Mohon tunggu...
Harmen Batubara
Harmen Batubara Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis Buku

Suka diskusi tentang Pertahanan, Senang membaca dan menulis tentang kehidupan, saya memelihara blog wilayah perbatasan.com, wilayahpertahanan.com, bukuper batasan .com, harmenbatubara.com, bisnetreseller.com, affiliatebest tools.com; selama aktif saya banyak menghabiskan usia saya di wialayah perbatasan ; berikut buku-buku saya - Penetapan dan Penegasan Batas Negara; Wilayah Perbatasan Tertinggal&Di Terlantarkan; Jadikan Sebatik Ikon Kota Perbatasan; Mecintai Ujung Negeri Menjaga Kedaulatan Negara ; Strategi Sun Tzu Memanangkan Pilkada; 10 Langkah Efektif Memenangkan Pilkada Dengan Elegan; Papua Kemiskinan Pembiaran & Separatisme; Persiapan Tes Masuk Prajurit TNI; Penyelesaian Perselisihan Batas Daerah; Cara Mudah Dapat Uang Dari Clickbank; Rahasia Sukses Penulis Preneur; 7 Cara menulis Yang Disukai Koran; Ketika Semua Jalan Tertutup; Catatan Blogger Seorang Prajurit Perbatasan-Ketika Tugu Batas Digeser; Membangun Halaman Depan Bangsa; Pertahanan Kedaulatan Di Perbatasan-Tapal Batas-Profil Batas Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Wisata Asa Merintis Jalan ke Surga

9 April 2022   13:50 Diperbarui: 9 April 2022   13:59 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata Asa, Merintis Jalan Ke Surga-Dok Pribadi

Terlahir sebagai orang miskin itu memang Takdir. Tetapi hidup miskin, pasti ada sesuatu yang salah di sana. Tapi jangan hawatir. Kau bisa mengubahnya. Percayalah. 

Takdir adalah ketentuan suatu peristiwa yang terjadi di alam raya ini. Umat Islam dengan sederhana mengartikan takdir sebagai segala sesuatu yang sudah terjadi. 

Proses terjadinya Takdir itu adalah suatu yang sangat ghoib. Kita tak mampu mengetahui takdir kita sedikitpun. Tapi  kita bisa melakukan berbagai usaha, ibarat siswa dia bisa berlatih dan berlatih, kelak saat ujian tiba barulah ia tahu hasilnya. 

Dalam hiduppun demikian, kita dituntut untuk berusaha, berupaya dan berdoa. Hasilnya? Itulah takdir. Apakah ada korelasi kualitas & kuantitas kita dalam berusaha dengan keberhasilan? 

Secara hukum alam kita percaya itu ada.Tapi dalam takdir semua itu terserah sang Khalik yang Maha Kuasa. Namuh kita percaya Hukum Alam adalah bagian dari Hukum Tuhan juga.

Hal seperti ini perlu kita kaitkan dengan Asa atau harapan. Asa adalah keyakinan akan sesuatu yang diinginkan akan didapatkan atau terwujut kalau kita berusaha. 

Asa  umumnya berbentuk abstrak, tidak tampak, adanya dalam batin dan mensugesti keyakinan sesorang bahwa harapannya akan terwujud. Manusia  mewujutkan asa atau harapannya menjadi nyata dengan cara berusaha dan berdoa.Tetapi soal Miskin dan Kaya beda lagi. 

Menurut orang islam. Allah SWT telah membuat ketetapan bahwa diantara manusia akan ada yang kaya dan ada yang miskin (QS.17:30). 

Kaya dan miskin itu adalah skenario Allah SWT, sama halnya dengan adanya orang  beriman dan ada pula manusia tidak beriman (QS.64:2). Allah SWT membuat ada yang kaya dan miskin, agar manusia saling berhubungan satu sama lain.

Adanya kaya dan miskin adalah model ujian dari Allah SWT bagi manusia, sehingga pada setiap orang akan datang suatu masa diuji dengan kekayaan dan dimasa lain akan diuji dengan kemiskinan (QS.89:15-16). 

Allah SWT ingin melihat bagaimana reaksi hambanya, adakah dia tetap bersyukur atau menjadi kufur. Umumnya manusia akan berhasil ketika diuji dengan kemiskinan, dan gagal ketika diuji dengan kekayaan. Fakta memperlihatkan. Manusia kaya bukan karena dia pintar atau hebat, melainkan karena Tuhan  sedang memudahkan rezekinya. 

Cobalah lihat, banyak orang pintar tapi tidak kaya, dan berapa banyak orang yang tidak pintar namun diberi kekayaan berlimpah. Fakta memperlihatkan. Tidak ada korelasi (hubungan) positif antara kaya dengan tinggi rendahnya pendidikan. Bisa terjadi semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin sulit pula rezekinya. 

Sebaliknya banyak orang yang tidak berpendidikan tinggi malah  begitu mudah rezekinya. Semuanya membuktikan bahwa  manusia tidak punya kuasa atas kekayaan, melainkan Tuhanlah yang mengaturnya. Ribuan orang terkaya di dunia tidak berasal dari turunan orang kaya, sebaliknya ribuan pula orang terkaya di Indonesia tidak bersekolah tinggi.

Jalan Keluar dari Kemiskinan juga tidaklah susah-susah amat. Cobalah amati rutinas bagaimana kau menjalani kehudpanmu. Lihat pula cara mereka yang sudah berhasil dan Kaya dan perhatikan kembali kenapa orang-orang miskin disekitar kita tetap saja Miskin. Cara menjalani rutinitas kehidupan hakikatnya adalah pembeda antara seorang yang berhasil dan tidak. 

Karenanya gampang dilihat, mereka yang sadar perlunya upya dan respon,  antisipasi, & Ramalan Pelibatan serta evaluasi selalu akan menemukan dialektika  kehidupan serta akan memberi kemampuan membaca tanda-tanda alam. 

Sebaliknya, bisa dipastikan akan ditinggalkan kehidupannya itu sendiri. Kehidupan itu memang dinamis, dia bergerak sesuai hukum alam (hukum Tuhan) dan akan memberikan segalanya, selama itu dilakoni  sesuai dengan pakemnya (baca professional)  serta tidak mempertentangkannya.

Idealnya memang, gerak perubahan itu diarahkan atau disiasati agar sesuai dengan yang diinginkan, apalagi kalau hal itu bisa di komunikasikan dengan Tuhan sebagai si pemilik dari kehidupan itu sendiri. Maka keberhasilan itu bisa menjangkau dunia -- ahirat. Tapi itu di ranah bathin, teori.  

Para pebisnis mensiasati kehidupan mereka dengan konsep  Reenjinering. Hal mana dimaksudkan bukan hanya sebatas perubahan dari akumulasi "perbaikan demi perbaikan atau " continuous improvement " tetapi bila perlu melakukan suatu lompatan besar, guna menyesuaikan dengan perubahan itu sendiri. 

Tapi yang sering terjadi, bukan saja tidak adanya usaha-usaha perbaikan dalam mensiasati kehidupan itu sendiri, akan tetapi malah sama sekali tidak pernah memikirkannya. 

Kondisi Inilah sebenarnya sebagai pangkal kemiskinan, yang membiarkan proses dialektika itu berhenti. Inilah penyakit yang membawa manusia menjadi hanya sekedarnya, bankrut dan melarat. 

Hidup tanpa memanfaatkan akal sehat, lebih lagi kalau hanya menyerahkannya saja kepada  rutinitas.Inilah yang telah memperosokkan banyak orang. Wisata Asa, dimaksudkan mengajak sesama melihat berbagai Upaya yang dilakukan para "pencari makna kehidupan" mengatasi persoalan kemiskinan yang membelenggu mereka.

Dalam lingkungan budaya kita, pakem tentang kehidupan adalah meyakini bahwa suatu cetak biru seseorang sebenarnya telah tertuang dalam suatu konsep yang disebut Takdir. 

Bagi banyak orang takdir adalah sesuatu yang sudah final, dan tahu tentang itu kalau ia sudah terjadi. Akan tetapi mereka percaya bahwa konsep takdir itu seperti sebuah " Surat Keputusan " yang pada alinea terahirnya ada kata-kata pengecualian. Maksudnya, sebelum Takdir tiba berbagai kemungkinan masih akan terjadi. 

Dengan kata lain takdir itu sebelum terjadi masih bisa ber ubah, sesuai upaya yang tengah dilakukan oleh pemiliknya. Masih terdapat klausul yang memungkinkan untuk Peninjauan Kembali. 

Sesuai respon yang dilakukan si pemilik kehidupan. Karena itu kehidupan sebenarnya penuh dengan rahmat, full dengan dinamika. Kesemuanya itu terpulang kepada usaha maupun upaya seseorang untuk mengubahnya, termasuk dalam mengubah nasibnya.

Sebenarnya setiap orang dipercaya akan melakoni hidupnya dengan sebaik-baiknya. Artinya setiap orang mempunyai cara dan niat yang sangat mendasar tentang tata cara menjalani kehidupannya. 

Mereka bisa memperoleh tuntunan itu dari keluarganya, dari tradisi, dari ajaran guru-guru, Ustad atau Romonya dan dari berbagai referensi lainnya baik yang tertulis maupun yang tidak. 

Masalahnya ada yang berhasil tetapi banyak pula yang tidak. Kalau saja ketidak berhasilan itu "dievaluasi" dan dijadikan sebagai cambuk untuk berbuat yang lebih baik lagi tentu akan sangat positip. 

Dalam kadar tertentu diyakini pasti mereka lakukan, tetapi tidak dengan perbaikan yang mendasar. Kecuali itu banyak juga yang tidak memperdulikannya.  Hal inilah yang  jadi bahan perbincangan kita.

Mengapa manusia hilang akal atau sering tidak memakai akal sehatnya? Sesuai dengan fakta, manusia itu cenderung untuk melakukan sesuatu yang disenanginya. Termasuk tidak melakukan apa-apa sama sekali. 

Padahal semestinya,manusia itu harus melakukan apa apa yang memang seharusnya dia lakukan. Sukur kalau yang dia senangi itu termasuk bagian pekerjaan yang dilakoninya.  

Tapi sering terjadi justeru tidak pernah mempertanyakannya, semua berjalan secara alami saja mengikuti tradisi keluarga, tradisi lingkungan.  Itulah sebenarnya yang harus dengan arif dipertanyakan. Kita harus dengan jujur mempertanyakan kehadiran kita di dalam kehidupan ini.

Kau Bisa Kaya Raya

Psikolog mengatakan,  penyebab utamanya adalah karena kita tidak mampu mende fenisikan Tujuan hidup kita secara detail. Hal itulah yang mematikan peran akal sehat kita. Itulah sesungguhnya kunci persoalannya. 

Kenapa kita tidak mau atau tidak mampu mendefinisikannya secara realistis dan detail ? Jawaban mudahnya adalah ; kita memang tidak mau karena itu akan mengikat kita sendiri. 

Karena dengan mendefenisikan tujuan tersebut, akan membuat kita hidup terikat, hidup bertanggung jawab. Padahal secara mendasar, orang cenderung berbuat sesuatu tanpa harus terikat dan kalau bisa tidak harus menjadi beban apalagi harus mempertanggung jawabkannya.   

Pebisnis atau praktisi bisnis seperti Robert Kiyosaki melihat upaya mendapatkan penghasilan atau membuat usaha yang mampu memberi keuntungan yang baik sebenarnya tidaklah susah. 

Berbuat sesuatu  untuk memperoleh penghasilan yang layak sebetulnya tidaklah sulit. Ibarat menanam pohon, kalau ada lahan, ada bibit dan ada pupuk maka prosesnya pastilah pertumbuhan. 

Kalau lahan sudah diolah, dikondisikan serta diberi gulma atau pupuk  dan kemudian ditanami dengan bibit yang baik maka yang terjadi adalah pertumbuhan yang wajar. Ini adalah proses alam dan ini adalah hukum Tuhan.

Tetapi anehnya, tidak semua orang mau memahami proses ini. Dan jangan lupa banyak orang yang tidak peduli dengan hal-hal seperti itu. Kecenderungannya adalah, mereka melakukannya tetapi dengan cara apa adanya saja. 

Intinya banyak pekerjaan itu dilakukan hanya demi sekedar memperoleh kesan yang baik dan agar bisa diterima oleh lingkungannya. Kalau nanti hasilnya tidak maksimal, bagi  mereka hal seperti itu biasa saja. Sama halnya dengan kemiskinan itu sendiri. Lahir Miskin itu Takdir. 

Tapi hidup Miskin itu Lain Lagi. Bisa jadi anda salah jalan. Jangan panik, anda bisa cari jalan lain yang lebih baik. Miskin terjadi karena penghasilan anda tidak memadai. Anda tinggal cari cara lain untuk menambah penghasilan Anda. Anda pasti tahu caranya (?) Dan lakukan itu dengan baik. Itu saja. Sederhanakan? 

Kalau kita menangkap esensi tulisan diatas, sebenarnya  cara hidup kitalah yang bermasalah, penyebabnya karena kita tidak mendefenisikan Tujuan kita secara detail dan tidak melakukan pekerjaan kita secara professional. Banyak diantara kita melakoni kehidupan itu, sesuai apa yang ada saja. 

Dari awal kita memang tidak pernah sungguh-sungguh mendesain hidup kita untuk jadi apa. Yang penting lakoni saja dahulu. Soal nanti "kumaha Engke". 

Semangat seperti itu sesungguhnya positip selama itu terus dievaluasi, dengan perbaikan demi perbaikan atau malah termasuk dengan cari pekerjaan lain.  Tapi yang sering terjadi. Kita hanya sekedar melakoni kehidupan itu. Jujur saya katakan.  

Tidak jadi masalah, kita punya izasah atau tidak. Asal kita mampu mendapatkan atau membuat pekerjaan yang bisa memberikan hasil bagi kita.  Tidak peduli apakah pekerjaan itu sesuai dengan keinginan kita, atau apakah upahnya bisa menghidupi kita? Yang penting lakoni saja dahulu.

Tetapi setelah itu kita perlu melakukan perbaikan demi perbaikan dan juga evaluasi. Kita perlu menambah ilmunya, ketrampilannya dan kehidupan lingkungannya. Sampai suatu saat kita bisa berhasil atau malah harus mencari kehidupan yang lebih baik lagi.

Kondisi lain yang kerap muncul adalah ketika kita sadar semuanya sudah terlanjur sangat jauh. Katakanlah umur kita sudah diambang sore; ada semacam kecemasan bahwa kita bakal tidak mampu lagi untuk mengusung cita-cita kita yang semula.

Terhadap fakta seperti itu, anda jangan berkecil hati. Yang penting pahamilah kedudukan yang ada, lalu buat kembali desain peta kehidupan anda yang baru. Pilihan anda tetap masih sangat banyak. Yang diperlu disikapi adalah melakukan perubahan sesuai kebutuhan. 

Tidak perlu menjadi terbesar dan "The Best " di bidang seperti itu lagi. Anda masih bisa mencari standar cita-cita yang biasa tetapi anda kerjakan dengan sungguh-sungguh, dengan talenta yang lebih baik dari semula. Yang perlu disikapi adalah, masih ada banyak kemungkinan.

Menurut Robert Kyosaki, upaya pertama yang berat adalah membuat "usaha pertama yang berhasil ". Sesudah itu untuk membuat usaha kedua dan seterusnya, tidak akan seberat yang  pertama. Karena itu untuk  mencapai keberhasilan yang pertama membutuhkan talenta dan komitmen  prima. 

Kalau anda sudah mampu melewati masa-masa seperti itu, maka selebihnya lebih menitik beratkan pada kejelian serta kreativitas dan seni mengelola  dengan memanfaatkan kemampuan orang lain. Anda dituntut untuk mampu memilih tokoh yang  punya kemampuan serta pas untuk tugas-tugas yang telah anda rencanakan. 

Bisa jadi anda tinggal membeli perusahaan yang kurang sehat, kemudian memperbaikinya dan kemudian menjualnya kembali. Peluang untuk itu tidak terhingga  variasinya. Kalau kita memahami dialektika seperti ini, percayalah kehidupan itu ternyata sangat menyenangkan. 

Kita bisa menikmatinya, meskipun kita tengah memperjuangkannya. Wisata Asa, memperlihatkan bagaimana para petarung miskin itu dengan gigih berupaya mngubah nasibnya. Dan...ternyata mereka berhasil dan kaya Raya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun