Mohon tunggu...
Harli Muin
Harli Muin Mohon Tunggu... Pengacara - Pemerhati Sosial

Saya mulai tertarik dengan masalah-masalah sosial, anti korupsi pembangunan, lingkungan hidup dan keamanan masyarakat, ketika saya masih kecil menyaksikan kampung di sulawesi tengah, terpencil, dimana saya lahir dan besar terkena banjir bandang dan saya menyaksikan bagaimana bencana itu menghancurkan semuanya dalam hitungan jam. Kehadiran sejumlah perusahaan HPH dan tambang menambah beban terhadap dampak yang disebabkan atas kemarahan alam itu. Kami kehilangan banyak sekali. Padahal kampung ini sebelumnya damai, tenteram jauh dari hiruk pikuk kota. Pilihan inilah yang kemudian menjadi karier saya dan menulis pesan damai yang berhubungan masalah-masalah tersebut di atas. Semoga kita bisa berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pembatasan Sosial, Hari Kemenangan dan Reuni Keluarga?

24 Mei 2020   16:30 Diperbarui: 24 Mei 2020   16:27 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: shutterstock

Warga sekitar Jabodetabek, pertama kali ditemukan terinfeksi Covid-19 berasal dari Depok tapi diperkirakan terinfeksi di Jakarta ketika menghadiri hiburan malam di Jakarta. 

Sampai hari ini, 24 Mei 2020, terkonfirmasi positif mencapai 6.443 orang, dengan pasien sembuh sebanyak 1.587 orang dan pasien meninggal sebanyak 504 orang, atau dengan rasio tingkat kematian 31,7 persen[1]. Karena itu, Pemerintah DKI semakin memperketat pelaksanaan regulasi pembatasan sosial secara luas. 

Melalui Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, pada musim lebaran 1441 Hijriyah ini, meminta warga merayakan hari Raya Idul Fitri di rumah saja. 

Ahmad Riza Patria Meminta warga DKI Jakarta mampu berdisiplin sampai masa pandemi berakhir dan Pemerintah DKI Jakarta dapat mengendalikan serangan virus mematikan itu. [2] 

Namun bagi warga Jabodetabek yang sebagian besar adalah muslim, perayaan lebaran kali ini sangat berbeda dengan perayaan lebaran sebelumnya. Bila perayaan terdahulu penuh dengan kebebasan dan kenyamanan, kali gerak kita penuh dengan kata " dilarang dan dibatasi, dipenuhi dengan tinggal di rumah,". 

Bagi Muslim berkumpul dengan keluarga di hari lebaran melebihi dari kewajiban sebagai seorang muslim menikmati hari kemenangan, , tetapi juga merupakan kewajiban sosial, termasuk kebahagian individu tersendiri.

Melihat Pesan Gubernur DKI Jakarta, tidak seperti biasanya begitu keras, tapi kali dilakukan dengan menyampaikan himbauan. Pesan himbauan dimaknai sebagai pesan lembut--yang muncul dari kesadaran Warga yang tinggal di sekitar DKI dan Jabodetabek sekitarnya. 

Dibalik pesan Gubernur itu, ingin mencari keseimbangan antara hak kebebasan individu dalam keluarga berkumpul karena alasan agama dan sosial dan hak negara untuk melindungi keselamatan dan kesehatan publik untuk mencegah penularan pandemi Covid-19.

Karena bahaya Covid-19, pemerintah di berbagai daerah menghadapi tantangan berat dalam menjalankan kebijakan pembatasan sosial berskala luas ini, termasuk di DKI Jabodetabek.

Ditengah Pemerintah berupaya mengurangi pertemuan antara warga dengan cara meliburkan sekolah, Working From Home untuk kantor pemerintah dan swasta, menutup sejumlah tokoh kecuali bahan makanan, supermarket.

Namun kita masih menyaksikan orang-orang bepergian ke Puncak di Bogor, orang berjalan di pantai saling berbagi dengan, Rute Penerbangan masih ramai, konser masih juga berlangsung. 

Dengan demikian, instruksi pemerintah itu melalui berbagai kebijakan menghadapi bencana tidak semua diikuti WNI di sekitar Jabodetabek.

Disatu sisi para ahli menyatakan melalui berbagai riset menemukan bahwa penularan utama Coronavirus 19, sembilan puluh persen bersumber dari percikan air liur orang yang terinfeksi Covid-19 dan hanya sebagian kecil dari sumber lain. Para ahli memastikan, jarak kurang dari dua meter dengan berbicara dengan pembawa virus masih mungkin efektif ditularkan.[3] 

Sampai sejauh ini para ahli belum menemukan obat yang pasti untuk menyembuhkan virus ini. Karena itu, Para ahli menyarankan para pemerintahan nasional, pemerintah daerah mengambil tindakan pencegahan dengan melakukan pembatasan orang-orang bertemu atau berkumpul untuk mengurangi resiko tertular Covid-19. [4]

Bersamaan dengan Pemerintah Nasional, Pemerintah DKI Jakarta sendiri menerbitkan Pergub Nomor 47 Tahun 2020 tentang Pembatasan Kegiatan Bepergian Keluar dan/atau Masuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dalam Upaya Pencegahan Penyebaran COVID-19. [5] Faktanya, Warga DKI Jakarta masih banyak bepergian dan angka infeksi Covid-19 di DKI Jakarta turun naik.

Akan tetapi pembatasan sosial dikritik tajam yang didasarkan pada alasan ekonomi. agama, sosial dan hukum, belakangan ini perlawanannya mulai meningkat, namun bukan pada kebijakan pembatasan, tetapi terletak pada cara melaksanakan kebijakan social distancing.

Kebijakan Presiden menerbitkan Perpu Nomor 1 Tahun 2020 mendukung efektivitas pelaksanaan pembatasan sosial sekalipun dianggap beberapa warga belum tepat. Itu sebabnya, beberapa organisasi masyarakat dan individu menggugat kebijakan tersebut ke MK. Diluar itu, beberapa pemerintah daerah, misalnya di Kota Makassar, di Provinsi Jawa Timur, membolehkan warga nya berkumpul dalam rangka melaksanakan Shalat Idul Fitri.

Sebagian besar Muslim, bersamaan dengan alasan agama dan sosial, berkumpul dalam tali silaturahmi keluarga di bulan Ramadhan merupakan kebebasan yang telah mengakar dalam budaya seorang muslim berlebaran sejak moyang mereka memeluk islam. 

Bila kita tanya mana lebih penting tinggal di rumah dan mengikuti anjuran social distancing untuk melindungi kesehatan mereka dan kesehatan publik secara nasional. Mungkin mereka akan menjawab bertemu menjaga jarak mungkin lebih baik daripada tinggal dirumah sudah hampir tiga bulan ini. Bertemu juga penting untuk menjaga hubungan sosial dalam jangka panjang. 

Apa lai dibulan di hari Lebaran, bertemu selain sosial, untuk tujuan suci jauh lebih penting daripada jargon keamanan komunitas. Itu sebabnya, meski sudah dilarang, jalan tol Jakarta Bogor terhitung padat dalam beberapa terakhir ini, meski tidak sepadat hari biasanya. 

Bagi sebagian Muslim, berkumpul dan saling maaf memaafkan di hari suci, lebaran secara terpisah bertujuan penting ketakwaan dan kewajiban individu muslim kepada yang Yang Kuasa dan hubungan sosial dalam keluarga.

Apa yang dilakukan Wakil Gubernur DKI Jakarta dalam komunikasi medianya menjelang lebaran mencoba menggunakan pendekatan budaya dalam menyampaikan pesan pelaksanaan social distancing. 

fPesanya mencoba menarik distribusi kekuatan pemerintah yang tidak setara, berjarak, menjadi lebih sejajar, mengecilkan jarak dan harapannya agar Warga Jabodetabek agar menerima it

Bagi saya semangat kerendahan pesan itu sangat berkesan bahwa untuk mengatasi Covid 19 dibutuhkan kebersamaan. Bukan seperti pesan-pesan yang disampaikan dari segi pendekatan kesehatan selama ini, selalu memelihara ketakutan meski disertai dengan fakta-fakta bahwa bahaya Covid-19 itu memang nyata dan fakta, tapi kelihatan selalu menakutkan. Bila kita takut ditakuti takuti terus menerus, suatu saat kita sampai pada titik jenuh bahwa kita kehilangan ketakutan.

Saya sendiri misalnya, awalnya sosial distancing nyaman saja, namun ketika pengeluaran makin membengkak dan sumbernya juga berkurang, saya berpikir bahwa kita juga bisa naas tanpa korona karena kehabisan makanan, kelaparan.

Akhirnya, ayo pemerintah mencoba cara-cara budaya lain untuk melawan Covid-19, pada saat kita kalahkan Covid-19, kebebasan kita dipulihkan kembali. Amin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun