Apa sebenarnya esensi kata kafir yang menunjuk kepada semua non muslim itu ? Harus saya garis bawahi dan cetak tebal bahwa semua non muslim dalam pandangan kitab suci Al-Quran memang disebut kafir.Â
Secara bahasa, kata ini bisa bermakna mengingkari, menolak, menentang atau menyangkal. Oleh karena itulah mereka dari kaum Quraisy yang menolak, menyangkal dan menentang ajakan Nabi Muhammad untuk masuk Islam disebut sebagai kafir.
Secara sederhana, mereka yang disebut kafir bisa kita klasifikasikan menjadi tiga kelompok.  Kelompok pertama adalah mereka yang dinash oleh teks otoritatif  sebagai Ahlu Kitab. Mereka ini terdiri dari dua umat, yaitu umat Yahudi dan Nasrani. Lalu kelompok kedua adalah mereka yang disebut sebagai kaum musyrikin. Mereka inilah para penyembah berhala, api, matahari dan sebagainya. Kemudian kelompok yang disebut sebagai kaum munafiqin. Kelompok ini secara lahir tampak seperti kaum muslimin. Mereka menampakkan keislaman secara lahir. Namun dalam hatinya, terdapat kekafiran. Yang dengan kekafiran inilah, kaum munafikin harus terjerambab ke dalam kerak terdalam di neraka kelak. Dengan demikian, tidak hanya kaum non muslim saja yang disebut kafir, namun termasuk didalamnya kaum muslim munafiq juga.
Untuk kelompok ketiga ini perlu ada sedikit penjelasan yang objektif dan otoritatif. Banyak dari kaum muslimin yang memahami bahwa munafiqin itu hanya satu macam. Mereka yang terdapat di dalamnya ciri tersendiri antara lain suka berbohong di kala berbicara, suka melanggar sumpah, dan suka berkhianat, mereka inilah yang dipahami sebagai orang yang masuk dalam golongan yang di neraka tanpa diriview malaikat. Â
Karena perilaku munafiq, memang suka mengingkari janji, berbohong, berkhianat dan curang. Jadi, jika ada diantara kaum muslimin yang melakukan salah satu perbuatan tersebut, maka hampir dipastikan dia telah memiliki salah satu sikap kemunafikan. Namun  sebagai catatan, kemaksiatan berupa bohong, khianat, mengingkari janji, atau curang tidak menjadikan orang muslim tersebut lantas disebut kafir. Karena dia masih beriman dalam hatinya. Hanya saja dia masih tidak mampu untuk menghindari perilaku destruktif. Â
Perlu diingat juga bahwa kaum muslimin dilarang untuk secara serampangan memvonis munafiq kepada saudaranya yang lain. Sebab, kita tidak akan mungkin bisa menilai hati seseorang. Karena itulah, Nabi Muhammad SAW memperlakukan orang yang secra nyata diwahyukan sebagai orang munafiq, secara sama sebagaimana memperlakukan kaum muslimin yang lain. Hal ini untuk mengajarkan kepada ummatnya agar mereka tidak serampangan memvonis munafiq saudara yang lain.
Meneledani Nabi
Islam memang sangat menghargai sesama umat. Secara normatif masyarakat beragama tidak pernah memaksakan ajaran agamanya kepada umat lain. Karena pemaksaan ajaran agama terhadap umat lain memang dilarang dalam teks keagamaan. Â Sebagaimana tidak diperbolehkan untuk memaksakan ajaran agamanya, umat Islam tidak diperbolehkan menyimpan kebencian kepada umat lain. Banyak sekali kisah teladan yang bisa disebut sebagai contoh bagaimana sikap kaum muslimin kepada non muslim.
Dalam posisi peperangan dulu, pasukan muslimin dilarang untuk menghancurkan tempat ibadah non muslim. Umar menghapus kewajiban membayar jizyah kepada kafir yang miskin, bahkan beliau memberikan nafaqah secara rutin kepada kafir yang miskin  tersebut.
Provokasi Pengemis Yahudi