Mohon tunggu...
Abdul Haris
Abdul Haris Mohon Tunggu... Bankir - Menulis Untuk Berbagi

Berbagi pemikiran lewat tulisan. Bertukar pengetahuan dengan tulisan. Mengurangi lisan menambah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Puncak Kebebasan Finansial itu Bersyukur

10 Agustus 2023   07:00 Diperbarui: 10 Agustus 2023   07:04 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Raja Gupta adalah mantan CEO McKinsey sebuah perusahaan konsultan ternama di dunia, partner Bill Gates dalam aktivitas filantropi, dan terakhir, Direktur Goldman Sachs sebuah bank investasi terbesar kedua di dunia.

Dengan sederetan posisi prestisius itu, Gupta telah mengumpulkan kekayaan hingga 100 juta dollar. Sayang sekali, kekayaan sefantastis itu belum memuaskannya.

Hingga suatu saat, Gupta melakukan tindakan ilegal berupa penggunaan informasi non-public untuk pembelian saham (insider trading) Goldman Sachs sehingga meraup keuntungan sebesar 17 juta dollar. Akibat perbuatannya itu, Gupta pun harus masuk penjara sehingga karir dan reputasinya hancur.

Bernie Madoff, pendiri Bernard L. Madoff Investment Securities, sebuah perusahaan sekuritas yang mampu membukukan rata-rata transaksi harian sebesar 740 juta dollar. Perusahaannya pernah menjadi penggerak pasar (market maker) terbesar bursa efek Nasdaq.

Sayangnya, kiprah sebagai wolf of Wall Street harus berakhir setelah Madoff terbukti melakukan kejahatan investasi palsu (Ponzi Scheme) selama 2 dekade. Dia pun diganjar hukuman selama 150 tahun dan akhirnya, tutup usia di penjara.          

Dua kisah miris yang menggambarkan ketamakan para taipan yang berakhir tragis.

Kisah Gupta dan Madoff diangkat pula oleh Morgan Housel dalam bukunya The Psychology of Money. Penulis memasukkanya dalam bab yang berjudul Never Enough. Dia mengambil pembelajaran bagaimana mentalitas tidak pernah cukup, mengantarkan kehancuran orang-orang sukses.

Housel pun menyimpulkan bahwa tahu saatnya berhenti (stop moving) sebenarnya merupakan ketrampilan tersulit bagi investor.

Enough lalu Bersyukur

Enough, menerima dan merasa cukup atas apa yang sudah dimiliki merupakan cerminan rasa syukur. Dalam konteks finansial bisa dikaitkan dengan merasa cukup atas harta yang sudah dimiliki.

Jika dibentangkan lagi, luas sekali aspek-aspek yang semestinya terkait dengan rasa syukur. Bisa kesehatan, kesempatan hidup, kemampuan bekerja, dan berbagai nikmat Tuhan yang tidak mungkin kita hitung.

Memang, syukur mudah diucapkan tetapi tidak mudah dilakukan oleh kebanyakan manusia. Ada faktor-faktor yang menghalangi sikap bersyukur.    

Lihat ke Atas

Rasanya kita sudah sering mendengar pesan "dalam urusan harta, janganlah melihat ke atas". Ada benarnya jika dengan melihat ke atas muncul kecenderungan tidak mensyukuri apa yang sudah dimiliki. Melihat yang lebih dari kita, untuk urusan harta, seperti tidak ada habisnya.

Ilustrasinya, staf dengan penghasilan bulanan 5 juta tentu merasa kurang ketika dihadapkan dengan manajernya yang bergaji 10 juta per bulan. Manajernya pun merasa kurang jika membandingkan dengan direkturnya yang bergaji Rp100 juta tiap bulan. Direktur pun merasa seperti itu saat mengintip pendapatan bulanan pemilik perusahaan yang mencapai Rp1 milyar. Dan seterusnya, tidak ada habisnya.

Jadi, membalik cara pandang adalah hal yang bijak untuk urusan harta. Tidak mudah merubah itu, kecenderungan kita memang melihat siapa yang lebih.

Perlu kerja keras dengan melatih diri secara bertahap dan berkelanjutan. Hingga pada saatnya akan terbentuk cara pandang melihat harta ke bawah. Cara pandang seperti itu akan membangkitkan rasa syukur pada apa yang sudah dimiliki.

Seorang staf meskipun belum bergaji tinggi bisa melihat teman sekolahnya yang tidak memiliki penghasilan karena masih menganggur.

Membandingkan diri

Dengan melihat kondisi orang lain, secara tidak langsung kita telah membandingkan diri kita. Tidak menjadi persoalan jika setelah membandingkan justru menyadarkan rasa syukur kita. Jadi persoalan bila yang terjadi sebaliknya, kita menjadi julid alias susah melihat orang senang.

Untuk yang terakhir, merupakan tantangan berat saat ini. Media sosial, media yang sudah melekat dalam hidup kita, menjadi media pamer (flexing) paling populer. Tanpa disadari, pamer dengan unggahan foto dan video sudah menjadi hal lumrah, sehingga nyaris membudaya.      

Sulit bagi pengguna media sosial untuk menanggalkan tendensi pembandingan diri. Saat melihat postingan teman, tanpa disadari kita kerap merasa "kalah" atau "kurang" dari orang lain. "Mengapa teman seangkatan sudah bisa beli mobil, saya belum", contoh reaksi spontan itu.

Terkait penyebab kecemburuan, media sosial bekerja dalam tiga cara yang saling berkaitan, yaitu meningkatkan kedekatan, menghilangkan sekat, dan menolak penyembunyian, tulis Alexandra Samuel, kolumnis Harvard Business Review dalam artikel What to do When Social Media Inspires Envy.  

Oleh karenanya, bolehlah kita tetap ikut trend media sosial, tetapi jangan terlalu larut karena akan membuat hati kalut.

Bahagia Sempurna

Baik Gupta maupun Madoff mengawali hidup sebagai kalangan menengah yang susah. Mereka pun ingin bahagia sehingga bekerja keras, meraih puncak karir, dan hasilnya menjadi kaya raya. Setelah kaya raya ternyata masih berharap lebih kaya hingga menghalalkan segala cara. Mungkin saja mereka masih belum menemukan kebahagiaan.

Mengenai bahagia, mengutip pemikiran Dr. Adiwarman Karim, seorang pakar ekonomi, harta yang dimiliki tidak akan menyempurnakan kebahagiaan jika tidak kita sertai dengan rasa syukur. Logikanya, tanpa syukur maka kita hanya akan melihat kekurangan saja. Sesuatu yang kurang tentu tidak menyenangkan.

Sekali lagi, syukur memang mudah dikatakan tapi sulit dilakukan. Meskipun sulit, tetap bisa diusahakan, asal ada kemauan. Dari situlah orang akan mencapai puncak kebebasan dari keterikatan harta. Kebebasan yang akan menyempurnakan kebahagiaan.        

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun