Mohon tunggu...
Hari Prasetya
Hari Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Knowledge Seeker

Mengais ilmu dan berbagi perenungan seputar perbankan, keuangan, dan kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mengupas Peran LPS dengan Analogi Sepakbola

22 Februari 2018   07:23 Diperbarui: 10 Maret 2018   09:18 1085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada Juli 2015, Pemerintah menyampaikan Rancangan Undang-Undang tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan(RUU JPSK) kepada DPR. JPSK merupakan terjemahan dari Financial System Safety Nets (FSSN), suatu kerangka kerja koordinasi, kerjasama, dan tukar menukar informasi, serta pembagian tugas dan tanggung-jawab antar otoritas dalam rangka memelihara stabilitas sistem keuangan.

Pada saat pembahasan, DPR merasa kurang sreg dengan istilah "jaring pengaman" sehingga RUU tersebut kemudian disepakati diubah menjadi RUU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (RUU PPKSK) untuk lebih menonjolkan substansi dan tujuan RUU tersebut sebagai payung hukum dalam pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan di Indonesia. UU Nomor 9 Tahun 2016 tentang PPKSK disahkan dan diundangkan pada 15 April 2016. Dalam UU tersebut dibentuk Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) sebagai forum untuk koordinasi, kerjasama, dan tukar menukar informasi. Jadi JPSK adalah kerangka kerjanya, KSSK adalah forumnya.

Berkenaan dengan JPSK atau FSSN, asosiasi penjamin simpanan internasional (IADI) pada tahun 2006 telah menyusun "General Guidance to Promote Effective Interrelationships among Financial Safety Net Participants" sebagai pedoman bagi penjamin simpanan dalam membina hubungan yang efektif dengan otoritas lain dalam JPSK.

Selanjutnya pada tahun 2009, dalam Core Principles (CP) for Effective Deposit Insurance System diatur prinsip dasar hubungan antara penjamin simpanan dengan anggota JPSK lainnya yang dirumuskan dalam CP 4 - Relationships with other safety-net participants. Pada dasarnya pola hubungan antar anggota JPSK digambarkan dengan ungkapan "Good Fences Make Good Neighbors, Broken Fences Make Neighbors Dispute".

Berikut akan dipaparkan peran yang dimainkan LPS dalam kerangka JPSK dengan menggunakan analogi sepakbola.

Kerangka JPSK

Pada dasarnya, penerapan sistem penjaminan simpanan pada suatu negara dirancang sebagai bagian dari kerangka JPSK. Dalam pembahasan disini, JPSK dibatasi hanya meliputi sektor perbankan.

Komponen JPSK terdiri dari:

i. Pengaturan dan pengawasan perbankan yang efektif untuk memastikan bank dikelola secara hati-hati (prudent);

ii. Kebijakan lender of last resort untuk memberi solusi permasalahan likuiditas yang dihadapi bank;

iii. Pelaksanaan penjaminan simpanan dan resolusi bank gagal sebagai bagian dari exit strategy penyelesaian permasalahan bank; dan

iv. Kebijakan dan protokol pencegahan dan penanganan krisis.

Jaring pengaman dalam kerangka JPSK dimaknai sebagai sebuah jaring yang secara proaktif memelihara stabilitas sistem perbankan, bukan jaring pengaman yang pasif dan statis seperti jaring yang dipasang pada pertunjukan sirkus untuk mengantisipasi kalau ada pemain yang terjatuh.

Setiap unsur dalam JPSK berupaya secara aktif mengidentifikasi sumber-sumber permasalahan (source of vulnerabilities) yang terkait bidang tugasnya, serta melakukan berbagai upaya pencegahan dan penyelesaian permasalahan tersebut secara dini sesuai kewenangannya masing-masing.

Apabila satu upaya tidak dapat menyelesaikan permasalahan pada tahap awal, diharapkan akan ada upaya penyelesaian berikutnya secara bertahap dan berjenjang sesuai tingkatan atau magnitude permasalahan. Sehingga kalaupun krisis sistem perbankan tidak dapat dicegah, dampak ekonomi dan  sosial dari krisis tersebut sudah dapat diantisipasi, dimitigasi, dan diminimalkan.

gambar pribadi
gambar pribadi

JPSK dan Formasi Sepakbola

Dalam pertandingan sepakbola, pelatih berwenang menentukan formasi tim sesuai dengan strategi dan lawan yang dihadapi. Salah satu formasi standar tim sepakbola adalah 4 4 2 (Four Four Two) yang berarti di depan penjaga gawang terdapat 4 pemain belakang, 4 pemain tengah, dan 2 pemain depan. Formasi tersebut tentu saja tidak kaku karena dapat berubah menyesuaikan kondisi permainan di lapangan.

Pemain depan memiliki tugas utama menjadi ujung tombak serangan dan sekaligus menjadi pertahanan lapis pertama. Pemain tengah bertugas membantu mengatur serangan serta menjadi pertahanan lapis kedua. Pemain belakang tugas utamanya menjaga pertahanan tim agar tidak dapat ditembus lawan, namun dapat juga membantu serangan. Sedangkan kiper merupakan lapis pertahanan terakhir.

Dalam kerangka JPSK dengan menggunakan analogi sepakbola, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berperan sebagai pemain depan. Pengaturan dan pengawasan mikroprudensial (individual bank) yang kuat dan efektif diharapkan dapat mendorong perbankan untuk dapat mencapai tujuannya (goal) sebagaimana termaktup dalam UU Perbankan, yakni menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

Dalam kerangka pengaturan dan pengawasan tersebut, OJK mengidentifikasi permasalahan secara dini (early detection) dan melakukan tindakan perbaikan yang segera (prompt corrective actions, timely intervention) sehingga setiap gangguan atau permasalahan pada sektor perbankan diharapkan dapat diatasi pada stadium awal.

Bank Indonesia berperan sebagai pemain tengah yang bertugas menetapkan kebijakan moneter dan sistem pembayaran, serta kebijakan makroprudensial yang kondusif bagi perekonomian dan perbankan, sehingga dapat membantu menciptakan peluang terjadinya goal. Dalam hal suatu bank menghadapi permasalahan likuiditas, Bank Indonesia memberikan pinjaman likuiditas sebagai bentuk pertahanan lapis kedua.

Sedangkan peran LPS dalam JPSK dianalogikan sebagai pemain belakang yang menjadi pertahanan lapis ketiga. LPS menjamin simpanan nasabah bank yang dicabut izinnya dan melaksanakan resolusi bank gagal. Pelaksanaan fungsi penjaminan dan resolusi bank tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindungan, rasa aman, dan ketenangan sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan.

Pemain belakang yang handal dan sistem pertahanan yang efektif diharapkan dapat menghadang dan menghentikan setiap serangan lawan. Dalam UU PPKSK, LPS diberi tambahan opsi resolusi bank gagal yakni purchase and assumption  (P&A) dan bridge bank, serta diberi amanat untuk melaksanakan Program Restrukturisasi Perbankan (PRP), sebagai rangkaian instrumen untuk memperkuat sistem pertahanan.  

Apabila serangan lawan tidak dapat dihadang pemain belakang, penjaga gawang akan menjadi lapis pertahanan terakhir. Dalam kerangka JPSK, Kementerian Keuangan berperan sebagai penjaga gawang dalam kapasitasnya sebagai pengelola keuangan negara (otoritas fiskal) dan koordinator JPSK. Dahulu, Kementerian Keuangan juga sering disebut sebagai guarantor of last resort.

Sesuai Pasal 85 UU 24/2004, LPS memperoleh pinjaman dari Pemerintah ketika mengalami kesulitan likuiditas dan tambahan modal ketika modalnya menjadi kurang dari Rp 4 triliun. Dalam Pasal 62 UU 3/2004, Pemerintah wajib menjaga modal Bank Indonesia sekurangnya sebesar Rp 2 triliun.

Saat ini berkembang arus pemikiran untuk mengurangi atau menghindari penggunaan uang negara dalam pelaksanaan resolusi bank. Permasalahan perbankan harus bisa diselesaikan sendiri oleh industri perbankan dengan sumber daya dari dalam bank, pemegang saham dan kreditur (bail-in). Meskipun disadari dalam kondisi tertentu masih diperlukan atau dimungkinkan bantuan dari negara sebagai pendukung dan katalisator dalam pelaksanaan resolusi bank, utamanya resolusi bank sistemik.

FSB menyusun "Guiding principles on the temporary funding needed to support the orderly resolution of a global systemically important bank (G-SIB)" sebagai pedoman dalam merancang sistem pendanaan untuk mendukung pelaksanaan resolusi bank sistemik yang terencana. Dalam pedoman tersebut diatur ketentuan dan persyaratan dukungan pendanaan dari negara (public sector backstop funding atau state aid rules) yang menggunakan prinsip "bail-in is the rule, bail-out is the exception".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun