Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Esensi Kata Kafir dalam Teks Keagamaan

11 Desember 2018   05:33 Diperbarui: 11 Desember 2018   05:37 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa sebenarnya esensi kata kafir yang menunjuk kepada semua non muslim itu ? Harus saya garis bawahi dan cetak tebal bahwa semua non muslim dalam pandangan kitab suci Al-Quran memang disebut kafir. 

Secara bahasa, kata ini bisa bermakna mengingkari, menolak, menentang atau menyangkal. Oleh karena itulah mereka dari kaum Quraisy yang menolak, menyangkal dan menentang ajakan Nabi Muhammad untuk masuk Islam disebut sebagai kafir.

Secara sederhana, mereka yang disebut kafir bisa kita klasifikasikan menjadi tiga kelompok.  Kelompok pertama adalah mereka yang dinash oleh teks otoritatif  sebagai Ahlu Kitab. Mereka ini terdiri dari dua umat, yaitu umat Yahudi dan Nasrani. Lalu kelompok kedua adalah mereka yang disebut sebagai kaum musyrikin. Mereka inilah para penyembah berhala, api, matahari dan sebagainya. Kemudian kelompok yang disebut sebagai kaum munafiqin. Kelompok ini secara lahir tampak seperti kaum muslimin. Mereka menampakkan keislaman secara lahir. Namun dalam hatinya, terdapat kekafiran. Yang dengan kekafiran inilah, kaum munafikin harus terjerambab ke dalam kerak terdalam di neraka kelak. Dengan demikian, tidak hanya kaum non muslim saja yang disebut kafir, namun termasuk didalamnya kaum muslim munafiq juga.

Untuk kelompok ketiga ini perlu ada sedikit penjelasan yang objektif dan otoritatif. Banyak dari kaum muslimin yang memahami bahwa munafiqin itu hanya satu macam. Mereka yang terdapat di dalamnya ciri tersendiri antara lain suka berbohong di kala berbicara, suka melanggar sumpah, dan suka berkhianat, mereka inilah yang dipahami sebagai orang yang masuk dalam golongan yang di neraka tanpa diriview malaikat.  

Karena perilaku munafiq, memang suka mengingkari janji, berbohong, berkhianat dan curang. Jadi, jika ada diantara kaum muslimin yang melakukan salah satu perbuatan tersebut, maka hampir dipastikan dia telah memiliki salah satu sikap kemunafikan. Namun  sebagai catatan, kemaksiatan berupa bohong, khianat, mengingkari janji, atau curang tidak menjadikan orang muslim tersebut lantas disebut kafir. Karena dia masih beriman dalam hatinya. Hanya saja dia masih tidak mampu untuk menghindari perilaku destruktif.  

Perlu diingat juga bahwa kaum muslimin dilarang untuk secara serampangan memvonis munafiq kepada saudaranya yang lain. Sebab, kita tidak akan mungkin bisa menilai hati seseorang. Karena itulah, Nabi Muhammad SAW memperlakukan orang yang secra nyata diwahyukan sebagai orang munafiq, secara sama sebagaimana memperlakukan kaum muslimin yang lain. Hal ini untuk mengajarkan kepada ummatnya agar mereka tidak serampangan memvonis munafiq saudara yang lain.

Meneledani Nabi

Islam memang sangat menghargai sesama umat. Secara normatif masyarakat beragama tidak pernah memaksakan ajaran agamanya kepada umat lain. Karena pemaksaan ajaran agama terhadap umat lain memang dilarang dalam teks keagamaan.  Sebagaimana tidak diperbolehkan untuk memaksakan ajaran agamanya, umat Islam tidak diperbolehkan menyimpan kebencian kepada umat lain. Banyak sekali kisah teladan yang bisa disebut sebagai contoh bagaimana sikap kaum muslimin kepada non muslim.

Dalam posisi peperangan dulu, pasukan muslimin dilarang untuk menghancurkan tempat ibadah non muslim. Umar menghapus kewajiban membayar jizyah kepada kafir yang miskin, bahkan beliau memberikan nafaqah secara rutin kepada kafir yang miskin  tersebut.

Provokasi Pengemis Yahudi

Mungkin kita pernah mendengar kisah Nabi Muhammad dengan nenek Yahudi. Meski si Nenek Yahudi ini selalu memusuhi Rasul dan menghasut penghuni pasar Madinah untuk membencinya, Rasulullah selalu datang untuk menyuapinya setiap pagi dan sore di sudut pasar tersebut. Nenek yang buta dan sudah tak bergigi lagi tersebut tidak mengetahui bahwa pribadi yang telaten menghaluskan makanan untuk disuapkan kepadanya adalah orang yang dibenci dan dimusuhinya.

Sampai suatu ketika Abu Bakar ingin meniru tindakan Nabi Muhammad tersebut. Namun si Nenek malah marah karena makanan yang disuapkannya itu ternyata masih kasar. Dan dia yakin bahwa yang menyuapinya sekarang tidaklah orang yang biasa menyuapinya. Lalu si Nenek bertanya kemana orang yang biasa menyuapinya gerangan, karena sudah hampir sepekan ia tak datang?.

Sahabat Abu Bakr menangis karena tidak mampu meniru teladan mulia Nabi Muhammad dengan sempurna. Kemudian beliau menjawab bahwa yang biasa menyuapinya adalah Muhammad, orang yang selalu dibenci dan dimusuhinya. Dan beliau tidak lagi datang karena beliau sudah meninggal. Sejak saat itu si Nenek kemudian tersadar dan masuk Islam.

Ini hanyalah satu kisah yang bisa saja kita dapat dalam sejarah Islam hingga hari kita saat ini. Dan tentu saja kita paham bahwa apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad maupun sahabat Abu Bakar adalah tindakan kebaikan tanpa pamrih apapun bahkan tidak memaksa si Nenek untuk masuk Islam. Dan kebaikan tersebut dilakukan disertai dengan kesadaran bahwa si nenek Yahudi adalah wanita kafir. Meski berpredikat kafir, Nabi Muhammad maupun Abu Bakar tidak pernah sama sekali membencinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun