Mohon tunggu...
Stefanus Hari Triyatmo
Stefanus Hari Triyatmo Mohon Tunggu... Freelancer - WTC - Writer, Trainer and Coach

Vita est Semper Renovanda - Hidup selalu diperbaharui

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sayur Favorit

10 Januari 2025   22:39 Diperbarui: 10 Januari 2025   22:49 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ayam Woku (Dokumen Pribadi)

Malam itu, angin bertiup pelan di luar rumah. Ratna sedang memotong sayuran di dapur kecilnya. Di meja dapur, daftar pesanan katering untuk keesokan hari sudah tertata rapi. Kehidupan yang ia jalani selama hampir 29 tahun pernikahan bersama Bayu telah mengajarkan banyak hal, termasuk kesabaran yang tak bertepi.

"Bu, ayam gorengnya sudah selesai?" suara Prita, putri sulungnya, terdengar dari ruang makan. Ratna tersenyum tipis, meski hatinya lelah.

"Sebentar lagi, Nak. Kamu bisa bantu buat jus jeruk?"

Prita mengangguk dan mulai sibuk di sudut dapur. Sementara itu, Andi, anak bungsu mereka, terdengar tertawa riang di ruang keluarga. Ratna melirik jam dinding. Sudah pukul delapan malam, tapi Bayu belum pulang. Lagi-lagi, ia merasa ada lubang di hatinya yang tak bisa terisi.

Tak lama, suara mesin mobil Bayu terdengar di depan rumah. Prita melirik ibunya dengan tatapan penuh tanya, tapi Ratna pura-pura sibuk memotong wortel.

"Bu, bapak pulang telat terus ya?" tanya Prita pelan.

Ratna hanya tersenyum kecil. "Bapakmu banyak urusan, Nak. Sudah, kamu selesaikan jus itu."

Bayu masuk dengan wajah kelelahan. "Malam," katanya singkat sambil meletakkan tas kerja di meja. Ratna hanya menjawab dengan anggukan kecil. "Makan malam sudah siap," katanya lembut.

Mereka duduk di meja makan, makan bersama dalam keheningan yang terasa berat. Setelah selesai, Bayu menghilang ke kamar tanpa banyak bicara. Prita dan Andi membantu Ratna membereskan meja, tapi pertanyaan yang sama terus berputar di kepala Prita.

Malam itu, setelah anak-anak tidur, Ratna duduk sendirian di ruang tamu. Ia menatap foto pernikahannya yang tergantung di dinding. Wajahnya yang dulu penuh harapan kini tampak berbeda di cermin kehidupannya.

Tiba-tiba, suara langkah kaki Bayu mendekat. "Kamu belum tidur?" tanyanya.

"Belum," jawab Ratna tanpa menoleh.

Bayu duduk di sofa seberangnya. "Kamu kelihatannya capek."

Ratna menghela napas. "Capek itu sudah jadi teman sehari-hari. Aku lebih memikirkan anak-anak dan bagaimana kita bertahan."

"Ratna, aku tahu aku sering mengecewakanmu," kata Bayu tiba-tiba. "Aku---"

"Kamu tahu?" Ratna memotong, nadanya datar tapi penuh makna. "Kalau kamu tahu, kenapa kamu tetap melakukannya?"

Bayu terdiam. Ia tidak punya jawaban. Ratna melanjutkan, suaranya bergetar. "Aku bertahan karena aku janji di depan Tuhan. Aku bertahan karena anak-anak. Tapi kamu tahu betapa sulitnya itu untukku?"

Bayu menunduk, merasa tertampar oleh kejujuran istrinya. "Aku, aku menyesal."

Ratna menatapnya tajam. "Penyesalan itu harusnya datang dengan perubahan, Bayu. Tapi aku tidak melihatnya."

Untuk pertama kalinya, Bayu merasa kecil di hadapan istrinya. Ia sadar, Ratna adalah tiang yang selama ini menopang rumah mereka, sementara ia terus menciptakan retakan.

"Aku akan mencoba berubah," katanya pelan.

Ratna tersenyum tipis, tanpa keyakinan. "Aku berharap begitu, demi anak-anak. Aku tidak butuh kata-kata, aku butuh bukti."

Percakapan itu selesai dengan keheningan yang menyelimuti. Bayu kembali ke kamar, dan Ratna tetap di ruang tamu, menatap kosong ke luar jendela. Dalam hatinya, ia tahu harus terus maju, apa pun yang terjadi. Bukan untuk Bayu, tapi untuk dirinya sendiri dan anak-anak yang ia cintai.

Keesokan paginya, Ratna bangun awal seperti biasa. Ia menyiapkan pesanan katering dan memastikan semuanya sempurna. Prita membantunya mengangkat kotak makanan ke mobil, sementara Andi sibuk menyiapkan tas sekolahnya.

"Bu, kapan kita liburan bareng lagi?" tanya Andi tiba-tiba.

Ratna terdiam sejenak, lalu tersenyum. "Nanti, kalau usaha ibu semakin lancar, kita bisa liburan ke mana saja yang kamu mau."

Andi tersenyum lebar, penuh harapan. Ratna tahu, ia harus tetap kuat, demi senyum anak-anaknya.

Hari itu, ia mengantar pesanan ke pelanggan. Meskipun hidupnya penuh ujian, ia berusaha untuk terus kuat. Namun hari ini Ratna merasakan sesuatu, dan baru ketika ia tiba di rumah salah satu pelanggan rupanya kejutan besar telah menantinya.

Pelanggan itu bernama Maya, seorang wanita muda yang selama ini telah menjadi pelanggan setia kateringnya. Maya menyambut Ratna dengan senyuman manis seperti biasa. Tapi di sudut ruangan, Ratna melihat sebuah foto keluarga kecil yang terpajang di meja. Di foto itu, Maya berdiri di samping Bayu, dengan seorang anak kecil di antara mereka.

Dunia Ratna seolah berhenti berputar. Ia mencoba tetap tenang, meski hatinya bergejolak. Maya, yang tidak menyadari keterkejutan Ratna, berkata, "Mbak Ratna, masakan Mbak selalu jadi favorit suami saya."

Ratna tersenyum kaku, lalu berpamitan dengan alasan ada pesanan lain yang harus diantar. Sepanjang perjalanan pulang, pikirannya penuh dengan pertanyaan. Bayu, yang selama ini ia beri kesempatan kedua, ternyata memiliki kehidupan lain yang tak pernah ia bayangkan.

Saat malam tiba, Ratna memutuskan untuk tidak lagi diam. Ia menunggu Bayu pulang, dan kali ini ia tahu, hidupnya akan berubah selamanya. Ia tidak lagi bertahan demi janji kosong. Ia akan bertahan demi dirinya sendiri dan kebahagiaannya. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun