"Maafkan saya, Lukas. Saya ingin sekali memperbaiki ini semua bersama kamu, tapi waktu saya sudah habis di sini. Kamu harus melanjutkan apa yang sudah kita mulai," katanya dengan nada penuh harap.
Lukas terdiam, lalu menjawab pelan. "Mungkin ini tanda, Pastor. Tanda bahwa saya harus melangkah perlahan. Tapi saya akan tetap mendukung adik-adik dari jauh, meskipun tidak sebagai pendamping resmi."
Pastor Rafael menepuk bahunya. "Tuhan selalu punya rencana, Lukas. Percayalah, usaha kecilmu tidak akan sia-sia."
Waktu berlalu. Organisasi misdinar tetap dalam kebingungan. Pastor baru yang ditugaskan menggantikan Pastor Rafael belum menunjukkan arah yang jelas. Sementara itu, Lukas memutuskan untuk terus melayani dalam diam -- bukan sebagai pendamping resmi, tetapi sebagai saudara tua yang sesekali hadir memberi dukungan kecil.
Suatu malam, saat Lukas berjalan pulang dari gereja, ia mendengar lonceng berdentang. Dalam gemanya, ia merasa seolah Tuhan berbicara: "Tidak semua perubahan harus dimulai dengan revolusi besar. Kadang, kehadiran yang sederhana adalah awal dari segalanya."
Dengan hati yang tenang, Lukas melangkah pergi, membawa harapan bahwa suatu hari nanti, organisasi yang ia cintai akan menemukan jalan kembali. ***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI