Mohon tunggu...
Abdul Haris
Abdul Haris Mohon Tunggu... Bankir - Menulis Untuk Berbagi

Berbagi pemikiran lewat tulisan. Bertukar pengetahuan dengan tulisan. Mengurangi lisan menambah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Berkurangnya Mesin ATM, Adakah yang Salah?

13 Juli 2024   20:13 Diperbarui: 14 Juli 2024   07:26 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengenai berkurangnya mesin ATM, perubahan perilaku masyarakat bisa jadi yang mengawalinya. Mereka yang merasa lebih nyaman bertransaksi atau memanfaatkan fitur layanan digital. 

Alhasil, frekuensi penarikan uang tunainya tentu akan berkurang. Kebutuhan berurusan dengan petugas bank secara langsung berangsur juga menurun. Industri pun pada akhirnya akan menyesuaikan strategi bisnisnya dengan trend yang ada. 

Trend menggambarkan kebutuhan pasar terkini. Untuk itulah, strategi pengurangan mesin ATM dan sebagian kantor adalah langkah yang lumrah, tidak ada yang salah.

Pilihan Pembayaran

Seorang Youtuber mengkritisi kemunculan QRIS sebagai penyebab turunnya jumlah mesin ATM. Dia juga nampak skeptis dengan pembentukan budaya masyarakat non tunai. Alasannya, menyulitkan para lanjut usia, banyaknya masyarakat masih belum memiliki smartphone, dan munculnya pengangguran akibat penutupan bank. Youtuber tersebut juga menyoroti potensi terjadinya pemborosan ketika transaksi dilakukan secara non-tunai.

Keraguan tersebut memang bisa muncul ketika masyarakat mulai memasuki ekosistem ekonomi yang baru. Namun, keraguan itu sebenarnya masih bisa dijawab.

Setiap munculnya instrumen pembayaran baru, sebetulnya tidak menghilangkan instrumen yang lama. Nyatanya, sistem barter masih diterapkan di daerah tertentu, sah saja selama ada kesepakatan. Pernah juga, Indonesia melakukan barter pesawat tempur dengan komoditas. 

Begitupun yang terjadi dengan uang tunai, ATM, dan pembayaran digital. Kehadiran instrumen pembayaran berbasis teknologi, seperti halnya QRIS, merupakan pilihan, tidak menggugurkan instrumen yang lain. Masyarakat dipersilakan memilih mana yang terjangkau, dipahami, dan nyaman menurut mereka.

Memang, sementara area mewajibkan transaksi non-tunai, sebut saja jalan tol, lokasi parkir tertentu, atau pembayaran layanan publik. Akan tetapi, pembatasan area semacam itu hingga saat ini belumlah banyak. Umumnya, masyarakat masih memiliki opsi dalam melakukan transaksi, tunai atau non-tunai. 

Selanjutnya, terkait pihak-pihak tertentu yang belum terjangkau pembayaran digital, sekali lagi, pilihan pembayaran tunai masih bisa dilakukan.

Meskipun digitalisasi terus dipacu, bank sentral masih terus mengedarkan uang kertas dan logam. Pemanfaatan uang jenis itu masih tinggi. Buktinya, data Bank Indonesia pada Mei 2024 menunjukkan bahwa uang kartal yang diedarkan meningkat 6,82 persen secara tahunan, sehingga menjadi Rp1.038,26 triliun. Jadi, tidak ada keraguan, kebutuhan masyarakat yang memilih pembayaran tunai masih bakal terpenuhi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun