Mohon tunggu...
Stefanus Hari Triyatmo
Stefanus Hari Triyatmo Mohon Tunggu... Freelancer - WTC - Writer, Trainer and Coach

Vita est Semper Renovanda - Hidup selalu diperbaharui

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan di Bulan November

17 Desember 2024   20:24 Diperbarui: 17 Desember 2024   20:24 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jakarta di bulan November sering didera hujan yang menderas lama. Langit kelabu senada dengan hatiku yang tenggelam dalam pusaran emosi. Di tengah irama hujan yang tak berkesudahan, pikiranku melayang kepada kutipan Dale Carnegie dalam bukunya Petunjuk Hidup Tentram dan Bahagia: Dua hal yang mempengaruhi masa depan seseorang adalah pekerjaan dan pasangan hidup. Kalimat pendek itu bergaung di benakku, seakan menyadarkan jiwaku yang rapuh dan renta.

Awalnya aku menyangkal, tidak mungkin ini terjadi pada hidupku. Namun, kenyataan tak bisa dibantah. Bahtera pernikahanku karam, terjerembab di tengah badai. Aku yang seharusnya menjadi kepala keluarga, mengalami disfungsi sebagai pencari nafkah. Krisis kepercayaan menggerogoti rumah tangga kami karena perekonomian keluarga berada di titik nadir.

Usiaku sudah setengah abad, tetapi hidupku masih jauh dari kemapanan. Aku seperti kehilangan arah. Ke mana langkah ini seharusnya menuju? Kabut misteri menutupi segalanya.

Aku teringat kedua orangtuaku. Mereka berhasil menjaga pernikahan hingga 53 tahun, melintasi berbagai badai kehidupan. Sedangkan aku? Pernikahanku hanya bertahan 21 tahun. Walau lebih lama dibandingkan mereka yang menyerah di bawah 10 tahun, tetap saja terasa begitu singkat. Dinamika kehidupan memang penuh ironi. Awalnya aku bermimpi bisa menjalani pernikahan selamanya, hingga maut memisahkan. Namun, skenario manusia sering kali berbeda dari harapan.

Aku masih ingat apa yang ia katakan dua puluh satu tahun yang lalu, tepatnya setelah aku mengungkapkan cinta. "Kalau Mas serius, tahun depan kita menikah!" Kalimat yang lugas dan tanpa keraguan membuatku terkejut, tetapi juga terpesona oleh keberaniannya.

Kami baru saling mengenal empat hari. Terlalu singkat untuk menilai sebuah hubungan. Namun, entah kenapa, aku mengiyakan tawarannya. Ada sesuatu dalam dirinya---ketegasan, mungkin juga kepercayaan dirinya---yang membuatku yakin.

Lima belas bulan berikutnya, kami merajut hubungan. Impian dan rencana kami wujudkan dalam sebuah pernikahan sederhana. Janji setia terucap dengan tulus di altar. Pikirku, saat itulah awal kebahagiaan selamanya.

Namun, kehidupan tidak selalu seindah dongeng. Tahun-tahun pertama penuh warna-warni. Kami beradaptasi, belajar memahami perbedaan, tetapi perbedaan itu justru semakin jelas seiring bertambahnya waktu.

Ia keras kepala, aku juga keras kepala. Kami seperti minyak dan air, sulit menyatu. Kadang-kadang, aku bertanya-tanya, apa yang membuatku menerima tawarannya saat itu? Mungkin cinta, mungkin ego muda yang ingin membuktikan sesuatu.

Setelah bertahun-tahun, realitas mulai mengejar. Perbedaan prinsip yang selama ini tersembunyi menjadi jurang pemisah yang semakin lebar. Kebiasaan-kebiasaan kecil yang dulu terlihat manis berubah menjadi duri dalam daging.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun