Mohon tunggu...
Hari Prasetya
Hari Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Knowledge Seeker

Mengais ilmu dan berbagi perenungan seputar perbankan, keuangan, dan kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mengupas Peran LPS dengan Analogi Sepakbola

22 Februari 2018   07:23 Diperbarui: 10 Maret 2018   09:18 1085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sedangkan peran LPS dalam JPSK dianalogikan sebagai pemain belakang yang menjadi pertahanan lapis ketiga. LPS menjamin simpanan nasabah bank yang dicabut izinnya dan melaksanakan resolusi bank gagal. Pelaksanaan fungsi penjaminan dan resolusi bank tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindungan, rasa aman, dan ketenangan sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan.

Pemain belakang yang handal dan sistem pertahanan yang efektif diharapkan dapat menghadang dan menghentikan setiap serangan lawan. Dalam UU PPKSK, LPS diberi tambahan opsi resolusi bank gagal yakni purchase and assumption  (P&A) dan bridge bank, serta diberi amanat untuk melaksanakan Program Restrukturisasi Perbankan (PRP), sebagai rangkaian instrumen untuk memperkuat sistem pertahanan.  

Apabila serangan lawan tidak dapat dihadang pemain belakang, penjaga gawang akan menjadi lapis pertahanan terakhir. Dalam kerangka JPSK, Kementerian Keuangan berperan sebagai penjaga gawang dalam kapasitasnya sebagai pengelola keuangan negara (otoritas fiskal) dan koordinator JPSK. Dahulu, Kementerian Keuangan juga sering disebut sebagai guarantor of last resort.

Sesuai Pasal 85 UU 24/2004, LPS memperoleh pinjaman dari Pemerintah ketika mengalami kesulitan likuiditas dan tambahan modal ketika modalnya menjadi kurang dari Rp 4 triliun. Dalam Pasal 62 UU 3/2004, Pemerintah wajib menjaga modal Bank Indonesia sekurangnya sebesar Rp 2 triliun.

Saat ini berkembang arus pemikiran untuk mengurangi atau menghindari penggunaan uang negara dalam pelaksanaan resolusi bank. Permasalahan perbankan harus bisa diselesaikan sendiri oleh industri perbankan dengan sumber daya dari dalam bank, pemegang saham dan kreditur (bail-in). Meskipun disadari dalam kondisi tertentu masih diperlukan atau dimungkinkan bantuan dari negara sebagai pendukung dan katalisator dalam pelaksanaan resolusi bank, utamanya resolusi bank sistemik.

FSB menyusun "Guiding principles on the temporary funding needed to support the orderly resolution of a global systemically important bank (G-SIB)" sebagai pedoman dalam merancang sistem pendanaan untuk mendukung pelaksanaan resolusi bank sistemik yang terencana. Dalam pedoman tersebut diatur ketentuan dan persyaratan dukungan pendanaan dari negara (public sector backstop funding atau state aid rules) yang menggunakan prinsip "bail-in is the rule, bail-out is the exception".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun