iv. Kebijakan dan protokol pencegahan dan penanganan krisis.
Jaring pengaman dalam kerangka JPSK dimaknai sebagai sebuah jaring yang secara proaktif memelihara stabilitas sistem perbankan, bukan jaring pengaman yang pasif dan statis seperti jaring yang dipasang pada pertunjukan sirkus untuk mengantisipasi kalau ada pemain yang terjatuh.
Setiap unsur dalam JPSK berupaya secara aktif mengidentifikasi sumber-sumber permasalahan (source of vulnerabilities) yang terkait bidang tugasnya, serta melakukan berbagai upaya pencegahan dan penyelesaian permasalahan tersebut secara dini sesuai kewenangannya masing-masing.
Apabila satu upaya tidak dapat menyelesaikan permasalahan pada tahap awal, diharapkan akan ada upaya penyelesaian berikutnya secara bertahap dan berjenjang sesuai tingkatan atau magnitude permasalahan. Sehingga kalaupun krisis sistem perbankan tidak dapat dicegah, dampak ekonomi dan  sosial dari krisis tersebut sudah dapat diantisipasi, dimitigasi, dan diminimalkan.
JPSK dan Formasi Sepakbola
Dalam pertandingan sepakbola, pelatih berwenang menentukan formasi tim sesuai dengan strategi dan lawan yang dihadapi. Salah satu formasi standar tim sepakbola adalah 4 4 2 (Four Four Two) yang berarti di depan penjaga gawang terdapat 4 pemain belakang, 4 pemain tengah, dan 2 pemain depan. Formasi tersebut tentu saja tidak kaku karena dapat berubah menyesuaikan kondisi permainan di lapangan.
Pemain depan memiliki tugas utama menjadi ujung tombak serangan dan sekaligus menjadi pertahanan lapis pertama. Pemain tengah bertugas membantu mengatur serangan serta menjadi pertahanan lapis kedua. Pemain belakang tugas utamanya menjaga pertahanan tim agar tidak dapat ditembus lawan, namun dapat juga membantu serangan. Sedangkan kiper merupakan lapis pertahanan terakhir.
Dalam kerangka JPSK dengan menggunakan analogi sepakbola, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berperan sebagai pemain depan. Pengaturan dan pengawasan mikroprudensial (individual bank) yang kuat dan efektif diharapkan dapat mendorong perbankan untuk dapat mencapai tujuannya (goal) sebagaimana termaktup dalam UU Perbankan, yakni menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
Dalam kerangka pengaturan dan pengawasan tersebut, OJK mengidentifikasi permasalahan secara dini (early detection) dan melakukan tindakan perbaikan yang segera (prompt corrective actions, timely intervention) sehingga setiap gangguan atau permasalahan pada sektor perbankan diharapkan dapat diatasi pada stadium awal.
Bank Indonesia berperan sebagai pemain tengah yang bertugas menetapkan kebijakan moneter dan sistem pembayaran, serta kebijakan makroprudensial yang kondusif bagi perekonomian dan perbankan, sehingga dapat membantu menciptakan peluang terjadinya goal. Dalam hal suatu bank menghadapi permasalahan likuiditas, Bank Indonesia memberikan pinjaman likuiditas sebagai bentuk pertahanan lapis kedua.