Sebuah perusahaan teknologi keuangan berbasis pinjaman online baru-baru ini sedang menghadapi tuntutan investornya.Â
Musababnya adalah tingginya tingkat wanprestasi atau semacam kredit macet yang berimbas pada tersendatnya pengembalian dana kepada investor.Â
Alasan yang disampaikan perusahaan yaitu banyaknya debitur yang sulit membayar pinjamannya akibat terdampak Covid-19.
Memang benar, Covid-19 memporakporandakan perekonomian dunia, tidak terkecuali Indonesia. Alasan semacam itu memang sudah jamak terdengar pasca terjadinya suatu peristiwa besar yang menggoncang stabilitas perekonomian.Â
Jika kita ingat, sebenarnya jarang kondisi perekonomian mencapai periode kestabilan dalam jangka sangat panjang. Selalu ada setidaknya riak-riak hingga gelombang persoalan yang mengganggunya. Sumbernya dapat berasal dari domestik atau faktor eksternal.
Apalagi dengan semakin terintegrasinya perekonomian dunia dan kuatnya pengaruh negara-negara tertentu terhadap percaturan ekonomi global, sensitivitas dampak rambatan pun kian tinggi.Â
Peristiwa dalam suatu negara yang semula tidak ada kaitannya, dapat mempengaruhi negara-negara lainnya atau disebut spillover impact.
Tidak Ada Kestabilan Abadi   Â
Coba kita tarik beberapa rangkaian kejadian yang mengguncang perekonomian seabad terakhir, baik di luar maupun dalam negeri.
Pasca perang I, terjadi great depression yang dimulai di Amerika Serikat (AS) lalu merembet ke Eropa, Amerika Latin, hingga Jepang.Â