Dengan demikian, instruksi pemerintah itu melalui berbagai kebijakan menghadapi bencana tidak semua diikuti WNI di sekitar Jabodetabek.
Disatu sisi para ahli menyatakan melalui berbagai riset menemukan bahwa penularan utama Coronavirus 19, sembilan puluh persen bersumber dari percikan air liur orang yang terinfeksi Covid-19 dan hanya sebagian kecil dari sumber lain. Para ahli memastikan, jarak kurang dari dua meter dengan berbicara dengan pembawa virus masih mungkin efektif ditularkan.[3]Â
Sampai sejauh ini para ahli belum menemukan obat yang pasti untuk menyembuhkan virus ini. Karena itu, Para ahli menyarankan para pemerintahan nasional, pemerintah daerah mengambil tindakan pencegahan dengan melakukan pembatasan orang-orang bertemu atau berkumpul untuk mengurangi resiko tertular Covid-19. [4]
Bersamaan dengan Pemerintah Nasional, Pemerintah DKI Jakarta sendiri menerbitkan Pergub Nomor 47 Tahun 2020 tentang Pembatasan Kegiatan Bepergian Keluar dan/atau Masuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dalam Upaya Pencegahan Penyebaran COVID-19. [5] Faktanya, Warga DKI Jakarta masih banyak bepergian dan angka infeksi Covid-19 di DKI Jakarta turun naik.
Akan tetapi pembatasan sosial dikritik tajam yang didasarkan pada alasan ekonomi. agama, sosial dan hukum, belakangan ini perlawanannya mulai meningkat, namun bukan pada kebijakan pembatasan, tetapi terletak pada cara melaksanakan kebijakan social distancing.
Kebijakan Presiden menerbitkan Perpu Nomor 1 Tahun 2020 mendukung efektivitas pelaksanaan pembatasan sosial sekalipun dianggap beberapa warga belum tepat. Itu sebabnya, beberapa organisasi masyarakat dan individu menggugat kebijakan tersebut ke MK. Diluar itu, beberapa pemerintah daerah, misalnya di Kota Makassar, di Provinsi Jawa Timur, membolehkan warga nya berkumpul dalam rangka melaksanakan Shalat Idul Fitri.
Sebagian besar Muslim, bersamaan dengan alasan agama dan sosial, berkumpul dalam tali silaturahmi keluarga di bulan Ramadhan merupakan kebebasan yang telah mengakar dalam budaya seorang muslim berlebaran sejak moyang mereka memeluk islam.Â
Bila kita tanya mana lebih penting tinggal di rumah dan mengikuti anjuran social distancing untuk melindungi kesehatan mereka dan kesehatan publik secara nasional. Mungkin mereka akan menjawab bertemu menjaga jarak mungkin lebih baik daripada tinggal dirumah sudah hampir tiga bulan ini. Bertemu juga penting untuk menjaga hubungan sosial dalam jangka panjang.Â
Apa lai dibulan di hari Lebaran, bertemu selain sosial, untuk tujuan suci jauh lebih penting daripada jargon keamanan komunitas. Itu sebabnya, meski sudah dilarang, jalan tol Jakarta Bogor terhitung padat dalam beberapa terakhir ini, meski tidak sepadat hari biasanya.Â
Bagi sebagian Muslim, berkumpul dan saling maaf memaafkan di hari suci, lebaran secara terpisah bertujuan penting ketakwaan dan kewajiban individu muslim kepada yang Yang Kuasa dan hubungan sosial dalam keluarga.
Apa yang dilakukan Wakil Gubernur DKI Jakarta dalam komunikasi medianya menjelang lebaran mencoba menggunakan pendekatan budaya dalam menyampaikan pesan pelaksanaan social distancing.Â