Mohon tunggu...
Hari Wiryawan
Hari Wiryawan Mohon Tunggu... Dosen - Peminat masalah politik, sejarah, hukum, dan media, dosen Usahid Solo.

Penulis lepas masalah politik, sejarah, hukum, dan media, dosen Usahid Solo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

RRI dan Proklamasi 17 Agustus 1945

10 September 2023   09:10 Diperbarui: 10 September 2023   09:14 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster foto dan teks puisi karya Taufik Ismail, 2017 di Lobby Gedung RRI Pusat Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta. (Foto: Hari Wiryawan)

Dalam puisi "Terpercaya dan Mendunia", Taufik Ismail menggunakan istilah "..berulang-ulang membahana" (baris ke-4). Istilah itu lebih tepat untuk menyebut siaran RRI dalam mengumandangkan pidato Bung Tomo dan siaran RRI dalam mengabarkan SU 1 Maret.

Peran RRI sangat penting sekali dalam mempertahankan kemerdekaan akibat serangan Belanda di Aceh, Sumatera Barat, Bandung, Solo, peristiwa Madiun dsb. RRI telah berperan sangat penting dalam sejarah mempertahankan kemerdekaan.

Berbagai peran sentral RRI antara tahun 1945 hingga 1949 inilah yang kemungkinan membuat beberapa kalangan di RRI mengagungkan secara berlebihan peran RRI. Ada semacam "glorifikasi" (mengagungkan-agungkan) yang berlebihan, sampai-sampai stasiun RRI yang belum lahirpun disebutkan jasanya.

Sumber Glorifikasi

  

Hal. 111 dari Buku
Hal. 111 dari Buku "40 Tahun RRI, 1985" yang memuat artikel karya Jusuf Ronodipuro berjudul "Proklamasi dan Peranan RRI". (Foto repro: Hari Wiryawan)

Dari buku yang dibuat oleh generasi pendiri RRI tahun 1953 yang berjudul Sejarah Radio di Indonesia, (selanjutnya disebut SRI, 1953) saya tidak menemukan adanya glorifikasi itu. Uraian tentang peran RRI dalam Proklamasi Kemerdekaan dibuat secara rasional, terukur dan rinci. Buku SRI, 1953 menguraikan sejarah RRI namun tidak melakukan glorifikasi tentang sejarah yang telah mereka ukir sendiri.

Buku SRI, 1953 menulis soal siaran pembacaan teks Proklamasi itu dalam Bab I berjudul "V.O.R.O Djakarta (Vereniging voor Oostersche Radio Omroep)". Lebih khusus pembahasan soal peristiwa 17 Agustus 1945 terdapat dalam sub-bab "Perjoangan Radio di Djakarta Selama 4 Tahun". Perhatikan judul Bab dan Sub-bab tersebut sama sekali tidak menyebut kata "RRI" dan "Proklamasi 17 Agustus 1945", karena keduanya memang tidak berhubungan secara teknis penyiaran.

Namun buku SRI, 1953 tetap mencatat peristiwa bersejarah tersebut. Kutipan berikut ini menegaskan bahwa peristiwa pembacaan naskah proklamasi untuk disebarkan melalui siaran radio terjadi bukan di studio RRI, melainkan di Studio Hoso Kyoku Jakarta. Perhatikan baris pertama kutipan berikut:

 "Kemarahan Jepang memuncak, setelah dari Studio Hoso Kyoku Djakarta ini disiarkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tanggal 17   Agustus 1945 malam jam 19.00 dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris." (SRI, 1953, h.29-30).

Kutipan lain dari Buku SRI, 1953 adalah sebagai berikut: 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun