Saking rajinnya warga Pakning mampir ke warung kopi, beberapa bulan lalu, pemerintah sempat mengeluarkan larangan agar warung kopi tak menerima PNS saat hari kerja.
Selain kopi, ada hal unik lain yang menjadikan pesisir Timur sepanjang Siak-Bengkalis berbeda,dari pemilik kedai, saya mendapatkan sedikit cerita, Â di wilayah ini, suku Tionghoa menjadi penduduk mayoritas, keberadaan klenteng, aroma dupa dan hio serta alunan musik-musik etnik kental terasa.
Tak ada perselisihan, tak ada hegemoni mayoritas atau tirani minoritas, masjid dan klenteng berdiri tegak nyaris tanpa ruang dan sekat. Konon, masyarakat Tionghoa justru mendapat tempat tersendiri sejak kesultanan Siak berdiri, meski kesultanan ini adalah kesultanan yang bernafas Islam begitu kental.
Akhir abad 19, pada masa pemerintahan Sultan Syarif Kasim II,  Sultan  meminta para pedagang Tionghoa untuk memberikan semacam workshop tentang bagiamana cara berniaga kepada masyarakat Siak yang kala itu belum banyak berkembang.
Atas kebaikan para pedagang Tionghoa ini, sebagai imbalan, Kesutanan Siak menghadiahi penduduk  keturunan ini sebuah klenteng yang hingga hari ini masih berdiri, klenteng Hock Siu Kong.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H