islam secara formal. Anak-anak diajarkan untuk berperilaku baik, menghormati orang tua dan guru, serta menjalankan ibadah sesuai dengan tuntunan agama.

Usia: Anak usia dini (TK dan awal SD)

Fokus: Mengenalkan dan membiasakan norma dan aturan dasar dalam berperilaku.

Pendekatan:

Penanaman nilai-nilai moral melalui cerita dan dongeng: Contohnya, cerita tentang anak yang suka menolong temannya, dongeng tentang pentingnya kejujuran.

Pembiasaan berperilaku baik: Contohnya, membiasakan anak untuk mengucapkan salam, berdoa sebelum makan, dan membantu membereskan mainan.

Pemberian contoh yang baik dari orang dewasa: Orang tua dan guru harus menjadi teladan bagi anak dalam berperilaku dan bertutur kata.

Contoh Konkrit:

Seorang guru TK menceritakan kisah tentang Bubu yang selalu membantu teman-temannya. Setelah cerita selesai, guru mengajak anak-anak untuk mendiskusikan nilai-nilai yang terkandung dalam cerita tersebut, seperti kebaikan, rasa saling tolong menolong, dan kepedulian.

Guru mengajak anak-anak untuk berdoa sebelum makan bersama di sekolah. Doa sederhana yang diajarkan kepada anak-anak berisi rasa syukur atas makanan dan permintaan untuk kesehatan.

Orang tua membiasakan anak untuk mengucapkan salam kepada orang tua, guru, dan teman-teman. Hal ini menanamkan nilai-nilai sopan santun dan menghormati orang lain.


B. Hakikat (Tingkat Pemahaman)

Ki Hadjar Dewantara mendorong pendidikan yang berpusat pada anak didik. Anak didik didorong untuk belajar secara mandiri dan bertanggung jawab atas diri mereka sendiri. Hal ini sejalan dengan fokus hakikat pada pemahaman makna dan hakikat di balik amalan-amalan syariat. Anak didik dibantu untuk memahami makna di balik perilaku yang baik dan ibadah yang mereka lakukan.

Usia: Anak usia sekolah dasar (SD)

Fokus: Memahami makna dan nilai-nilai di balik norma dan aturan.

Pendekatan:

  • Pembelajaran nilai-nilai moral dan etika: Contohnya, materi tentang kejujuran, tanggung jawab, dan disiplin.
  • Diskusi dan refleksi: Ajak anak untuk mendiskusikan dilema moral dan memikirkan konsekuensi dari tindakan mereka.
  • Penanaman rasa cinta tanah air dan budaya: Contohnya, mempelajari sejarah bangsa dan pahlawan nasional, serta mengikuti upacara bendera

Contoh Konkrit:

  • Guru SD mengajarkan materi tentang kejujuran melalui cerita dan diskusi kelas. Guru memberikan contoh-contoh konkret tentang perilaku jujur dan tidak jujur, dan mengajak anak-anak untuk mendiskusikan konsekuensinya.
  • Siswa SD ditugaskan untuk membuat taman kelas bersama. Guru membagi tugas dan memberikan tanggung jawab kepada setiap siswa.
  • Sekolah mengadakan kegiatan bersih-bersih lingkungan sekolah dan menanam pohon bersama. Kegiatan ini menanamkan nilai-nilai kepedulian terhadap lingkungan dan rasa cinta terhadap alam.

C. Tarikat (Tingkat Pengamalan/Laku/Tirakat)

Ki Hadjar Dewantara menekankan pentingnya pembinaan karakter melalui pengalaman langsung. Hal ini sejalan dengan fokus tarikat pada pembinaan jiwa dan penyucian diri melalui metode-metode spiritual. Anak didik didorong untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dapat membina karakter mereka, seperti berkemah, pramuka, dan kegiatan ekstrakurikuler lainnya.

Usia: Anak usia sekolah menengah pertama (SMP)

Fokus: Menerapkan nilai-nilai moral dan etika dalam kehidupan sehari-hari.

Pendekatan:

Kegiatan ekstrakurikuler yang menanamkan nilai-nilai karakter: Contohnya, pramuka, PMR, dan OSIS.

Pengabdian masyarakat: Contohnya, bakti sosial dan kegiatan sosial lainnya.

Pengembangan kepemimpinan dan tanggung jawab: Contohnya, memberikan kesempatan kepada siswa untuk memimpin organisasi sekolah dan mengikuti pelatihan kepemimpinan.

Contoh Konkrit:

  • Siswa SMP mengikuti kegiatan pramuka dan belajar tentang disiplin, kemandirian, dan kerjasama.
  • Siswa SMP mengikuti bakti sosial di panti asuhan untuk membantu anak-anak yatim piatu.
  • Sekolah mengadakan seminar tentang kepemimpinan dan tanggung jawab sosial bagi remaja dengan mengundang narasumber dari tokoh masyarakat dan motivator.

D. Makrifat (Tingkat Pencerahan)

Ki Hadjar Dewantara bertujuan untuk membentuk manusia yang merdeka, berkarakter mulia, dan mampu menjadi anggota masyarakat yang berguna. Hal ini sejalan dengan fokus makrifat pada pencapaian pengetahuan tentang hakikat Allah SWT dan kedekatan yang sempurna dengan-Nya. Pendidikan Ki Hadjar Dewantara diharapkan dapat membantu anak didik untuk mencapai kesadaran tertinggi tentang diri mereka dan tempat mereka di dunia.

Usia: Anak usia sekolah menengah atas (SMA)

Fokus: Mencapai pencerahan dan kesadaran tentang makna hidup yang sesungguhnya.

Pendekatan:  

Pembelajaran filsafat dan etika: Mempelajari pemikiran filosofis dan etika yang mendalam untuk memahami makna hidup, nilai-nilai universal, dan hubungan antara manusia dengan Tuhan dan alam semesta.

Diskusi dan refleksi: Melakukan diskusi dan refleksi mendalam tentang berbagai isu spiritual, moral, dan filosofis untuk memperluas wawasan dan memperdalam pemahaman.

Pengalaman spiritual: Melakukan berbagai amalan spiritual seperti zikir, meditasi, dan kontemplasi untuk mendekatkan diri dengan Tuhan dan alam semesta, serta untuk mencapai ketenangan batin dan pencerahan spiritual.

Bimbingan guru spiritual: Menerima bimbingan dan arahan dari guru spiritual yang mumpuni untuk membantu individu dalam perjalanan spiritualnya.

Contoh Konkrit 

  • Mempelajari pemikiran filosofis dan spiritual dari berbagai tradisi: Contohnya, mempelajari ajaran-ajaran agama, filsafat Timur, dan filsafat Barat untuk memahami berbagai perspektif tentang makna hidup dan hubungan antara manusia dengan Tuhan dan alam semesta.
  • Melakukan diskusi kelas tentang isu-isu moral dan etika: Contohnya, mendiskusikan dilema moral dalam berbagai situasi dan mencari solusi yang didasarkan pada nilai-nilai universal dan prinsip-prinsip etika yang luhur.
  • Melakukan meditasi dan kontemplasi untuk mencapai ketenangan batin: Contohnya, melakukan meditasi mindfulness untuk memusatkan perhatian pada saat ini dan melepaskan pikiran-pikiran negatif, atau melakukan kontemplasi tentang hakikat diri dan hubungan dengan Tuhan dan alam semesta.
  • Berpartisipasi dalam kegiatan spiritual: Contohnya, mengikuti retret spiritual, melakukan ibadah dengan penuh kesadaran, atau membantu orang lain dengan hati yang tulus dan penuh kasih sayang.

Penguatan Pendidikan Budi Pekerti di setiap jenjang pendidikan adalah:  Jenjang Taman Kanak- Kanak (TK) dengan Metode Syariat, Jenjang Sekolah Dasar (SD) dengan Metode Hakekat Jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan Metode Tarekat dan Jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan Metode Makrifat

Ke-4 tingkatan ini saling berkesinambungan dan membentuk landasan yang kuat untuk pembentukan karakter yang mulia dan berpengetahuan. Pendekatan pengajaran harus disesuaikan dengan usia dan perkembangan peserta didik. Pendidikan budi pekerti tidak hanya terbatas pada ranah teori, namun juga pada praktik dan pengalaman.

Dengan menerapkan konsep 4 tingkatan pengajaran budi pekerti ini, diharapkan dapat melahirkan generasi muda Indonesia yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki karakter yang baik, berakhlak mulia, dan memiliki kesadaran serta pemahaman yang mendalam tentang tujuan hidup mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun