Mohon tunggu...
Hari Wiryawan
Hari Wiryawan Mohon Tunggu... Dosen - Peminat masalah politik, sejarah, hukum, dan media, dosen Usahid Solo.

Penulis lepas masalah politik, sejarah, hukum, dan media, dosen Usahid Solo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

RRI dan Proklamasi 17 Agustus 1945

10 September 2023   09:10 Diperbarui: 10 September 2023   09:14 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster foto dan teks puisi karya Taufik Ismail, 2017 di Lobby Gedung RRI Pusat Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta. (Foto: Hari Wiryawan)

Bila anda memasuki Gedung Radio Republik Indonesia (RRI) Pusat di Jalan Medan Merdeka Barat, anda akan melalui ruangan lobby yang luas di lantai dasar (lt 1). 

Di ruangan lobby "Galery Tri Prasetya" itu, dekat pintu masuk sebelah kiri dan kanan terdapat empat poster dilapisi kaca dan pigura dari aluminium berukuran sekitar 80 x 100 cm. Salah satu poster yang terpampang adalah foto penyair terkenal Angkatan 66, Taufiq Ismail. Poster ini diletakan berdekatan dengan patung salah satu pendiri RRI, Jusuf Ronodipuro.

Di poster itu terdapat teks syair yang ditulis tahun 2017 oleh Taufiq Ismail berjudul: "Terpercaya dan Mendunia". Ada enam paragraf puisi itu. Saya tertarik untuk membahas dua paragraf pertama dari syair itu, yang berbunyi sebagai berikut:

 

Kemerdekaan Indonesia disiarkan ke dunia

Jam tujuh malam 17 Agustus 1945

Di Studio RRI teks proklamasi mengudara

Di RRI Jakarta dan bandung berulang-ulang membahana

 

Sebelumnya di pagi harinya

Di Pegangsaan Timur para pramuka bangsa

Menyimak Proklamasi Sukarno-Hatta

Dan RRI menyiarkannya ke seluruh dunia

.....................

 

Perhatikan baris ketiga, ada kata "Studio RRI". Baris keempat, ada kata-kata "RRI Jakarta dan bandung". Baris kedelapan, ada kata-kata "RRI menyiarkannya". Dari dua paragraf itu bisa ditarik kesimpulan bahwa: Pertama, RRI adalah stasiun radio yang menyiarkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang sebelumnya di pagi hari, dibacakan oleh Bung Karno. Kedua, pada saat Bung Karno membaca teks proklamasi, jam 10.00, 17 Agustus 1945, stasiun radio RRI di Jakarta dan Bandung telah berdiri dan bersiaran.

Benarkah demikian? Dengan dua kesimpulan itu anda tentunya sudah melihat kejanggalan puisi Taufik Ismail ini. Jika anda belum melihat kejanggalan itu, mari terus membaca.

Dari manakah Taufik Ismail memperoleh informasi bahwa yang menyiarkan teks Proklamasi 17 Agustus 1945 pada malam hari adalah RRI? Referensi apa yang digunakan oleh Taufik Ismail sehingga bisa mengatakan bahwa RRI Jakarta dan Bandung berulang ulang menyiarkan teks proklamasi?

Apakah Taufiq Ismail membaca sendiri sejarah berdirinya RRI? Atau Taufiq hanya mendengar penjelasan dari orang lain terkait dengan sejarah RRI dan Proklamasi 17 Agustus 1945?

Kemungkinan besar Taufiq Ismail tidak membaca sendiri sejarah RRI dan kaitanya dengan Proklamasi 17 Agustus 1945. Taufik adalah penyair, seorang sastrawan, bukan sejarawan. Taufik Ismail bukan Taufik Abdullah sejarawan dari LIPI yang terkenal itu, meski kedua Taufik itu sesama tokoh dari Sumatera Barat.

Lalu apa masalahnya dengan dua paragraf tersebut di atas?

Masalahnya adalah logika waktu dari penulisan puisi ini. Puisi ini ingin menggambarkan bagaimana hebatnya peran RRI pada masa Proklamasi 17 Agustus 1945, bagaimana hebatnya kekuatan RRI dalam mendukung proklamasi itu.

Namun sayangnya Taufik Ismail mendapat bisikan yang keliru (jika informasi soal berdirinya RRI dari orang lain). Akibatnya puisi Taufik Ismail bagai kabar hoax (bohong) akibat masukan yang bersifat prank (olok-olokan).

Bukankah RRI baru lahir tanggal 11 September 1945, 25 hari setelah proklamasi? Bagaimana mungkin sesuatu yang belum ada, belum lahir, bisa melakukan sesuatu? Bagaimana mungkin RRI yang belum lahir sudah bisa bersiaran? Apakah Taufik Ismail bermaksud membohongi kita dengan puisinya? Tentu tidak. Taufik Ismail tentu tidak bermaksud demikian. Hanya saja, ia menyadari bahwa puisinya bersumber dari informasi yang salah tentang sejarah RRI.

Bahwa ada peristiwa penyebaran teks proklamasi, yang sebelumnya dibacakan oleh Bung Karno, kemudian disiarkan melalui stasiun radio, adalah benar. Bahwa penyebaran teks proklamasi itu melalui sebuah stasiun radio di Jakarta, adalah benar. Namun, stasiun radio yang digunakan bukan stasiun radio RRI, melainkan stasiun radio milik tentara Jepang bernama Hoso Kanry Kyoku (HKK) di studio Hoso Kyoku, Jakarta.

Bahwa penyiar radio yang membaca teks proklamasi 17 Agustus antara lain adalah Jusuf Ronodipuro, adalah benar. Namun, Jusuf Ronodipuro bukan penyiar RRI pada saat membacakan teks, melainkan penyiar radio Hoso Kyoku Jakarta.

Bahwa stasiun radio tersebut dan Gedung tersebut kelak sebagai stasiun radio RRI adalah benar. Namun, tidak pada tanggal tersebut 17 Agustus 1945. Bahwa Jusuf Ronodipuro kelak ikut mendirikan RRI adalah benar namun itu terjadi 25 hari setelah pembacaan naskah proklamasi.

HKK (Hoso Kanri Kyoku) adalah nama jaringan radio tentara Jepang. Jaringan radio ini memiliki 8 cabang di Jawa yang bernama Hoso Kyoku Jakarta, Hoso Kyoku Bandung, Purwokerto, Semarang, Yogyakarta, Solo, Surabaya dan Malang.

RRI memiliki peran yang sangat penting dalam sejarah berdirinya republik ini, namun bukan pada saat pembacaan teks proklamasi. Peran RRI adalah saat mempertahankan kemerdekaan, yaitu pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Peran itu terlihat antara lain pada masa yang sangat genting bersama Bung Tomo tanggal 10 November 1945 di Surabaya, sekitar tiga bulan setelah proklamasi. RRI telah menjadi "media partner" yang sangat efektif dalam membantu Bung Tomo memimpin arek-arek Surabaya melawan Sekutu.

RRI juga memiliki peran penting pada peristiwa Serangan Umum (SU) 1 Maret 1949 di Yogyakarta. Peristiwa SU 1 Maret akan menjadi tidak berarti jika media penyiaran radio melalui gelombang teresterialnya tidak mengabarkan peristiwa itu ke dunia internasional. SU 1 Maret hanya berlangsung enam jam, sangat singkat jika dilihat dari sudut kemenangan militer. Namun kemenangan "kecil" itu memiliki dampak politik yang sangat luas akibat diviralkan oleh stasiun radio. 

Salah satu media radio yang memviralkan adalah adalah RRI. Tanpa ada siaran RRI besar kemungkinan Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat tidak membahas masalah Indonesia. Tanpa ada siaran RRI yang bertubi-tubi mustahil akan ada Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Hag, Belanda, Desember 1949.

Dalam puisi "Terpercaya dan Mendunia", Taufik Ismail menggunakan istilah "..berulang-ulang membahana" (baris ke-4). Istilah itu lebih tepat untuk menyebut siaran RRI dalam mengumandangkan pidato Bung Tomo dan siaran RRI dalam mengabarkan SU 1 Maret.

Peran RRI sangat penting sekali dalam mempertahankan kemerdekaan akibat serangan Belanda di Aceh, Sumatera Barat, Bandung, Solo, peristiwa Madiun dsb. RRI telah berperan sangat penting dalam sejarah mempertahankan kemerdekaan.

Berbagai peran sentral RRI antara tahun 1945 hingga 1949 inilah yang kemungkinan membuat beberapa kalangan di RRI mengagungkan secara berlebihan peran RRI. Ada semacam "glorifikasi" (mengagungkan-agungkan) yang berlebihan, sampai-sampai stasiun RRI yang belum lahirpun disebutkan jasanya.

Sumber Glorifikasi

  

Hal. 111 dari Buku
Hal. 111 dari Buku "40 Tahun RRI, 1985" yang memuat artikel karya Jusuf Ronodipuro berjudul "Proklamasi dan Peranan RRI". (Foto repro: Hari Wiryawan)

Dari buku yang dibuat oleh generasi pendiri RRI tahun 1953 yang berjudul Sejarah Radio di Indonesia, (selanjutnya disebut SRI, 1953) saya tidak menemukan adanya glorifikasi itu. Uraian tentang peran RRI dalam Proklamasi Kemerdekaan dibuat secara rasional, terukur dan rinci. Buku SRI, 1953 menguraikan sejarah RRI namun tidak melakukan glorifikasi tentang sejarah yang telah mereka ukir sendiri.

Buku SRI, 1953 menulis soal siaran pembacaan teks Proklamasi itu dalam Bab I berjudul "V.O.R.O Djakarta (Vereniging voor Oostersche Radio Omroep)". Lebih khusus pembahasan soal peristiwa 17 Agustus 1945 terdapat dalam sub-bab "Perjoangan Radio di Djakarta Selama 4 Tahun". Perhatikan judul Bab dan Sub-bab tersebut sama sekali tidak menyebut kata "RRI" dan "Proklamasi 17 Agustus 1945", karena keduanya memang tidak berhubungan secara teknis penyiaran.

Namun buku SRI, 1953 tetap mencatat peristiwa bersejarah tersebut. Kutipan berikut ini menegaskan bahwa peristiwa pembacaan naskah proklamasi untuk disebarkan melalui siaran radio terjadi bukan di studio RRI, melainkan di Studio Hoso Kyoku Jakarta. Perhatikan baris pertama kutipan berikut:

 "Kemarahan Jepang memuncak, setelah dari Studio Hoso Kyoku Djakarta ini disiarkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tanggal 17   Agustus 1945 malam jam 19.00 dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris." (SRI, 1953, h.29-30).

Kutipan lain dari Buku SRI, 1953 adalah sebagai berikut: 

"Siasat penggunaan siaran ini segera diketahui oleh seorang pemimpin radio bangsa Jepang, dan dua orang yang dianggap bertanggung jawab akan hal itu (jaitu bekas mayor Bachtar Lubis dan Jusuf Ronodipuro) diminta pertanggungjawaban. Dalam perdebatan yang seru maka orang Jepang itu tidak dapat menahan kesabaran nya lagi dan pedang samurai sudah terhunus, tinggal saja mengayunkan. Untung sekali pada saat itu Pemimpin Umum Radio Jepang di Jawa Tomobachi, yang menginsyafi bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia sudah menjadi suatu kenyataan, memasuki kamar dimana pertengkaran sedang berlaku dan pertumpahan darah bisa dihindarkan." (SRI, 1953 h. 34)

Sampai disini buku SRI, 1953 sama sekali tidak melakukan glorifikasi tentang pembacaan naskah proklamasi oleh Jusuf Ronodipuro. Buku yang terbit tahun 1953, hanya delapan tahun setelah peristiwa itu menulis apa adanya. Siaran teks proklamasi itu tetap disebut siaran dari Hoso Kyoku Jakarta, tidak menyebut sebagai siaran RRI. Jusuf Ronodipuro juga sama sekali tidak disebut sebagai penyiar RRI. Dengan demikian, buku SRI, 1953  klir, tidak melakukan penyimpangan sejarah.

Lalu dari manakah distorsi terjadi? Dari manakah Taufik Ismail bisa mengambil alur sejarah yang keliru? Salah satu kemungkinannya adalah bahwa distorsi sejarah ini muncul pada tahun 1985.

Pada tahun 1985 terbit sebuah buku berjudul 40 Tahun Radio Republik Indonesia 11 September 1945-1985. (selanjutnya disebut buku 40 Tahun RRI). Buku ini diterbitkan oleh Panitia Peringatan Hari Radio ke-40 tahun 1985, pada masa Menteri Penerangan Harmoko.

Dalam buku ini ada kata sambutan dari Presiden Suharto, lengkap dengan foto Pak Harto sedang berpidato di gedung DPR/MPR RI dengan logo RRI pada mikrofon yang digunakan. Ada pula sambutan Menteri Penerangan Harmoko, sambutan Dirjen Radio, Televisi dan Film (RTF) Drs Subrata dan Direktur Radio Ir Iskandar Arfan.

 Buku ini tebalnya lebih dari 230 halaman. Ada sejumlah Bab yang ditulis dalam buku ini, namun klasifikasi atau sistematika buku ini tidak jelas, campur aduk. Kerancuan juga terjadi pada judul. Di bagian sampul terdapat slogan "Sekali di udara tetap diudara". Apakah slogan itu masuk sebagai judul atau tidak, tidak jelas. Sepertinya Tim Penyunting buku ini tidak berpengalaman dalam menyusun sebuah buku.

Pada halaman 111 terdapat artikel berjudul "Proklamasi dan Peranan RRI, sebuah Catatan Jusuf Ronodipuro." Pada halaman pertama artikel ini memuat foto Jusuf Ronodipuro lengkap dengan biografinya (lihat foto di atas). 

Dalam naskah sepanjang 6 halaman ini, diuraikan bagaimana kisah Jusuf Ronodipuro ketika membaca naskah proklamasi yang pagi harinya dibaca Bung Karno. Jusuf menceritakan dengan rinci dan lengkap. Dalam naskah tersebut dijelaskan bahwa Jusuf bekerja di Hoso Kyoku Jakarta sejak tahun 1943 sebagai penyiar pembaca berita. Dijelaskan pula bahwa naskah proklamasi itu dibaca ketika ia masih bekerja di Hoso Kyoku Jakarta.

Jusuf Ronodipuro mengatakan dalam halaman 113 buku 40 Tahun RRI sbb:

"Pada hari itu k.l. jam 18.00 Syahrudin, wartawan kantor Berita "Domei" dengan memanjat tembok belakang Gedung Hoso Kyoku dari Jalan Tanah Abang berhasil memasuki halaman tanpa diketahui oleh penjaga-penjaga Jepang dan menemui kami di ruangan Bagian Pekabaran. Pada kami disodorkan secarik kertas yang ditik berisikan naskah Proklamasi Kemerdekaan yang menurut Syahrudin "...tadi pagi jam 10.00 diproklamirkan oleh Bung Karno di Pegangsaan Timur 56...."

 

Dari kalimat tersebut di atas, jelas bahwa Jusuf Ronodipuro menyatakan bahwa peristiwa itu terjadi di Gedung Hoso Kyoku Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945 pada petang/ malam hari. Jusuf Ronodipuro tidak mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi di Gedung RRI. Jusuf, pada bagian lain, juga mengatakan bahwa dirinya adalah penyiar Hoso Kyoku Jakarta. Jusuf tidak mengatakan bahwa dia penyiar RRI.

Namun anehnya judul bab ini berbunyi "Proklamasi dan Peranan RRI". Mengapa judul artikel ini menyebutkan kata RRI? Judul ini tidak sesuai dengan isi dari tulisan tersebut. Isi tulisan/ artikel ini sama sekali tidak menyebut tentang peran RRI namun mengapa judulnya menyebut peran RRI? Besar kemungkinan judul ini bukan dari Jusuf Ronodipuro, melainkan dari penyunting.

Sebagai pelaku sejarah, Jusuf tidak akan memanipulasi sejarah yang ditorehkan nya sendiri. Tidak ada keuntungan apapun, bahkan akan merugikan, bagi Jusuf Ronodipuro untuk mengatakan bahwa teks proklamasi itu dibaca di muka corong RRI.

Dari judul tulisan yang salah inilah kemungkinan awal kesalahpahaman di kalangan RRI generasi penerus yang menganggap bahwa Jusuf Ronodipuro membaca teks proklamasi dimuka corong RRI. Narasi yang berkembang adalah bahwa Jusuf Ronodipuro membaca naskah di depan corong radio dan Jusuf Ronodipuro salah satu pendiri RRI maka orang awam segera menafsirkan bahwa Jusuf Ronodipuro membaca naskah proklamasi di depan corong RRI. Apalagi gedung Hoso Kyoku Jakarta dan Gedung Pusat RRI (RRI Jakarta) juga sama bangunannya.

Narasi yang salah kaprah itulah yang kemungkinan sampai masuk ke telinga Taufik Ismail. Kemungkinan Taufik Ismail menerima informasi dari orang yang tidak memahami sejarah berdirinya RRI, akibat narasi yang salah dalam memahami apa itu Hoso Kyoku dan apa itu RRI (Wir).

            

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun