(2017:6), yakni :
- Tujuan Organisasional
Tujuannya adalah untuk memahami peran Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dalam meningkatkan kinerja organisasi. Walaupun departemen sumber daya manusia secara formal didirikan untuk menawarkan bantuan kepada manajer, manajer menangani tugas-tugas yang berkaitan dengan sumber daya manusia.
- Tujuan Fungsional
Dimaksudkan untuk menjaga kontribusi departemen sesuai dengan kebutuhan organisasi. Jika manajemen sumber daya manusia tidak memenuhi standar organisasi, sumber daya manusia menjadi tidak berguna.
- Tujuan Sosial
Dimaksudkan untuk menanggapi kebutuhan, tantangan, dan kebutuhan masyarakat secara moral dan sosial dengan mengurangi dampak negatif terhadap organisasi. Jika sebuah organisasi tidak menggunakan sumber dayanya untuk membantu masyarakat, hal itu dapat menyebabkan masalah.
- Tujuan Personal
Dimaksudkan untuk membantu pekerja mencapai tujuannya, minimal tujuan yang dapat meningkatkan kontribusi mereka terhadap perusahaan. Jika seorang karyawan ingin ditahan, dipensiunkan, atau dimotivasi, tujuan personal mereka harus dipertimbangkan. Jika tidak, kinerja dan kepuasan karyawan akan menurun, dan karyawan dapat meninggalkan organisasi.
2.3 Disiplin Kerja
2.3.1 Pengertian Disiplin Kerja
Disebabkan disiplin kerja diarahkan pada tindakan, bukan individunya, disiplin kerja adalah proses latihan yang membantu pegawai menjadi lebih baik dan lebih efisien dalam bekerja. (Bintoro dan Daryanto, 2017).
Disiplin kerja pula ialah perilaku mental yang tercermin dalam perbuatan ataupun tingkah laku orang, kelompok, ataupun warga berupa tatanan ketaatan terhadap peraturan- peraturan ataupun syarat yang  diresmikan buat tujuan tertentu.
2.3.2 Prinsip-Prinsip Dasar Disiplin Kerja
      Menurut Hani Handoko (2017), mengemukakan pendapat mengenai prinsip-prinsip disiplin kerja sebagai berikut :
- Memperbaiki Pelanggaran-Pelanggaran
Artinya, peringatan diberikan dengan memberikan peraturan kepada seluruh staf. Disiplin juga harus diterapkan dengan cepat supaya staf dapat memahami hubungan antara dua peristiwa yang mereka alami.
- Menghalangi Tindakan Serupa Dari Pegawai
Dengan kata lain, disiplin yang efektif berarti menghindari pelanggaran seragam dan melakukan peringatan tentang pelanggaran yang mungkin terjadi.
- Menjaga Standar Kelompok Tetap Konsisten dan Efektif
Dengan demikian, disiplin wajib diterapkan secara konsisten karena konsistensi merupakan elemen keadilan, yang berarti bahwa pegawai harus dihukum dengan cara yang sama jika mereka melakukan kesalahan yang sama. Tidak adanya konsistensi akan menyebabkan para pegawai merasa didiskriminasi atau tidak adil.
2.3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Disiplin Kerja
Marwansyah (2016), faktor -- faktor yang mempengaruhi disiplin kerja adalah sebagai berikut :
1. Komunikasi Aturan dan Kriteria Kinerja
Pegawai harus memahami ketentuan dan standar organisasi serta konsekuensi yang diterima jika melanggarnya. Semua karyawan dan atasan harus memahami kebijakan disiplin organisasi. Pegawai yang melanggar aturan atau tidak memenuhi kriteria kinerja harus diberi kesempatan untuk memperbaiki diri.
2. Dokumentasi
Manajer harus mengumpulkan fakta yang memadai dan meyakinkan untuk mendukung tidakan disiplin. Fakta harus didokumentasikan dengan hati-hati agar tidak mudah diperselisihkan.
3. Tanggapan yang Konsisten Atas Pelanggaran Aturan
Ini berarti bahwa pegawai harus percaya bahwa tindakan disiplin harus konsisten, dapat diprediksi, dan tidak diskriminatif atau pilih kasih. Jika mereka percaya sebaliknya, mereka lebih cenderung menentang tindakan disiplin.
2.4 KomunikasiÂ
2.4.1 Pengertian Komunikasi
  Menurut Ami (2016:4), mendefinisikan komunikasi sebagai pertukaran informasi, baik verbal maupun nonverbal, antara orang yang mengirimkan informasi dan orang yang menerimanya dengan tujuan mengubah perilaku.
Menurut Sutrisno (2017:17), Komunikasi dapat didefinisikan sebagai proses komunikasi sosial dan digunakan dalam ilmu sosial. Dalam konteks ilmu sosial, para ilmuwan sosial menggunakan pendekatan ini untuk melakukan penelitian mereka, yang biasanya berpusat pada aktivitas manusia dan bagaimana pesan dan perilaku mempengaruhi komunikasi.
2.4.2 Jenis-Jenis Komunikasi
        Menurut Sutrisno (2017:22), menjelaskan bahwa jenis-jenis komunikasi kedalam beberapa jenis, yaitu :
1. Komunikasi Verbal
Banyak orang dalam organisasi menggunakan komunikasi verbal. Oleh karena itu, ini berarti bahwa para pemimpin harus belajar lebih banyak tentang komunikasi verbal. Komunikasi yang menggunakan simbol ataupun perkata baik secara lisan maupun tertulis disebut komunikasi verbal. Salah satu sifat manusia adalah komunikasi verbal. Tidak ada satu pun hewan yang dapat menggunakan kata dengan cara yang begitu beragam.
2. Komunikasi Nonverbal
Karena keduanya berfungsi bersama dalam proses komunikasi, komunikasi nonverbal dan verbal sama pentingnya. Komunikasi nonverbal membantu memahami lebih mudah dengan memberikan penekanan, pengulangan, melengkapi, dan menggantikan komunikasi verbal. Komunikasi nonverbal dalam konteks ini berarti pertukaran pesan tanpa menggunakan kata-kata melalui gerakan tubuh, sikap tubuh, suara, kontak mata, ekspresi wajah, sentuhan, dan jarak jauh.
3. Komunikasi dari atas kebawah
Komunikasi dari atas ke bawah dimulai di tingkat manajemen puncak dan kemudian mengalir ke tingkat manajemen terendah dan kemudian ke pekerja. Tujuan utama komunikasi atas kebawah adalah untuk memberikan data, arahan, instruksi, anjuran, dan evaluasi kepada karyawan. Ini dilakukan dengan memberikan informasi kepada anggota organisasi tentang tujuan dan kebijaksanaan organisasi.
4. Komunikasi dari bawah keatas
Selain itu, tujuan utama komunikasi dari dasar ke atas adalah untuk menyampaikan data ke tingkat manajemen yang lebih tinggi tentang tindakan yang dilakukan pada tingkat manajemen yang lebih rendah. Laporan berkala, uraian, ilham, dan permintaan buat keputusan adalah semua contoh jenis komunikasi ini. Dalam hal ini, dapat dianggap sebagai informasi untuk manajemen atas atau sebagai informasi umpan balik. Manajer harus yakin bawahannya akan menggunakan saluran komunikasi ini dengan sukses. Jika tidak, dia percaya bahwa data bawahan, apapun kualitasnya, tidak akan bermanfaat karena akan menimbulkan kecurigaan atau ketidakpercayaan.
5. Komunikasi lateral atau horizontal
Komunikasi, baik lateral maupun horizontal, mencakup komunikasi di antara anggota kelompok kerja yang sama, rekan kerja, dan departemen di tingkat organisasi yang sama. Bentuk komunikasi ini pada dasarnya bersifat koordinatif dan berasal dari gagasan spesialisasi organisasi.
2.4.3 Hambatan Komunikasi
  Menurut Ami (2016:7), faktor hambatan komunikasi yang biasanya terjadi dalam proses komunikasi, dapat dibagi menjadi 3 jenis  yaitu :
1. Hambatan Teknik
Hambatan tipe ini muncul karena area memberikan karena penangkalan yang menghambat pengiriman dan penerimaan pesan. Dalam hal teknologi, keterbatasan sarana dan peralatan komunikasi akan terus berkurang dengan penemuan baru dalam teknologi komunikasi dan sistem data, sehingga saluran komunikasi menjadi lebih andal.
2. Hambatan Semantik
Untuk menyampaikan penafsiran dan ide secara efektif, ada hambatan semantik. Semantik adalah pengertian yang disampaikan melalui bahasa. Meskipun transmisinya baik, pesan yang tidak jelas tetap tidak jelas. Oleh karena itu, seseorang komunikator harus memilih kata-kata yang tepat dan sesuai dengan tujuan komunikasinya, serta mempertimbangkan interpretasi yang mungkin berbeda dari kata-kata yang digunakan untuk menghindari miss-komunikasi ini.
3. Hambatan Manusiawi
Hambatan jenis ini berasal dari masalah pribadi yang dialami oleh individu yang terlibat dalam komunikasi, baik komunikator maupun komunikan. Perbandingan individu manusia, jenis perbedaan anggapan, usia, kondisi emosi, status, keahlian pengamatan, pencarian dan penyaringan data adalah beberapa dari hambatan ini. Hambatan yang ditimbulkan oleh lingkungan psikologis di tempat kerja atau lingkungan sosial budaya, lingkungan kerja dan prinsip yang dipegang.
2.5 Lingkugan KerjaÂ